Penyakit yang Bisa Hapus Tindak Pidana Seseorang
Merdeka.com - Polisi menetapkan mantan politisi Demokrat Ferdinand Hutahaean sebagai tersangka kasus dugaan ujaran kebencian mengandung SARA. Sebelum ditahan, Ferdinand meminta penangguhan penahanan karena punya riwayat gangguan syaraf. Bahkan sebelum jadi tersangka, Ferdinand juga sempat menolak untuk diperiksa karena alasan yang sama.
Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan dalam kasus Ferdinand, dia mesti bertanggungjawab atas perbuatannya meski dibilang punya penyakit syaraf. Pasalnya, orang yang berpendapat di medsos termasuk ujaran orang waras.
"Dia dengan sadar kok ujarannya, di medsos pun sebenarnya ujaran orang waras, dia ngerti hak dan kewajibannya dia berpendapat gini gitu dia ngerti, penyakit jseperti itu gak bisa, (tetap) dipertanggung jawabkan dalam pidana, dia tetap diperlakukan sebagai orang normal," katanya saat dihubungi, Selasa (11/1).
-
Siapa yang meminta polisi untuk tidak mengintimidasi? Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni mengimbau agar kepolisian tidak melakukan intimidasi atau tekanan kepada seluruh pihak menjelang berakhirnya masa kampanye Pemilu 2024.
-
Bagaimana Anies meminta agar masyarakat tidak menghukumnya? Oleh karena itu, Anies meminta agar masyarakat tidak menghukumnya dengan janji-janji pemimpin lain yang tidak dipenuhi.
-
Kenapa Anies meminta masyarakat agar tidak menghukumnya? Oleh karena itu, Anies meminta agar masyarakat tidak menghukumnya dengan janji-janji pemimpin lain yang tidak dipenuhi.
-
Kenapa sifat hasad dilarang? Hasad merupakan perbuatan tercela hingga dilarang untuk dikerjakan umat manusia. Sebagaimana sabda Rasulullah berikut ini,'Jauhilah hasad (dengki), karena hasad dapat memakan kebaikan seperti api memakan kayu bakar.' (HR Abu Dawud).
-
Apa kata-kata untuk orang yang membenci? 30 Kata-kata untuk Orang yang Membenci Kita Tanpa Sebab, Bisa jadi Sindiran Untuk menyadarkan mereka, ada berbagai kata-kata untuk orang yang membenci kita tanpa sebab. Kata-kata untuk orang yang membenci kita tanpa sebab bisa menjadi alat yang tepat untuk mengutarakan isi hati.
-
Siapa yang bisa dianggap menyinggung? Apa yang dianggap 'bahasa yang tidak pantas' oleh seorang kolega bisa jadi tampak tidak berbahaya bagi kolega lain, kata Brandon Smith, seorang terapis dan pelatih karier yang dikenal sebagai The Workplace Therapist.
Dia menambahkan, jika seseorang mengalami stres ataupun gangguan kejiwaan dan berujar yang menyebabkan keonaran di medsos mesti diperiksa lebih jauh. Sebab, secara logika orang tersebut sadar dan belum tentu penyakitnya bisa mengesampingkan pidananya.
"Logikanya kalau orang bisa masuk ke media sosial cara berpikirnya juga masih sehat, masih logic, dia tahu akunnya sendiri, dia tahu masuk dari mana akunnya segala macam, artinya ada kesadarannya," tutup Abdul.
Penyakit yang Tak Bisa Dipidana
Fickar menjelaskan terkait bisa atau tidaknya seseorang dipidana jika mengalami suatu penyakit. Dia menyatakan bahwa orang yang mengalami penyakit gangguan jiwa tidak harus dipidana.
"Sebenarnya tidak ada yang bisa menghilangkan tanggung jawab pidana seseorang kecuali penyakit jiwa," papar Fickar.
Menurutnya, pikiran orang yang mengalami penyakit kejiwaan tak bisa dipertanggungjawabkan. Oleh karenanya, dia direkomendasikan untuk menjalani perawatan sesuai rekomendasi ahli lalu hakim.
"Umpamanya maki-maki orang atau mukul orang tapi ketika diperiksa dia gila, dia hilang kesadarannya dia stres atau gimana, diperiksa kan itu oleh dokter ahli, atau dasar rekomendasi dokter ahli maka hakim bisa menghukum dalam tanda kutip memasukkannya dalam perawatan," ucapnya.
"Jadi dia bukan dihukum pidana tapi dirawat dirumah sakit sebagaimana semestinya," tambah Abdul.
Dia mengungkapkan, pasal 44 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana menyatakan, orang yang melakukan perbuatan pidana tetapi dia jiwanya tidak bisa dipertanggungjawabkan karena cacat maka dia tidak harus dipidana.
"Orang gila memang enggak bisa dipidana karena enggak punya pikiran yang pasti itu," ujarnya.
"Tapi kalau yang tidak terganggu sakitnya bukan sakit jiwa, sama tidak ada kompensasi apa-apa," tambah Abdul.
Isi Pasal 44 KUHP
Dalam Pasal 44 KUHP sendiri disebutkan bahwa:
(1) Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana.
(2) Jika ternyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggungkan kepada pelakunya karena pertumbuhan jiwanya cacat atau terganggu karena penyakit, maka hakim dapat memerintahkan supaya orang itu dimasukkan ke rumah sakit jiwa, paling lama satu tahun sebagai waktu percobaan.
(3) Ketentuan dalam ayat 2 hanya berlaku bagi Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi, dan Pengadilan Negeri.
(mdk/ray)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Memiliki ketergantungan dengan obat-obatan terlarang, pria asal Palembang ini mengidap penyakit skizofrenia. Ada sebuah fakta menyentuh hati yang terungkap.
Baca SelengkapnyaPemerintah melarang warga negara untuk memasung, menelantarkan dan melakukan kekerasan terhadap orang dengan gangguan jiwa atau ODGJ.
Baca SelengkapnyaKomisi Pemilihan Umum (KPU) memastikan kelompok penyandang disabilitas mental atau orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) memiliki hak suara dalam Pemilu 2024.
Baca SelengkapnyaODGJ nekat melawan arus menggunakan mobil dengan kecepatan tinggi
Baca SelengkapnyaAkmal menjelaskan kemungkinan dikeluarkannya SP3 itu setelah keluarnya hasil pemeriksaan kondisi kejiwaan Tarsum
Baca Selengkapnya