Perppu Ormas dinilai dapat menekan kebebasan berpikir seseorang
Merdeka.com - Puluhan massa tergabung dalam Forum Pemuda dan Mahasiswa Islam (FPMI) Jawa Barat melakukan aksi demonstrasi di depan Gedung Sate, Kota Bandung. Aksi itu sebagai bentuk penolakan terkait terbitnya Perppu Nomor 2 Tahun 2017 pengganti UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas.
"Kami di sini menolak keras Perppu Ormas yang diterbitkan beberapa waktu lalu," kata Koordinator aksi FPMI Fauzi Ihsan Jabir, di sela-sela aksi demonstrasi, Senin (17/7).
Dia menilai, Perppu pembubaran Ormas mengandung sejumlah poin-poin yang justru akan membawa Indonesia kepada rezim diktator yang represif serta otoriter. Dalam beberapa pasal yang sudah diteken Presiden Joko Widodo itu dikhawatirkan akan menekan kebebasan berpikir orang yang akan tergabung dalam sebuah Ormas.
-
Kenapa PPOK berbahaya? Jika tidak segera diatasi, PPOK bisa memburuk dan menyebabkan penderitanya terkena penyakit jantung dan kanker paru-paru.
-
Apa yang akan dihapus oleh pemerintah? Pemerintah akan menghapus kredit macet segmen Usaha Mikro Kecil & Menengah (UMKM) di bank.
-
Apa itu PPOK? PPOK adalah penyakit progresif yang bisa memburuk seiring berjalannya waktu. Bahkan, PPOK menjadi penyakit yang menyebabkan kematian terbanyak ketiga di dunia dengan total 3,32 juta kasus kematian pada 2019 lalu.
-
Siapa yang berisiko PPOK? Secara umum, PPOK sering terjadi pada perokok aktif dan pasif.
-
Apa itu PPPK? PPPK adalah singkatan dari Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja. Dengan kata lain, seorang warga negara Indonesia yang memenuhi syarat bisa diangkat menjadi pegawai pemerintah berdasarkan perjanjian kerja dalam jangka waktu tertentu.
-
Apa itu 'Pembusukan Otak'? 'Pembusukan Otak' (brain rot) menjadi tren yang dapat melemahkan otak yang cerdas dan berpikir.
"Perppu tentang Ormas ini sangat berbahaya. Bahkan kami menilai bisa membawa negeri ini kepada era rezim diktator, lihat saja pasal 28-a di situ kita bisa melihat kalau Perppu ini menekan kebebasan berpikir seseorang," imbuhnya.
Dia menuding pemerintah sewenang-wenang menerbitkan Perppu tersebut. Sebab dengan hadirnya Perppu itu, pemerintah bisa membubarkan Ormas tanpa sebuah proses peradilan.
"Selain itu kesewenang-wenangan pemerintah juga terlihat ketika sistem peradilan dalam pembubaran Ormas juga tidak ada lagi dengan Perppu ini," tandasnya.
Dengan alasan itulah, pihaknya meminta pemerintah bisa mencabut Perppu tersebut. Dia mengancam akan menurunkan massa yang lebih besar jika aspirasi tidak menjadi pertimbangan pemerintah.
"Maka untuk itu kami meminta kepada pemerintah agar Perppu Nomor 2 tahun 2017 ini segera dicabut dan tidak di berlakukan," pungkasnya.
(mdk/gil)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
PDIP menyatakan Revisi UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia akan berdampak pada kebebasan publik.
Baca SelengkapnyaSAFEnet menilai revisi UU tersebut menjadi berpotensi terjadi penyalahgunaan kewenangan oleh kepolisian.
Baca SelengkapnyaMegawati menyoroti konstitusi yang ikut dibelokkan penguasa demi kepentingan pribadi.
Baca SelengkapnyaDjarot menyebut komunikasi tersebut bertujuan untuk mencegah penyelundupan Pasal-Pasal di RUU MK.
Baca SelengkapnyaAnies Baswedan mengungkap masih ada masalah kebebasan berekspresi di Indonesia hari ini.
Baca Selengkapnya"Merubah banyak undang-undang sebelum berkuasa adalah ciri awal otoritarian di negara otoriter," kata Gilbert
Baca SelengkapnyaMedia siber memiliki peran penting bagi masyarakat sebagai sumber akses berita atau informasi yang cepat dan menjangkau masyarakat luas.
Baca SelengkapnyaYenny Wahid turut menolak RUU Pilkada. Dia memprotes sikap DPR merevisi UU Pilkada lewat sebuah postingan di akun Instagram @yennywahid.
Baca SelengkapnyaSejumlah pers diberedel pada masa Orde Baru karena mengkritik pemerintah.
Baca SelengkapnyaDjarot berujar, memberikan kekuasaan yang berlebihan tanpa kontrol kepada suatu lembaga akan sangat berbahaya.
Baca SelengkapnyaSebagian isi draft RUU Penyiaran bertentangan dengan UU Pers
Baca SelengkapnyaDibolehkannya kampanye di lembaga pendidikan, dikhawatirkan bisa mengganggu kondusivitas kegiatan pendidikan.
Baca Selengkapnya