Perlambatan Produksi Jadi Kendala Distribusi Obat Terapi Covid-19
Merdeka.com - Plt Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan, Arianti Anaya mengungkapkan, sejumlah kendala distribusi obat terapi Covid-19 ke berbagai fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat.
"Memang ini kan lonjakan kasus yang dua pekan terakhir itu di luar dari prediksi kita, yang awalnya sebelum Idulfitri 2021 itu kelihatan stabil, dan sekarang lonjakan kasus bahkan lebih besar daripada pada tahun lalu atau pada bulan Februari 2021," katanya dalam konferensi pers secara virtual yang dipantau dari Jakarta, Sabtu (10/7).
Hal lain yang juga mempengaruhi pasokan obat terapi Covid-19 adalah ketersediaan bahan baku di dalam negeri yang terbatas jumlahnya. Sehingga produsen masih mengandalkan produk jadi secara impor.
-
Siapa yang jadi target penjualan obat di Tasikmalaya? Kasat Narkoba Polres Tasikmalaya, AKP Beni Firmansyah, menjelaskan bahwa ketiga tersangka menargetkan pelajar sebagai pasar untuk obat terlarang yang mereka jual.
-
Bagaimana penanganan Covid-19 di Indonesia? Jokowi memilih menggunakan strategi gas dan rem sejak awal untuk menangani pandemi Covid-19. Gas dan rem yang dimaksudkan Jokowi diimplementasikan dalam tiga strategi yakni penanganan kedaruratan kesehatan, jaring pengaman sosial, dan pemulihan ekonomi. Inilah yang kemudian menjadi ujung tombak dalam penanganan Covid-19 di Indonesia.
-
Mengapa obat ini dikembangkan? Kehilangan gigi sering kali menjadi masalah bagi orang-orang yang mengidap kondisi ini, mulai dari masalah penampilan hingga masalah fungsional, seperti berkurangnya kemampuan menggigit.
-
Kenapa pelaku jual obat di Tasikmalaya? 'Mereka memanfaatkan kondisi pelajar yang masih labil dengan iming-iming bisa tidur nyenyak setelah mengonsumsi obat ini,' jelasnya.
-
Di mana obat kolesterol bisa dibeli? Dikumpulkan dari berbagai sumber, berikut adalah 8 obat kolesterol yang aman dikonsumsi dan bisa dibeli dengan mudah di apotek.
-
Di mana produk-produk itu dijual? Sebuah studi baru mengungkapkan adanya ratusan produk kosmetik yang mengandung bahan terlarang. Pada hari Rabu, European Chemicals Agency (ECHA) merilis temuannya setelah menyelidiki hampir 4.500 produk kosmetik di 13 negara Eropa.
"Ada beberapa produk seperti Remdesivir, Tocilizumab, ini masih impor dari berbagai negara seperti India, Bangladesh, China dan Jerman. Sebenarnya kalau obat-obatan yang seperti Oseltamivir, Azythromycin, vitamin kita sudah diproduksi di dalam negeri," jelasnya.
Hambatan distribusi obat yang juga tidak kalah penting dan ditanyakan adalah pengaruh mafia obat-obatan terhadap kelangkaan serta harga yang mahal di pasaran.
"Kami tidak bisa bilang bahwa itu (mafia obat) ada atau tidak ada, tapi kalau kita lihat stok obat ini cukup banyak, tentunya kita akan terus melakukan pemantauan kepada industri atau pedagang besar besar farmasi (PBF) untuk tidak melakukan penimbunan dari obat-obatan tersebut karena kalau kita menghitung dari kebutuhan dibandingkan dengan stok maka harusnya masih cukup," ungkapnya seperti dilansir dari Antara.
Hambatan lain, menurut Arianti, adalah perlambatan produksi yang dipengaruhi oleh sejumlah pegawai industri farmasi yang terkonfirmasi Covid-19.
"Kita juga tahu kondisi sekarang keterbatasan industri juga ada yang sebagian stafnya terkonfirmasi positif Covid-19. Itu juga menjadi kendala. Tetapi kami terus mengupayakan agar pendistribusian bisa sesegera mungkin," terangnya.
Arianti memastikan, pemerintah sedang berusaha sekuat tenaga untuk meningkatkan produksi dan distribusi dari ketersediaan obat-obatan di tengah lonjakan kasus yang sangat tinggi.
Berdasarkan pemetaan kebutuhan obat yang dilakukan Kemenkes, katanya, jumlah obat terapi Covid-19 yang terbatas berada di zona merah sehingga perlu mendorong produsen serta pedagang besar farmasi untuk memprioritaskan distribusinya ke lokasi tersebut.
"Dalam hal ketidakpatuhan apotek atau adanya penjualan obat Covid-19 yang melebihi dari harga pemerintah, maka Kementerian Kesehatan sudah bekerja sama dengan aparat penegak hukum yang akan menindaklanjuti terhadap ketidakpatuhan terhadap peraturan yang sudah dikeluarkan oleh pemerintah," katanya.
Arianti menambahkan peningkatan kebutuhan obat terapi bagi pasien Covid-19 juga mendorong permintaan penambahan anggaran dari pemerintah.
"Dengan adanya lonjakan kasus yang sekarang, bukan tidak mungkin akan ada penambahan anggaran lagi untuk pembelian obat-obatan yang harus disediakan oleh Kementerian Kesehatan untuk 'buffer stock' maupun untuk melayani pasien yang isoman," tutupnya.
(mdk/fik)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Seorang dokter bernama M Ramadhani Soeroso viral di media sosial usai mengkritik manajemen Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr Pirngadi Medan.
Baca SelengkapnyaSeorang dokter bernama M Ramadhani Soeroso viral di media sosial usai mengkritik manajemen RSUD Dr. Pirngadi Medan lantaran ketiadaan stok obat di RS itu.
Baca SelengkapnyaDirektur Jenderal Migas Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengatakan, jumlah alokasi untuk LPG bahkan mengalami kenaikan untuk tahun ini.
Baca SelengkapnyaPadahal sudah ada 87 persen pelaku UMKM telah terlibat dalam e-katalog.
Baca SelengkapnyaRSUD Pirngadi Medan tak menampik dalam proses distribusi obat mengalami keterlambatan. Namun kini obat-obatan itu telah tiba di RSUD Dr.Pirngadi Medan.
Baca SelengkapnyaKanker di Indonesia: Pemahaman yang Salah, Data Amburadul, Kebijakan Sekadar Beli Alat Mahal
Baca SelengkapnyaPresiden Jokowi juga telah memberikan instruksi untuk mencari solusi guna menekan harga obat di Indonesia.
Baca SelengkapnyaSaat ini juga terjadi kendala terkait dengan up to date dari bahan baku.
Baca SelengkapnyaPresiden Jokowi meminta jajaran anggota kabinet memastikan harga alkes dan obat-obatan.
Baca SelengkapnyaSelama masa pandemi pada 2020-2021 merupakan masa-masa sulit bagi industri minuman di dalam negeri.
Baca SelengkapnyaBudi menyebut, pemerintah terus menggencarkan transformasi kesehatan.
Baca SelengkapnyaWamendag menyebut, pelaku usaha atau pabrik menjadi sulit berproduksi karena tidak ada bahan baku.
Baca Selengkapnya