Pengelola situs Islam: Pemerintah Jokowi lebih gila dari Orde Baru
Merdeka.com - Sejumlah media Islam protes keras atas kebijakan pemblokiran oleh pemerintah. Mereka membantah media yang mereka kelola menyebarkan dan mendukung gerakan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
Pemimpin redaksi salam-online.com, Ubaidillah Salman membandingkan pemblokiran media rezim Orde Baru dengan Pemerintahan Joko Widodo. Menurutnya, saat Orde Baru dijelaskan poin-poin yang melanggar dalam pemberitaan.
"Dalam Orde Baru saja tak begini saat pemberedelan media, ketika dulu Menteri Penerangan jelaskan poin-poin mana saja yang dilanggar. Tapi ini tak ada klarifikasi terlebih dahulu kepada kami. Makanya ini lebih gila dari orde baru," kata Ubaidillah saat mediasi dengan pihak Kemenkominfo di lantai II gedung Kemenkominfo, Jakarta, Selasa (31/3).
-
Siapa yang membantah berita tentang Prabowo? Hal ini pun ditanggapi oleh Ketua Tim Pembela Prabowo Gibran, Yusril Ihza Mahendra yang membantah seluruh isi terkait laporan tersebut.
-
Apa yang diboikot? Sejumlah responden di Saudi dan UEA juga mengatakan mereka kini memilih produk lokal dibanding produk luar.
-
Siapa yang terancam diblokir Kominfo? Dari enam Online Travel Agent (OTA) yang terancam diblokir Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), kabar terbarunya sudah ada tiga penyelenggara sistem elektronik (PSE) asing yang telah mendaftar.
-
Apa yang membuat orang menghindari berita? Banyak yang menganggap berita saat ini terasa menyedihkan, tiada henti dan membosankan. Menurut laporan itu, hasil survei mengungkap 4 dari 10 (39%) orang di seluruh dunia mengatakan mereka kadang-kadang atau sering secara aktif menghindari berita.
-
Siapa yang larang Jokowi ikut kampanye? Tidak ada penyebutan presiden dan wakil presiden atau menteri di dalamnya.
Dia mengatakan, pihaknya merasa dirugikan dengan adanya pemblokiran tersebut. Oleh karena itu, pihaknya ingin sejumlah media yang diblokir dinormalkan kembali.
"Media ini tidak ada yang dukung ISIS. Tolong cari mana ada berita yang dukung ISIS," terang dia.
Menurutnya, media-media online itu tak pernah memberitakan tentang ISIS dalam situs-situs mereka. Mereka juga tidak mempunyai hubungan dengan kelompok teroris mana pun.
"Buat apa? Apa itu ISIS? Mengapa ISIS? Enggak penting bagi kami. Karena itu tindakan ini sangat gegabah serampangan. Tanpa klarifikasi," tegasnya.
Lebih jauh, dia mengatakan jika pemberitaan di dalam medianya berasal dari sumber terpercaya dan dapat dipertanggungjawabkan. Tindakan pemerintah ini dinilainya sewenang-wenang.
"Kemudian kalau itu disebut radikal, terus terang bisa dilihat kontennya. Media-media itu juga merujuk ke Antara, BBC, AFP, Reuters, CNN dan lainnya. Ada pengadilan yang lebih tinggi dari ini semua, nanti di akhirat kita akan ketemu," pungkas dia.
Diketahui, berdasarkan informasi yang didapatkan Merdeka.com, baru-baru ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) baru saja merekomendasikan 22 website yang harus diblokir oleh Internet Service Provider (ISP).
(mdk/efd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Menurut dia, sejumlah Presiden Jokowi seolah tidak pro terhadap tegaknya demokrasi.
Baca SelengkapnyaAjakan ke Suriah sengaja dihembuskan oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab
Baca SelengkapnyaPerdebatan tentang urgensi mendirikan negara Islam sudah selesai ketika pendiri bangsa sepakat dengan format Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Baca SelengkapnyaMenurut Nusron, sistem seperti orde baru hanya terjadi apabila ada pembungkaman suara-suara tokoh masyarakat.
Baca SelengkapnyaHabiburokhman membandingkan pemerintahan saat orde baru dengan Jokowi.
Baca SelengkapnyaJadi, lanjut Andy, secara metodologis, publikasi itu tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Baca SelengkapnyaJamaah Islamiyah Umumkan Bubarkan Diri, Akan Patuh Pada NKRI
Baca SelengkapnyaTPN Ganjar Mahfud menyindir langkah Presiden Jokowi sebagai politik yang salah.
Baca SelengkapnyaPolda Sumut menangkap Lukman Dolok Saribu yang diduga menyebarkan kebencian terhadap umat Islam dan Palestina yang viral di media sosial.
Baca Selengkapnya