Penyelidikan Kematian Mahasiswa UHO Terkendala Penolakan Autopsi Oleh Keluarga
Merdeka.com - Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara menyatakan proses penyelidikan kasus kematian Muhammad Yusuf Kardawi pada 26 September 2019 terkendala akibat penolakan pihak keluarga jika anaknya dilakukan autopsi. Proses penyelidikan atas kematian Yusuf Kardawi belum dapat ditingkatkan ke tahap penyidikan akibat terkendala belum dilakukan autopsi.
"Anggota kami sudah datang menemui orang tua Yusuf untuk minta izin agar dilakukan autopsi, namun tidak ada izin dari orang tua korban," kata Direktur Reserse dan Kriminal Umum Polda Sultra AKBP Bambang Wijanarko di Kendari, Selasa (28/9).
Dia mengatakan akibat tidak dilakukan autopsi kepada jenazah korban maka polisi kesulitan mengetahui penyebab kematian Yusuf apakah benda tembus atau hantaman benda tumpul.
-
Mengapa korban diduga meninggal? Diduga kuat, korban meninggal karena sakit karena tidak ditemukan luka akibat kekerasan.
-
Bagaimana korban meninggal? 'Dalam proses dari Lampung ke Jakarta ini (korban) pendarahan hebat. Pelaku juga mengetahui bahwa si korban sedang pendarahan. Pelaku ini mengetahui bahwa korban sedang pendarahan hebat, namun dibiarkan saja, sehingga korban kehabisan darah dan meregang nyawa,' kata dia.
-
Bagaimana mahasiswi itu bisa tewas? 'Hasil pemeriksaan fisik sementara kita indikasikan kemungkinan pembunuhan karena terdapat luka terbuka pada beberapa bagian tubuh. Di punggung tangan dan sekitarnya,' kata Rizka.
-
Siapa yang ditemukan meninggal? Saat itu, ditemukan seorang pria atas nama W (55) dalam keadaan tak bernyawa.
-
Bagaimana kematian korban diketahui? Kematian korban diketahui pertama kali oleh penghuni apartemen yang mencium aroma kurang sedap.
-
Apa yang dialami korban? 'Dia alami luka cukup serius. Setelah kejadian, korban kemudian dilarikan ke RSUD Dekai, guna mendapatkan penanganan medis,' kata Kapolres Yahukimo AKBP Heru Hidayanto.
Bambang menuturkan autopsi dalam penyelidikan penting dilakukan sehingga dapat diketahui penyebab kematian Yusuf sehingga polisi dapat menentukan terduga.
"Autopsi itu untuk kita mencari penyebab luka itu, baru arah penyelidikan ini lebih terarah sehingga kita bisa menyimpulkan, setelah itu baru bisa mencari terduganya siapa," tutur dia.
Muhammad Yusuf Kardawi mahasiswa Jurusan D-3 Teknik Sipil Program Pendidikan Vokasi (PPV) Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari angkatan 2018 yang tewas saat aksi unjuk rasa di gedung DPRD Sultra ketika menyuarakan penolakan terhadap penolakan RUU KUHP dan revisi UU KPK.
Selain Yusuf, mahasiswa lainnya juga tewas bernama Randi mahasiswa Jurusan Budi Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) UHO Kendari angkatan 2016.
Randi tewas hari itu juga setelah tertembak peluru petugas kepolisian yang membubarkan aksi unjuk rasa, sementara Yusuf Kardawi sempat dirawat di ICU RS Bahteramas Kendari akibat luka parah di bagian kepalanya.
Satu hari kemudian, tepatnya pada Jumat (27/9) dini hari, Yusuf mengembuskan nafas terakhir di Rumah Sakit Bahteramas Kendari.
Mengenang dua tahun kematian dua mahasiswa UHO Kendari itu, ribuan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Kota Kendari turun ke jalan pada 27 September 2021. Mereka menuntut agar adanya penetapan tersangka terkait kematian Yusuf.
Demonstrasi yang dilakukan di simpang empat Markas Polda Sultra sempat berlangsung aman dimulai pukul 12.00 WITA hingga massa membubarkan diri setelah ditemui ibu Yusuf pada pukul 18.15 WITA.
Namun mereka tak kunjung membubarkan diri, bahkan kekesalan mereka dilampiaskan dengan melakukan aksi blokade jalan, hingga dipukul mundur paksa oleh pihak kepolisian. Mereka berhasil dibubarkan kepolisian pada pukul 21.35 WITA.
Investigasi KontraS Mahasiswa UHO Yusuf Ditembak Kemudian Dipukuli
Hasil laporan investigasi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menunjukkan, mahasiswa Universitas Halu Oleo (UHO) Muh Yusuf Kardawi yang tewas saat demonstrasi diduga terkena tembakan baru dipukuli.
"Kalau kita lihat polisi banyak fokus pada peristiwa (penembakan) La Randi, tetapi kami menduga Yusuf juga. Namun, kami belum tahu apakah itu tembakan langsung atau serpihan proyektil," ujar Kepala Divisi Pembelaan Hak Asasi Manusia KontraS Arif Nur Fikri di Jakarta, Senin kemarin. Dikutip dari Antara.
Kontras mendalami peristiwa yang terjadi pada 26 September 2019 di Kendari itu dengan mewawancarai beberapa saksi di lapangan yang melihat penembakan, lembaga perwakilan negara serta tim kuasa hukum dua mahasiswa yang menjadi korban.
Arif menuturkan dari investigasi itu, diduga penembakan pertama terjadi kepada Yusuf Kardawi di pintu samping Dinas Ketenagakerjaan, baru disusul penembakan kepada La Randi yang berjarak ratusan meter dari Yusuf Kardawi.
Salah satu saksi yang diwawancarai KontraS mengaku melihat Yusuf Kardawi terjatuh, tetapi ketika hendak menolong merasa terancam dengan senjata api yang diarahkan kepadanya oleh diduga aparat kepolisian berpakaian preman.
"Saat dia lari dia lihat Randi jatuh tertembak. Ini dikonfirmasi oleh saksi lain. Ada polisi keluar lewat kantor Dinas Ketenagakerjaan menghampiri Yusuf dan melakukan pemukulan," ujar Arif.
Selanjutnya setelah situasi mereda, rekan-rekan Yusuf Kardawi membawanya ke rumah sakit dengan kondisi luka di kepala.
Di sekitar lokasi tersungkurnya Yusuf Kardawi dan La Randi, beberapa saksi menemukan sejumlah selongsong peluru yang kemudian diserahkan kepada Ombudsman RI perwakilan Sulawesi Tenggara. Barang bukti itu kemudian diserahkan oleh Ombudsman kepada Polda Sulawesi Tenggara.
Sementara itu, Koordinator KontraS Yati Andriyani menyerukan polisi yang menembak dua mahasiswa harus diproses hukum, tidak hanya etik dan prosedur.
"Kami menyatakan akuntabilitas Polri dalam penanganan kasus ini tidak hanya mengedepankan pengungkapan pelanggaran etik dan prosedur, Kapolri harus memprioritaskan akuntabilitas kasus ini melalui ranah pertanggungjawaban pidana," ujar Yati Andriyani.
Bukti-bukti jatuhnya korban jiwa dalam penggunaan senjata api dinilainya cukup untuk segera dilakukan penetapan tersangka penembakan mahasiswa, meski selongsong peluru yang ditemukan saksi tidak diketahui kelanjutan prosesnya.
Tindakan Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian mencopot Kapolda Sulawesi Tenggara disebutnya tidak cukup karena pelaku penembakan masih belum terungkap.
Dari investigasi yang dilakukan, KontraS menyimpulkan terjadi dugaan tindakan di luar prosedur dalam pengamanan unjuk rasa oleh aparat kepolisian dengan menggunakan kekuatan tidak proporsional dan terukur.
Yati mengatakan berdasarkan keterangan saksi peristiwa, diduga penembakan dengan senjata api sejak awal digunakan untuk tujuan pembubaran massa mahasiswa Universitas Halu Oleo.
"Dalam pengamanan unjuk rasa, kepolisian punya prosedur operasional standar dalam tahapan tertentu, tapi dalam hal ini kami menduga penggunaan senjata api sejak awal," tutur dia.
Sementara itu, tim investigasi gabungan Mabes Polri dan Polda Sulawesi Tenggara memeriksa 21 saksi untuk mengungkap kematian Yusuf Kardawi dan La Randi. Saksi itu terdiri atas 16 orang dari unsur kepolisian, dua mahasiswa dan tiga warga.
"Penyidik terus bekerja untuk mengungkap pelaku penembakan terhadap mahasiswa Randi dan penganiaya Muh Yusuf Kardawi. Sudah 16 anggota polisi yang bersaksi dan kemungkinan masih akan bertambah saksi yang dimintai keterangan," kata Kabid Humas Polda Sultra AKBP Harry Goldenhart.
(mdk/gil)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Polisi Beberkan Kendala Kasus Tewasnya Mahasiswa UI Akseyna, Begini Reaksi Keluarga
Baca SelengkapnyaPolisi sempat kesulitan untuk mengetahui identitas dari jenazah Akseyna.
Baca SelengkapnyaNama Harun kembali mencuat setalah calon Presiden nomor urut 1, Anies Baswedan mengundang dan akan membantu menjawab keadilan orangtua Harun, Didin.
Baca SelengkapnyaKepala Rumah Sakit (Karumkit) Polri Kramat Jati, Brigjen Hariyanto mengaku kesulitan mengautopsi kedua jenazah.
Baca SelengkapnyaPolda Sumbar Tegaskan Tak Akan Bongkar Makam Afif Maulana: Kita Ikuti Hasil Autopsi
Baca SelengkapnyaTemuan tim PDFMI Afif Maulana meninggal karena luka yang diderita usai jatuh dari ketinggian.
Baca SelengkapnyaKomnas HAM RI menduga kuat terjadi perintangan penyidikan atau "obstruction of justice" dalam kasus kematian Afif Maulana.
Baca SelengkapnyaKapolda yakin proses autopsi awal telah dilakukan secara profesional.
Baca SelengkapnyaSembilan tahun kasus pembunuhan mahasiswa Universitas Indonesia (UI), Akseyna Ahad Dori belum juga terungkap.
Baca SelengkapnyaSembilan tahun lalu, tepatnya 26 Maret 2015, mahasiswa Akseyna Dori ditemukan tewas di Danau Kenanga, Universitas Indonesia.
Baca SelengkapnyaKesulitan melacak jejak digital satu keluarga itu setelah polisi melihat kondisi handphone sudah tidak utuh.
Baca SelengkapnyaKasus kematian santri pondok pesantren Raudhatul Mujawwidin di Rimbo Bujang, Kabupaten Tebo, Jambi, yang bernama Airul Harapan masih penuh misteri.
Baca Selengkapnya