Perjuangan Satgas TNI tempuh medan berat demi selamatkan warga Asmat
Merdeka.com - Kasus kekurangan gizi dan campak di Kabupaten Asmat menyebabkan sedikitnya 63 anak meninggal dunia. Pasukan TNI pun bergerak ke Papua dan menjadi ujung tombak operasi kemanusiaan di sana.
Kali ini bukan senjata yang mereka bawa, tetapi ribuan koli obat-obatan, makanan, susu serta fasilitas kesehatan untuk menolong warga Papua.
Tak mudah mencapai kampung-kampung terpencil di wilayah Asmat. Para dokter dan tenaga kesehatan TNI dibantu Dinkes setempat harus naik speedboat dan berjalan kaki menuju lokasi.
-
Bagaimana Satgas BAKTI mengatasi kendala di Papua? Sementara itu, terdapat 297 lokasi lainnya yang masih dalam tahap pembangunan karena menghadapi kendala masalah keamanan di wilayah Papua.
-
Apa yang diselamatkan oleh para perwira TNI? Semua kembali ke staf dengan membawa uang untuk pasukan-pasukan dan dinas-dinas untuk melaksanakan secara resmi timbang terima uang itu.
-
Dimana Tim SAR Parangtritis bertugas? Arif Nugraha, Koordinator Satlinmas Rescue Pantai Parangtritis, berbagi pengalaman saat bertugas menjaga kawasan tempat wisata itu.
-
Apa itu alutsista TNI AU? Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista) dibutuhkan sebagai urat nadi pertahanan. Pelindung langit Indonesia.
-
Bagaimana pesawat nirawak TNI AU bekerja? Tonny Harjono usai acara HUT ke-78 TNI AU di Lapangan Dirgantara AAU, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Senin, menjelaskan pesawat terbang tanpa awak itu berteknologi satelit sehingga mampu mendukung pertempuran 'beyond visual range' (BVR) atau pertempuran udara jarak jauh.
-
Apa yang dilakukan TNI? Peristiwa penyiksaan yang dilakukan sejumlah prajurit TNI terhadap seorang warga Papua diduga merupakan anggota Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) viral di media sosial.
Tanggal 19 Januari lalu, satgas kesehatan sudah melakukan operasi kemanusiaan di Kampung Kasuari, Sohomae, Suagai, Yerfun, Amagais, Amaru, Amkai dan beberapa kampung lainnya.
Dalam waktu dua hari, sudah 4.006 warga Asmat mendapat pelayanan kesehatan. Rinciannya 3.511 orang mendapat imunisasi, 55 orang mendapat penanganan gizi buruk, penderita campak 397 orang.
Ada juga penderita malaria empat orang, TBC empat orang serta dyapesia tiga orang dan tetanus dua orang.
Dansatgas Kesehatan TNI KLB Asmat, Brigjen TNI Asep Setia Gunawan,yang sehari-hari menjabat sebagai Danrem 174/ATW mengatakan bahwa selama satu bulan, para personel Tim Kesehatan Gabungan Satgas akan fokus terhadap penanganan campak. Apabila sudah bisa teratasi, tim akan bergeser ke tempat lain.
"Tim Kesehatan Daerah, baik dari TNI khususnya dari Kodam XVII/Cenderawasih akan tetap di sini, kita targetkan sampai tiga bulan untuk penanganan campak selanjutnya gizi buruk. Ini konsepnya akan berlanjut oleh Pemerintah Daerah," ujarnya.
Menurut Brigjen Asep, wabah penyakit campak dan difteri di kampung-kampung Kabupaten Asmat kebanyakan menyerang bayi dan anak-anak kecil.
Menembus Kampung Pedam Distrik Okbibab
Tim Satgas Kesehatan TNI Kejadian Luar Biasa (KLB) menemukan fakta kasus kurang gizi dan wabah penyakit campak tak hanya terjadi di Kabupaten Asmat. Sejumlah desa terpencil di Distrik Okbibab Kabupaten Pegunungan Bintang juga mengalami hal serupa.
Tanggal 20 Januari lalu, mereka bergerak ke Kampung Pedam. Tak mudah mencapai tempat itu. Dari Oxibil, ibu kota Kabupaten Pegunungan Bintang ke Okbibab harus terbang menggunakan Pesawat Pilatus atau helikopter selama 25 menit. Lalu disambung jalan kaki menembus belantara hutan dan jalan setapak selama satu hari penuh. Tim pendahulu saja sempat tertahan karena cuaca buruk dan sulitnya medan.
"Medannya sangat sulit," kata Kapuspen TNI Mayjen TNI M Sabrar Fadhilah.
Tanggal 21 Januari, tujuh dokter TNI yang merupakan spesialis anak, penyakit dalam dan penyakit kulit sudah mulai melakukan pengobatan. Dari data sementara ada empat orang dewasa dan 23 anak-anak menderita gizi buruk dan campak.
Tak bisa instan
Satgas Kesehatan TNI KLB juga menempatkan dua dokter spesialis anak di RSUD Agats, Kabupaten Asmat. Hal ini dilakukan karena jumlah penderita anak-anak yang dirujuk dan dirawat di rumah sakit tersebut sangat banyak.
Menurut Letkol Ckm dr Rachmanto HS Sp.A, kasus gizi buruk dan campak yang terjadi di Kabupaten Asmat berbeda dengan di daerah lain.
"Mereka juga mengalami komplikasi radang paru, malaria dan TB. Penyembuhan pasien seperti ini perlu waktu lama dan terapi komprehensif," katanya.
"Gizi buruk bukan sebuah penyakit seperti batuk pilek yang mudah untuk diobati, tetapi harus dilakukan secara bertahap. Apalagi demografis Asmat yang sulit dan pola hidup sehat yang masih minim," ucapnya.
Sementara itu, salah seorang Ketua Adat Bapak Madep Huwaitu mewakili masyarakat menyampaikan sangat berterima kasih atas kedatangan Tim Satgas Kesehatan TNI.
"Semoga penanganan wabah penyakit yang terjadi di Asmat, dapat diselesaikan secara tuntas dan baik," harapnya.
(mdk/ian)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Evakuasi dimulai pada tanggal 18 Agustus pukul 13.00 WIB, dari pintu rimba menuju Shelter satu dan berakhir pukul 19.00 WIB di Shelter tiga.
Baca SelengkapnyaHelikopter Caracal juga mengirim tim medis sebanyak enam orang dari Posko Penanggulangan Bencana Andi Jema menuju Desa Rante Lajang
Baca SelengkapnyaProses evakuasi tak mudah. Prajurit TNI butuh waktu enam jam.
Baca SelengkapnyaPerjuangan para prajurit TNI yang harus bersiaga menjaga perbatasan
Baca SelengkapnyaAkses jalanan sudah bertahun-tahun rusak dan menyulitkan warga untuk mobilitas terutama saat ada yang sakit.
Baca SelengkapnyaTim SAR gabungan saat ini tengah berjuang membawa turun 8 pendaki yang meninggal dunia saat terjadi erupsi di Gunung Marapi.
Baca SelengkapnyaMeraih baret merah dan brevet komando, simbol kebanggaan unit ini, bukanlah hal yang bisa dianggap enteng.
Baca SelengkapnyaSeminggu ini pihaknya sudah melakukan proses evakuasi. Tetapi baru serpihan pesawat yang didapat.
Baca SelengkapnyaBerikut potret dua TNI berjibaku selamatkan petani yang terseret arus deras sungai Lekukan.
Baca SelengkapnyaSeorang pensiunan jenderal Polisi bintang dua, pernah bertugas naik turun gunung di Kalimantan tanpa menggunakan alas kaki.
Baca SelengkapnyaPara purnawirawan Brimob kenang masa lalu saat menjalankan tugas di daerah operasi Timor Timur, penuh kenangan dan ancaman yang mencekam.
Baca SelengkapnyaSebanyak 26 warga Kabupaten Luwu terpaksa jalan kaki 6 jam menuju ke pengungsian setelah desanya terisolasi akibat banjir dan longsor.
Baca Selengkapnya