Peristiwa Kanigoro, saat massa PKI menyerang masjid selepas subuh
Merdeka.com - Di era 1960an, gesekan antara massa pendukung Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan kelompok-kelompok penentangnya terus memanas. Tak jarang berujung bentrok antara kedua pihak. Saat PKI di atas angin, mereka yang menindas lawan-lawannya. Saat angin politik berubah, massa antikomunis ganti membantai orang-orang PKI.
Para pelaku sejarah tak bisa melupakan tragedi di Desa Kanigoro, Kecamatan Kras, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, yang terjadi pada tahun 1965.
"Kami sudah berusaha mencoba melupakannya, tapi tragedi itu tetap saja tak bisa sirna dari ingatan masa lalu yang kelam itu," kata Akhyar, salah seorang saksi mata Tragedi Kanigoro saat ditemui di MTs Negeri Kanigoro. Demikian dikutip dari Kantor Berita Antara.
-
Apa yang terjadi pada kerusuhan ini? Dalam peristiwa tersebut, 47 orang Yahudi dan satu orang Prancis terbunuh, banyak yang terluka, dan harta benda dirusak.
-
Siapa yang terlibat dalam kerusuhan ini? Pada saat itu Maroko adalah protektorat Prancis, dan komisaris Prancis untuk Oujda, René Brunel, menyalahkan kekerasan yang terjadi pada orang-orang Yahudi karena meninggalkan Oujda dan bersimpati dengan gerakan Zionis.
-
Dimana kerusuhan terjadi? Prada Triwandi berani mengamankan masyarakat saat terjadi kerusuhan di wilayah Sentani, Kabupaten Jayapura.
-
Di mana kerusuhan terjadi? Kerusuhan anti-Yahudi terjadi pada 7–8 Juni 1948, di kota Oujda dan Jerada, di protektorat Prancis di Maroko sebagai tanggapan terhadap Perang Arab-Israel tahun 1948 yang diikuti dengan deklarasi berdirinya Negara Israel pada tanggal 14 Mei.
-
Kapan pembantaian PKI terjadi? Saat peristiwa pembantaian para anggota PKI yang terjadi pada kurun waktu tahun 1965-1967, Pak Darmadi masih duduk di kelas 4 SD.
-
Dimana keributan terjadi? Seorang anggota TNI Koramil 01/Purwodadi mengalami nasib yang kurang baik saat bertugas mengamankan acara hiburan solo organ di Dusun Tanjungan, Desa Ngembak, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Grobogan Jawa Tengah.
Pria yang sehari-sehari bekerja sebagai tenaga pesuruh di Madrasah Tsanawiyah Negeri tertua di Kediri itu menuturkan, tragedi yang terjadi pada 19 Januari 1965 masih terekam jelas dalam ingatannya.
"Saat itu ada sekitar 100 orang PII (Pelajar Islam Indonesia) dari seluruh daerah di Jawa Timur yang sedang mengikuti rapat bersama di Masjid At Taqwa usai salat subuh. Tiba-tiba datang segerombolan orang berpakaian hitam-hitam menyerang mereka," kata Akhyar yang saat itu bertugas mengamankan kegiatan tersebut.
Dia dan beberapa panitia keamanan acara tersebut tak berdaya menghadapi aktivis dan simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI) berpakaian hitam-hitam dengan jumlah mencapai ribuan orang pimpinan Suryadi yang langsung menyeruak ke dalam masjid membubarkan acara PII itu.
"Saya dan beberapa teman langsung digelandang ke kantor kecamatan dan kantor polisi yang ada di Kras. Kalau saat itu kami melawan, sudah barang tentu banyak jatuh korban jiwa di pihak kami," kata pria delapan anak dan tujuh cucu itu mengenang.
Karena masih tetangga dekat dengan Suryadi, Akhyar mengaku lebih beruntung dibandingkan dengan rekan-rekannya yang mengalami penyiksaan.
Dia menyebutkan, saat peristiwa itu terjadi, PKI telah menguasai seluruh pelosok Kediri, bahkan pejabat pemerintahan, kepolisian, dan tentara dikuasai oleh orang-orang dari partai pimpinan DN Aidit itu. Di Desa Kanigoro sendiri, perbandingan kalangan santri seperti Akhyar dengan orang komunis adalah 1:25.
"Sedangkan saat Tragedi Kanigoro itu terjadi, memang PKI sedang giat-giatnya memberangus orang-orang Masyumi. Mereka ini melihat PII sebagai underbouw dari Masyumi," katanya menuturkan.
Dia mengakui, setelah meletus Gerakan 30 September 1965 atau G-30S/PKI, warga masyarakat Kediri berhasil melakukan serangan balik dengan melucuti para pengikut PKI.
Desa Kanigoro dijadikan ajang pembantaian orang-orang PKI, dan mayat mereka dimasukkan ke dalam sebuah tanah galian besar yang saat ini dikenal oleh warga masyarakat sekitar dengan sebutan Makam Parik.
Demikian dengan Moningah (60) yang juga masih teringat dengan peristiwa pembantaian 1965 di Desa Kanigoro. "Kami ini sebenarnya orang kecil yang tidak tahu apa-apa dengan peristiwa itu," kata istri Sukani (63), salah satu pengurus PKI di Desa Kanigoro itu.
Dia mengaku, telah kehilangan sejumlah kerabatnya dalam peristiwa berdarah yang terjadi dalam rentang September hingga Oktober 1965.
"Tentu saya masih ingat peristiwa berdarah itu," kata perempuan dengan pandangan menerawang mengingat peristiwa yang terjadi saat dia masih berusia 18 tahun itu.
Tidak hanya kerabat dan anggota keluarganya yang menjadi korban, namun haknya sebagai warga negara diberangus.
Sampai-sampai, anak semata wayangnya tak mendapatkan kesempatan mengenyam pendidikan yang lebih tinggi, sehingga sehari-hari kerjanya hanya membantu Sukani mencetak gorong-gorong di rumahnya di Desa Kanigoro.
Tragis memang konflik di akar rumput yang menyisakan air mata dan kesedihan. Semoga tak perlu lagi terulang di Indonesia. (mdk/ian)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Perlawanan yang dilakukan kaum PKI terhadap pemerintah Hindia Belanda ini pecah di Minangkabau atau tepatnya di daerah Silungkang dekat tambang Sawahlunto.
Baca SelengkapnyaTNI versus Tokoh PKI Kebal Peluru, apa yang dilakukan untuk melawan PKI?
Baca SelengkapnyaPDI sempat pecah jadi dua, antara Kubu Soejadi dan Kubu Megawati.
Baca SelengkapnyaTerpilihnya Suwarno Kanapi sebagai Bupati Banyuwangi yang diusung PKI membuat lawan-lawan politiknya tidak puas.
Baca SelengkapnyaTercatat dalam peristiwa itu, sebanyak kurang lebih 65 orang terbunuh.
Baca SelengkapnyaAkibat kejadian tersebut terdapat kerugian enam unit sepeda motor yang dibakar massa, sedangkan korban jiwa dikabarkan nihil.
Baca SelengkapnyaKedua kubu awalnya hanya saling beradu argumen, namun situasi kian panas hingga diwarnai lemparan batu dan botol air mineral.
Baca SelengkapnyaMassa mengatasnamakan kader Golkar datang sekira pukul 14.00 Wib. Tidak berselang lama kemudian, terjadi kericuhan.
Baca SelengkapnyaMiliter ada di belakang aksi-aksi mahasiswa pasca G30S/PKI. Ini pengakuan para jenderal saat itu.
Baca SelengkapnyaSituasi kondusif setelah pihak kepolisian masuk ke ruang kongres sehingga dapat terkendali.
Baca SelengkapnyaKKB juga sempat terlibat kontak tembak dengan TNI-Polri.
Baca SelengkapnyaMereka mendesak Komnas HAM menetapkan peristiwa penyerbuan kantor DPP PDI sebagai pelanggaran HAM berat.
Baca Selengkapnya