Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Pernyataan Menko Polhukam Soal Restorative Justice Disebut Tidak Memihak Korban

Pernyataan Menko Polhukam Soal Restorative Justice Disebut Tidak Memihak Korban Menko Polhukam Mahfud MD. ©2020 Merdeka.com/Rifa Yusya Adilah

Merdeka.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan bahwa pendekatan restorative justice terhadap korban pemerkosaan lebih kepada membangun harmoni antara keluarga korban dan pemerkosa serta masyarakat agar tidak gaduh. Sehingga, menurut Mahfud, pemerkosa tidak harus ditangkap dan dibawa ke pengadilan untuk menjalani proses hukum.

"Dalam masyarakat adat begitu, makanya dulu hukum tidak perlu. Orang ribut-ribut datang ke kepala adat. Misalnya, kalau hanya masalah sepele diselesaikan baik-baik dengan musyawarah. Kalau agak serius, lindungi korbannya. Itu restorative justice," kata Mahfud dalam acara Rapim Polri, Selasa (16/2).

Pernyataan Mahfud tersebut menuai kritikan dari beberapa lembaga pegiat demokrasi dan keadilan, yakni Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Indonesia Judicial Research Society (IJRS), dan Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP).

Orang lain juga bertanya?

Mewakili ketiga lembaga tersebut, Direktur Eksekutif ICJR, Erasmus Napitupulu menilai bahwa pernyataan Mahfud tersebut kurang tepat. Dia mengatakan, pernyataan tersebut justru tidak memihak kepada korban dan tidak sejalan dengan prinsip restorative justice (RJ).

"Pernyataan Menko Polhukam yang menilai restorative justice pada kasus pemerkosaan tidak untuk menangkap dan mengadili pelaku tidak tepat, meminta pelaku dan korban dinikahkan dengan alasan menjaga harmoni dan nama baik keluarga justru adalah contoh buruk praktik selama ini yang bertentangan dan tidak sejalan dengan nilai dan prinsip RJ," kata Erasmus dalam keterangan tertulisnya yang diterima merdeka.com, Kamis (18/2).

Erasmus menjelaskan, Mahfud keliru dalam memahami nilai-nilai restorative justice, karena kata dia, restorative justice sebenarnya lahir sejalan dengan gerakan penguatan hak korban. Sehingga Restorative Justice bukan soal membungkam hak korban untuk mendapatkan harmoni semu di masyarakat.

"Ada kekeliruan memahami lahirnya restorative justice. Titik sentralnya adalah menyelaraskan pemulihan korban dengan mekanisme-mekanisme penyelesaian sengketa yang memupuk pertanggungjawaban pelaku, untuk mencapai harmoni agar proses penyelesaian sengketa tersebut bersifat memulihkan atau restoratif," kata Erasmus

Sehingga kata dia, restorative justice pada kasus pemerkosaan tetap dapat diterapkan, namun sebelum menyelaraskan pertanggungjawaban pelaku, yang harus diperjuangkan adalah mendengarkan dan memberi ruang bagi korban untuk menyampaikan kerugiannya. Selain itu, harus dipastikan juga bisa membuat pelaku menyadari perbuatannya dan memahami dampak dari perbuatan yang dilakukannya.

"Ketika dua hal itu sudah dipenuhi, barulah kemudian menyelaraskan pertanggungjawaban pelaku untuk bisa berdampak positif bagi pemulihan korban," ujarnya.

ICJR, IJRS, dan LIeP juga menilai pernyataan Mahfud tidak berpihak pada upaya-upaya untuk memberikan penguatan pengaturan hak korban perkosaan ataupun kekerasan seksual.

"Padahal berdasarkan survei Lentera Sintas Indonesia pada 2016 lalu terhadap 25.213 responden korban kekerasan seksual, ditemukan 93 persen korban perkosaan tidak melaporkan kasusnya, salah satu alasan mendasar adanya ketakutan dengan narasi menyalahkan korban," ungkapnya.

Sementara itu, berdasarkan survei terbaru IJRS dan Infid tahun 2020 yang dipaparkan Erasmus, 57,4 persen responden yang pernah mengalami kekerasan seksual menyatakan aparat penegak hukum tidak responsif terhadap kasus kekerasan seksual. Oleh sebab itu, ICJR, IJRS dan LeIP meminta Mahfud MD untuk segera meluruskan dan mengklarifikasi pernyataan tersebut.

"Dengan adanya pernyataan Menko Polhukam ini, aktor high level yang seharusnya memberikan jaminan hak korban, justru semakin tidak berpihak pada korban. Jadi kami meminta Menko Polhukam untuk meluruskan pernyataannya," kata Erasmus.

Dia juga berharap, sebagai Menko Polhukam, Mahfud bisa memberikan jaminan bahwa penerapan restorative justice bisa dipahami oleh seluruh jajaran pemerintah dan aparat penegak hukum untuk meletakkan kepentingan dan pemulihan korban sebagai fokus utama. (mdk/rhm)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Yusril: KUHP Baru Tidak Lagi Bersifat Penjara Seperti Sistem Hukum Kolonial
Yusril: KUHP Baru Tidak Lagi Bersifat Penjara Seperti Sistem Hukum Kolonial

KUHP baru yang akan berlaku 2026 lebih mengedepankan penegakan hukum dengan cara keadilan restorasi atau restorative justice.

Baca Selengkapnya
Komnas Perempuan: Tidak Ada Keadilan Restoratif Bagi Pelaku Kekerasan Seksual
Komnas Perempuan: Tidak Ada Keadilan Restoratif Bagi Pelaku Kekerasan Seksual

Ini mempertimbangkan kerugian dan dampak negatif yang dialami korban dan tidak jarang bersifat permanen.

Baca Selengkapnya
Jokowi Minta MA Utamakan Restorative Justice dalam Penyelesaian Perkara
Jokowi Minta MA Utamakan Restorative Justice dalam Penyelesaian Perkara

Jokowi mengatakan inovasi penyelesaian perkara bukan hanya dengan mengadopsi teknologi baru, namun juga perspektif dan sensitivitas.

Baca Selengkapnya