Pentingnya Soft Approach dalam Penanganan Aksi Terorisme
Merdeka.com - Upaya soft approach dinilai penting dalam penanganan terorisme. Pola tersebut yakni dengan melakukan dialog, pencegahan konflik, pemberdayaan masyarakat muda, menjaga keamanan warga.
Hal itu yang didorong NasDem di hari ketiga Sidang Parlemen Dunia yang dilangsungkan di Berlgrad, Serbia. Sejumlah isu dibahas termasuk terorisme dalam Perdamaian dan Keamanan Internasional (Peace and Internasional Security).
Wakil dari Fraksi Partai NasDem Willy Aditya yang turut hadir dalam kesempatan tersebut menyampaikan tentang pentingnya penanganan terhadap terorisme. Menurutnya, terorisme masih menjadi ancaman yang nyata bagi dunia. Indonesia menjadi salah satu negara yang terus mendapatkan ancaman tersebut.
-
Siapa yang terkena dampak terorisme di Indonesia? Di Indonesia, aksi terorisme telah menyebabkan banyak kerugian dan korban. Mereka menjadi korban terorisme mengalami disabilitas seumur hidupnya, bahkan tak sedikit juga yang harus meregang nyawa.
-
Siapa yang terlibat dalam kerusuhan ini? Pada saat itu Maroko adalah protektorat Prancis, dan komisaris Prancis untuk Oujda, René Brunel, menyalahkan kekerasan yang terjadi pada orang-orang Yahudi karena meninggalkan Oujda dan bersimpati dengan gerakan Zionis.
-
Siapa yang terlibat dalam perseteruan ini? Keputusan ini muncul sebagai bagian dari perseteruan panjangnya dengan mantan suaminya, Atalarik Syach.
-
Siapa yang terlibat dalam koalisi? Koalisi dibentuk oleh beberapa partai agar dapat mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden berdasarkan Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu
-
Siapa yang menjadi korban serangan? Menurut informasi, suara tersebut berasal dari bom yang diledakan oleh Israel dan menargetkan para pengungsi yang berada di bangunan tersebut.
-
Siapa yang terlibat? Konflik pribadi adalah konflik yang melibatkan satu individu dengan individu lainnya.
"Terakhir kasus yang menimpa Menteri Polhukam kami, Bapak Wiranto, di Pandeglang, Banten. Pola serangannya bahkan sudah berbeda, tidak menggunakan bom atau senjata api lagi, tetapi sudah serangan dengan senjata tajam. Hal ini menunjukkan bahwa terorisme masih terus eksis dan semakin berani," ucapnya, Rabu (16/10).
Merujuk berbagai laporan yang ada Willy melanjutkan, kawasan Asia Tenggara memang menjadi persemaian baru bibit terorisme. Pasca kalahnya ISIS di Suriah, banyak para kombatannya terutama yang berasal dari Asia, menjadi Asia Tenggara sebagai kawasan untuk menyusun kekuatan baru mereka.
"Apa yang terjadi di Filipina Selatan beberapa waktu yang lalu menjadi salah satu indikasinya," imbuhnya.
Lulusan Cranfield University bidang Defends Studies ini kemudian menyampaikan tentang pentingnya pendekatan lunak (soft approach) dalam penanganan aksi terorisme. Salah satu bentuknya adalah tindak pencegahan yang dipayungi oleh undang-undang.
Menurut Willy, pasca pengesahan revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme di Indonesia, aksi teror tidak hanya bisa dideteksi melainkan juga ditindak sejak dini.
"Jika seseorang terlihat terlibat dalam jaringan teror, dia bisa langsung ditindak," ucapnya.
Ini yang membedakannya dengan payung hukum sebelumnya, di mana Densus 88 baru bisa menindak ketika tindakan teror terjadi.
Dengan payung hukum tersebut Densus 88 juga telah melakukan penangkapan terhadap anggota jaringan kelompok teror di berbagai wilayah di Indonesia.
Selain payung hukum, keberadaan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menjadi wujud lainnya dalam pendekatan lunak terhadap terorisme.
"Terorisme itu sejatinya aksi politik, dan politik itu adu kecerdasan, adu siasat. Dalam kasus ini, BNPT telah banyak melakukan deradikalisasi terhadap pentolan-pentolan teroris. Terdapat lebih dari 600 narapidana dan mantan narapidana perkara terorisme yang menjalani program deradikalisasi. Dan dari 600 itu, hanya tiga orang yang kembali melakukan teror," papar Willy.
Tidak berhenti di situ, adanya ormas-ormas keagamaan yang moderat juga menjadi agen dalam penanganan aksi terorisme. Jika BNPT bertugas melakukan deradikalisasi maka ormas-ormas yang berhaluan moderat ini melaksanakan program kontra radikalisme.
"Jadi mereka lebih banyak berada di wilayah perlawanan wacana," katanya.
Selain terorisme, isu lain yang mengemuka dalam agenda tersebut adalah mengenai senjata nuklir dan money laundry.
(mdk/rhm)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pemerintah perlu meluruskan narasi beredar soal konflik Suriah di media sosial agar tidak menyesatkan masyarakat
Baca SelengkapnyaAjakan ke Suriah sengaja dihembuskan oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab
Baca SelengkapnyaSebanyak 18 warga Poso yang merupakan mantan simpatisan jaringan teroris mengucapkan ikrar setia kepada NKRI di Mapolres Poso, Kamis (13/6).
Baca SelengkapnyaKelompok pemberontak Suriah akhirnya berhasil menggulingkan rezim Bashar al-Assad setelah upaya dilakukan sejak 2011.
Baca SelengkapnyaAl-Julani mengatakan Israel tidak perlu lagi menyerang Suriah karena iran dan Hizbullah sudah tidak ada.
Baca SelengkapnyaKeberlanjutan pembinaan resmi dari Pemerintah inilah yang akan memperkuat komitmen mantan anggota JI.
Baca SelengkapnyaKepala BNPT ungkap terjadi perubahan tren pola serangan terorisme di Indonesia.
Baca SelengkapnyaSetelah pemberontak merebut ibu kota Damaskus, pemerintah dikuasai kelompok Hayat Tahrir al-Sham (HTS).
Baca SelengkapnyaCawi, Eli Susanti dan Rohayati, tiga warga negara Indonesia asal Indramayu, Jawa Barat semula dijanjikan pekerjaan di berbagai negara, bukan ke Suriah.
Baca SelengkapnyaUpaya membangun masyarakat lebih baik melalui pendidikan, ekonomi, dan sosial juga merupakan bagian dari jihad
Baca SelengkapnyaDalam lawatannya ke Tanah Papua, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto mengatakan mengutamakan pendekatan lembut
Baca SelengkapnyaPerang baru kembali pecah di Negara Arab. Pasukan pemberontak antipemerintah berhasil mengambil alih Aleppo di Suriah dari rezim Bashar Al Assad.
Baca Selengkapnya