Penjelasan di Balik Angka Kematian yang Tinggi
Merdeka.com - Pemerintah mengeluarkan angka kematian Covid-19 dari indikator penentuan level Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Keputusan tersebut diambil lantaran terjadi persoalan dalam input data kematian Covid-19.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan menjelaskan, kesalahan input data terjadi pada akumulasi kasus kematian Covid-19 dalam beberapa pekan terakhir. Dikeluarkannya data kematian Covid-19 membuat level PPKM pada 26 kabupaten dan kota menurun, dari level 4 menjadi 3.
"Dalam penerapan PPKM level 4 dan 3 yang dilakukan pada tanggal 10 sampai 16 Agustus 2021 nanti, terdapat 26 kota atau kabupaten yang turun dari level 4 ke level 3. Hal ini menunjukkan perbaikan kondisi di lapangan yang cukup signifikan," kata Luhut saat mengumumkan perpanjangan PPKM lewat kanal YouTube Sekretariat Presiden, Senin (9/8).
-
Apa dampak pandemi Covid-19? Pandemi Covid-19 mengubah tatanan kesehatan dan ekonomi di Indonesia dan dunia. Penanganan khusus untuk menjaga keseimbangan dampak kesehatan akibat Covid-19 serta memulihkan ekonomi harus dijalankan.
-
Kenapa kasus Covid-19 naik? Kasus positif Covid-19 pada 27 November sampai 3 Desember mengalami kenaikan sebanyak 30 persen dibanding pekan sebelumnya, yaitu pada 20-26 November.
-
Bagaimana penanganan Covid-19 di Indonesia? Jokowi memilih menggunakan strategi gas dan rem sejak awal untuk menangani pandemi Covid-19. Gas dan rem yang dimaksudkan Jokowi diimplementasikan dalam tiga strategi yakni penanganan kedaruratan kesehatan, jaring pengaman sosial, dan pemulihan ekonomi. Inilah yang kemudian menjadi ujung tombak dalam penanganan Covid-19 di Indonesia.
-
Siapa yang mengumumkan kasus Covid-19 pertama di Indonesia? Presiden Jokowi mengumumkan hal ini pada 2 Maret 2020, sebagai kasus Covid-19 pertama di Indonesia.
-
Kapan kasus Covid-19 meningkat? Kasus positif Covid-19 pada 27 November sampai 3 Desember mengalami kenaikan sebanyak 30 persen dibanding pekan sebelumnya, yaitu pada 20-26 November.
-
Kapan Covid-19 pertama kali terkonfirmasi di Indonesia? Pada tanggal 2 Maret 2020, Indonesia melaporkan kasus pertama virus Covid-19, menandai awal dari pandemi yang memengaruhi seluruh masyarakat.
"Evaluasi tersebut kami lakukan dengan mengeluarkan indikator kematian dalam penilaian karena kami temukan adanya input data yang merupakan akumulasi angka kematian selama beberapa minggu ke belakang. Sehingga menimbulkan distorsi dalam penilaian," sambungnya.
Luhut menyebut, meski angka kematian Covid-19 dikeluarkan dari indikator penentuan level PPKM, pemerintah tetap berupaya menekan fatalitas akibat virus SARS-CoV-2 itu. Salah satu caranya membentuk tim khusus untuk memantau peningkatan kasus kematian Covid-19 di sejumlah daerah.
Juru bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Wiku Bakti Bawono Adisasmito mengakui, kasus kematian Covid-19 di Indonesia belum mengalami penurunan. Bahkan, kasus kematian Covid-19 konsisten meningkat dalam tiga pekan terakhir.
Wiku mencatat, pada 8 Agustus 2021, kasus kematian Covid-19 nasional mencapai 2,92 persen. Data ini menunjukkan, terjadi kenaikan kasus kematian Covid-19 sebesar 0,36 persen dari data 18 Juli 2021 yang tercatat masih 2,56 persen.
"Di minggu ini, persen kematian adalah sebesar 2,92 persen atau hampir mendekati 3 persen. Persen kematian di tingkat dunia saat ini sebesar 2,12 persen," jelas Wiku.
©2021 Merdeka.com/satgas covidAda lima provinsi di Indonesia yang mengontribusi kasus kematian Covid-19 tertinggi pada pekan sepekan terakhir. Yakni, Riau naik 59 kasus kematian, Sumatera Utara 49 kasus kematian, Sumatera Selatan 45 kasus kematian, Bangka Belitung 44 kasus kematian dan Jawa Tengah 41 kasus kematian.
Sementara itu, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi mengatakan, lonjakan angka kematian Covid-19 dalam tiga pekan terakhir lantaran keterlambatan data yang dilaporkan. Bahkan, ada data beberapa bulan sebelumnya yang belum dilaporkan.
"Data kematian ada akumulasi tanggal atau minggu, bahkan sebelumnya ada beberapa bulan sebelumnya dan menjadi kurang pas bila dijadikan indikator kondisi riil saat ini," kata Nadia.
Dengan evaluasi tersebut, kata Nadia, Kemenkes kemudian memutuskan untuk mengeluarkan angka kematian kasus Covid-19 yang terakumulasi berdasarkan tanggal atau pekan sebelumnya dalam penilaian situasi pandemi.
"Tujuannya supaya tidak menimbulkan bias dalam penilaian. Sambil terus perbaikan data ini selesai dilakukan daerah," katanya.
Juru Bicara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Jodi Mahardi meluruskan kabar penghapusan data kematian dari indikator penanganan Covid-19. Menurut dia, data kematian tidak dihapus, tapi diperbaiki. Dia menjelaskan data tersebut tidak dipakai sementara waktu sebab ditemukan adanya penumpukan input data kematian.
"Bukan dihapus, hanya tidak dipakai sementara waktu karena ditemukan adanya input data yang merupakan akumulasi angka kematian selama beberapa minggu ke belakang, sehingga menimbulkan distorsi dalam penilaian," kata Jodi kepada merdeka.com, Rabu(11/8).
Sebab itu, kata dia, terjadi distorsi pada analisis. Sehingga sulit untuk menilai perkembangan situasi daerah. "Banyak angka kematian yang ditumpuk-tumpuk, atau dicicil pelaporannya, sehingga dilaporkan terlambat. Jadi terjadi distorsi atau bias pada analisis, sehingga sulit menilai perkembangan situasi satu daerah," ungkapnya.
©2021 Liputan6.com/Helmi FithriansyahTidak hanya itu, dia juga mengakui hal serupa terjadi dengan kasus aktif. Kemudian kata dia banyaknya kasus sembuh yang belum dilaporkan. "Terjadi dengan kasus aktif banyak kasus sembuh yang belum terlaporkan," bebernya.
Sebab itu, saat ini pemerintah terus mengambil langkah untuk memperbaiki dalam pendataan. Sehingga bisa memastikan data tersebut akurat. Jika data tersebut sudah selesai, Jodi memastikan angka kematian akan dimasukan kembali dalam indikator penentuan PPKM level 1-4.
"Sedang dilakukan clean up data, diturunkan tim khusus untuk ini. Nanti akan diinclude indikator kematian ini jika data sudah rapih. Sementara ini masih kita gunakan lima indicator lain untuk assessment seperti BOR, kasus konfirmasi, perawatan di RS, tracing, testing, dan kondisi sosio ekonomi masyarakat," ungkapnya.
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
KPU Catat per 16 Februari: 23 Petugas KPPS dan 3 PPS Pemilu Meninggal Dunia
Baca SelengkapnyaDari data terbarunya, ada 84 petugas pemilu yang meninggal dunia dengan rincian 71 dari unsur KPU dan 13 dari Bawaslu
Baca SelengkapnyaKemenkes RI sudah mengirimkan vaksin Inavac ke Dinkes Sumsel.
Baca SelengkapnyaKemenkes mencatat 27 kasus kematian petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) pada Pemilu 2024.
Baca SelengkapnyaPSC 119 merupakan layanan cepat tanggap darurat untuk masyarakat, termasuk anggota KPPS.
Baca Selengkapnya"Kemarin agak sedikit ya, tapi ada yang meninggal ya," kata Dewan Pakar Timnas AMIN, Bambang Widjojanto
Baca SelengkapnyaKemenkes mencatat ada 27 kasus kematian petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) pada Pemilu 2024.
Baca SelengkapnyaInformasi Jokowi terima dari Menkes, kasus Covid-19 masih dalam kondisi yang baik meski memang ada kenaikan.
Baca SelengkapnyaMenteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebut, data petugas pemilu 2024 yang meninggal tahun ini turun jauh ketimbang tahun 2019.
Baca SelengkapnyaTjandra Yoga Aditama mengatakan, tren peningkatan laju kasus Covid-19 di Indonesia dan sejumlah negara lain masih perlu diwaspadai.
Baca SelengkapnyaKementerian Kesehatan juga menyatakan bahwa ada 13.675 petugas pemilu yang tengah dirawat.
Baca SelengkapnyaData Kemenkes per 14 April 2024 menunjukkan ada 62.001 pasien DBD dengan jumlah kematian 475 orang meninggal dunia.
Baca Selengkapnya