Peredaran obat palsu telah berlangsung 10 tahun lalu
Merdeka.com - Peredaran obat palsu yang baru saja diungkap kepolisian kembali mencoreng dunia kesehatan Tanah Air. Koordinator Pengaduan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Sularsi, mengaku laporan masyarakat soal obat palsu sudah lama beredar tapi kenapa baru kali ini terungkap.
"Sebenarnya peredaran obat palsu ini terjadi sudah lama sekali. 10 tahun lalu, ada pengaduan masyarakat mengenai obat palsu, yang kami cek di lapangan," ungkap Sularsi dalam diskusi 'Polemik Obat Palsu, Siapa Mau?' di Warung Daun, Cikini, Jakpus, Sabtu (10/9).
Dijelaskannya, laporan pertama diterimanya sekitar 2005 lalu. Produsen yang diamankan mengaku obat palsu yang beredar tak lepas dari campur tangan oknum yang tidak bertanggung jawab.
-
Bagaimana DPR minta polisi tangani nopol palsu? Terakhir, Sahroni juga meminta Polri terus lakukan razia pelat rahasia palsu secara berkala. Agar, memberikan efek jera kepada para pemalsu.'Jadi polisi harus terus lakukan razia di jalanan, beresin yang masih nekat-nekat itu, publikasikan kalau perlu. Agar memberi efek jera dan peringatan kepada para pelaku. Ini pelanggaran yang fatal loh soalnya,' tutup Sahroni.
-
Kenapa DPR khawatir akan lonjakan narkoba? Saya jadi khawatir momentum mudik kemarin dijadikan sebagai jalur transaksi oleh para pengedar. Dia bawa narkoba ntah dari luar negeri atau suatu daerah, masuk ke daerah lainnya. Untuk itu setiap Polda, Polres, hingga Polsek, wajib pantau wilayahnya masing-masing. Pastikan tidak ada lonjakan narkoba,' tambah Sahroni.
-
Bagaimana DPR ingin polisi tangani narkoba? Mengomentari hal ini, Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni berharap polisi terus melakukan pembaruan terhadap modus-modus yang digunakan pelaku kejahatan, dalam hal ini penyalahgunaan narkoba. 'Nah ini nih, makin ke sini para pengedar narkoba itu makin banyak akalnya. Momen mudik Lebaran pun dipakai untuk aji mumpung. Karenanya, polisi harus cerdik dalam mengungkap setiap modusnya. Harus berpikir out of the box dalam menebak cara-cara mereka'.
-
Kenapa DPR dukung polisi tindak tegas nopol palsu? 'Bagus, pengguna pelat rahasia palsu memang wajib ditindak secara tegas dan keras. Karena sudah pasti, para pemalsu pakai ini buat gagah-gagahan, sewenang-wenang, yang berujung merugikan para pengguna jalan lainnya. Jadi diberi hukuman saja kalau ada yang kedapatan masih memakai. Toh sudah jelas-jelas nggak boleh, masih nekat pula,' ujar Sahroni dalam keterangan, Senin (29/1).
-
Apa yang DPR minta KPK usut? 'Komisi III mendukung penuh KPK untuk segera membongkar indikasi ini. Karena kalau sampai benar, berarti selama ini ada pihak yang secara sengaja merintangi dan menghambat agenda pemberantasan korupsi.'
-
Kenapa DPR RI ingatkan soal uang palsu? 'Untuk itu, kita harus mewaspadai hal tersebut. Apalagi motifnya semakin canggih. Ada uang yang dimutilasi, ada juga uang yang dicat ulang sehingga menyerupai pecahan uang tertentu. Khususnya pada pecahan uang rupiah baru yang sampai saat ini masih banyak masyarakat yang belum bisa membedakan dengan baik,' ucap Puteri.
"Saat itu kami memutuskan untuk tak mengumumkan ke publik untuk menjaga nama baik produsen obat yang (obatnya) dipalsukan," jelasnya.
Menurutnya, untuk mengetahui perbedaan obat asli atau palsu, harus ada konfirmasi dari perusahaan industri farmasi itu sendiri. Jika tidak, masyarakat menjadi bingung dan bukan tidak mungkin menimbulkan korban.
"Apabila ada pengawasan, harus dari hulu ke hilir. Sebab apabila kalau di hilir saja, masyarakat enggak tahu mana obat palsu atau yang asli. Tapi kalau dari hulunya, akan ada pengawasan yang baik, aktor utamanya akan segera ditindak, karena obat palsu ini kan kita seperti mempertaruhkan nyawa bangsa ini," terang Sulastri.
"Jangan sampai ada penindakan tapi putusan hakim tidak menimbulkan efek jera. Terkadang hanya hukuman percobaan, tapi tidak secara maksimal. Jadi ketika ada produsen obat palsu, harus diproses secara tegas dan jelas. Perlu ada pasal yang berlapis, tidak hanya dijerat UU kesehatan dan UU perlindungan konsumen saja, tapi juga UU money laundry agar memberikan efek jera," tandas Sulastri.
Dalam kesempatan yang sama, Komisi IX DPR mendorong terbentuknya Peraturan Presiden dan Rancangan Undang-Undang (RUU) terkait pengawasan obat dan makanan, sehingga kewenangan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dapat diperluas.
"Penguatan pertama adalah Perpres-nya, dan mungkin dalam waktu dekat penguatan itu akan keluar. Penguatan kedua adalah RUU nya. Dulu dalam RUU itu BPOM pernah disisipkan kesediaan farmasi dan pengawasan obat, jadi sekarang kami di Komisi IX mengatakan BPOM harus punya UU sendiri. Saat ini UU yang diusulkan, ini inisiatif DPR ya, RUU pengawasan obat dan makanan," kata Ketua Komisi IX DPR RI, Dede Yusuf.
Usulan tersebut harus dimasukkan terlebih dahulu ke Badan Legislasi (Baleg), walaupun harus menunggu hingga tahun 2017 mendatang. Sebab, proses pengesahan RUU tersebut membutuhkan waktu, yang nantinya akan mereka dorong melalui Peraturan Presiden (Perpres)
"Tapi harus kita masukan dulu ke Baleg, Baleg ini tentu akan dijadikan prioritas, bisa jadi di tahun 2017. Nah karena masih lama, Perpres ini yang bisa kami usulkan untuk BPOM. Kami mendesak Presiden untuk mengesahkan Perpres ini dalam waktu 30 hari ke depan. Karena sekarang dengan peak-peak nya BPOM melakukan kegiatan, payung hukumnya belum ada," lanjutnya.
Hingga saat ini perluasan kewenangan BPOM baru hanya dengan mengubah Permenkes dengan nomor 58, 35 dan 30 menjadi 34, 35 dan 36 yang isinya mengizinkan BPOM untuk melakukan pengawasan dan uji sampling pada rumah sakit, klinik maupun apotek. Namun, hal tersebut baru sebatas pengawasan di fasilitas kesehatan milik pemerintah dan belum sampai ke pihak swasta.
"Perpres ini diharapkan memberikan kewenangan itu tadi sambil menunggu UU, yang bisa setahun atau setengah tahun tergantung perdebatan di DPR-nya," tutur Dede.
Padahal, kata dia, bila pengawasan BPOM diperluas, nantinya kewenangan BPOM akan seperti Badan Narkotika Nasional (BNN) atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang dapat melakukan penyelidikan dan penindakan secara langsung.
"Semangatnya ke sana (kewenangan BPOM akan seperti BNN), saya kira BPOM ini baru berfungsi di bidang pengawasan, lalu izin edar, jadi masih normatif. Jadi nantinya akan ada kewenangan penindakan, penyidikan dan penyelidikan dan pencegahan, seperti KPK atau BNN," pungkas Dede.
(mdk/lia)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Rata-rata produk obat yang dilakukan penarikan diketahui Tidak Memenuhi Syarat (TMS) keamanan maupun izin edar.
Baca SelengkapnyaKepala BPOM RI Taruna Ikrar menegaskan komitmennya untuk menindak tegas jaringan mafia skincare.
Baca SelengkapnyaMulanya pihak produsen mengajukan izin usaha kosmetik untuk menjual barang dagangannya.
Baca SelengkapnyaProduk kosmetik impor ilegal berhasil diamankan dari berbagai wilayah di antaranya Sumatera, Jawa, Kalimantan, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi, dan Papua.
Baca SelengkapnyaProduk kosmetik impor ilegal berhasil diamankan pada operasi ini di berbagai wilayah Sumatera, Jawa, Kalimantan, NTT, Sulawesi, dan lain-lain.
Baca SelengkapnyaKepala BPOM Taruna Ikrar, menyebut produk kosmetik impor ilegal tersebut sebagian besar produk berasal dari China, Filipina, Thailand dan Malaysia.
Baca SelengkapnyaSigit mengatakan, pihaknya mendukung penuh apa yang menjadi program dan kebijakan BPOM dalam melaksanakan tugasnya.
Baca SelengkapnyaMeskipun bahan baku skincare telah terdaftar, namun jika overclaim tetap akan ditindak BPOM.
Baca SelengkapnyaTemuan tersebut berdasarkan hasil pengujian produk kosmetik yang beredar dalam kurun waktu November 2023 sampai Oktober 2024.
Baca SelengkapnyaKetamin bisa menghilangkan rasa sakit serta kesadaran guna prosedur bedah dan diagnostik.
Baca SelengkapnyaIkrar menyataan akan menjalankan arahan yang dititipkan Presiden Jokowi dan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.
Baca Selengkapnya