Pers Tionghoa dalam pergerakan Indonesia
Merdeka.com - Warga etnis Tionghoa selama ini banyak dikenal sebagai pedagang alias pengusaha. Namun, sejarah juga mencatat etnis Tionghoa sangat literer atau menggeluti dunia tulis menulis.
Dalam 'Sejarah Pers Awal dan Kebangkitan Kesadaran Ke-Indonesia-an' (2003), disebutkan warga Tionghoa merupakan pelanggan surat kabar sejak akhir abad ke XIX. Meski tidak sebanyak orang-orang Indo Eropa, sejumlah peranakan Tionghoa pun mulai menjadi pemimpin surat kabar berbahasa Melayu Rendah di Batavia.
Seiring dengan perkembangan pendidikan di kalangan mereka, peranakan Tionghoa mulai banyak menerbitkan dan memimpin berbagai penerbitan dengan bahasa Melayu Rendah pada awal abad XX. Bahasa Melayu Rendah bisa diartikan sebagai bahasa pergaulan (Melayu-Pasar) yang banyak digunakan peranakan Tionghoa di Jawa karena tidak lagi menguasai bahasa leluhur mereka.
-
Bagaimana pemimpin muncul? 'Inspirasi datang dari hidup yang tahan uji, pemimpin muncul dari tempaan yang tiada henti.' - Najwa Shihab
-
Apa isi Bataviasche Nouvelles? Mengutip dari berbagai sumber, isi konten tulisan yang ada di surat kabar Bataviasceh Nouvelles ini mayoritas adalah iklan. Ada pula beberapa terbitannya juga memuat aneka berita kapal dagang milik VOC.
-
Siapa di balik Bataviasche Nouvelles? Saudagar Jan Erdman yang menjadi sosok di balik beredarnya surat kabar ini sejak tahun 1744.
-
Dimana etnis Tionghoa pertama kali menetap di Sumatera Barat? Mengutip situs jalurrempah.kemdikbud.go.id, orang-orang Cina yang berniaga tepatnya pada abad ke-17 telah mendirikan pemukiman di daerah Pariaman dan menjadi pemukiman etnis Tionghoa pertama di kawasan Pantai Barat Sumatra.
-
Siapa yang mempengaruhi orang Batak dalam perantauan? Dari ketiga filosofi itu, banyak dari orangtua yang mendorong anaknya dalam dunia pendidikan karena akan sulit mencapai cita-cita apabila pendidikannya biasa saja. Pada akhirnya, orang-orang Batak akan berusaha sekuat tenaga untuk memenuhi pendidikan anaknya.
-
Bagaimana Bataviasche Nouvelles diterbitkan? Surat kabar pertama di Hindia Belanda itu berisikan iklan yang terbit seminggu sekali sebanyak 4 halaman yang seluruhnya ditulis tangan.
Karena begitu besar sumbangan dan peranan orang-orang peranakan Tionghoa dalam pengembangan bahasa Melayu Rendah, bahasa ini akhirnya disebut sebagai Melayu-Tionghoa. Pada awal abad XX, sejumlah penerbitan pers berbahasa Melayu Tionghoa mulai bermunculan, seperti Sin Po, Keng Po, dan Perniagaan atau Siang Po di Batavia.
Di Surabaya ada Suara Poeblik, Pewarta Soerabaya dan Sin Tit Po. Ada juga Warna Warta dan Djawa Tengah (Semarang), Sin Bin (Bandung), Li Po (Sukabumi), Tjin Po dan Pelita Andalas (Medan), Sinar Sumatera dan Radio (Padang), dan Han Po (Palembang).
Surat kabar Sin Po memiliki catatan khusus dalam sejarah pergerakan Indonesia. Media itulah yang pertama kali menyebarluaskan syair 'Indonesia Raya' beserta partiturnya pada 10 November 1928, atau dua pekan setelah dikumandangkan pertama kali secara instrumentalia oleh WR Supratman pada Kongres Pemuda II, 28 Oktober 1928.
Di koran itu, WR Supratman menulis dengan jelas 'lagu kebangsaan' di bawah judul 'Indonesia'. Benny Setiono dalam 'Tionghoa Dalam Pusaran Politik' (2008) menulis, Sin Po yang berarti Surat Kabar Baru, mencetak 5.000 eksemplar teks lagu Indonesia Raya dan dihadiahkan kepada WR Supratman, yang bekerja sebagai reporter di mingguan itu sejak 1925. Oleh WR Supratman, kemudian ribuan koran itu dijual.
Sin Po, yang pertama kali terbit sebagai mingguan pada 1 Oktober 1910, juga merupakan surat kabar yang mempelopori penggunaan kata 'Indonesia' menggantikan 'Nederlandsch-Indie', 'Hindia-Nerderlandsch', atau 'Hindia Olanda'. Harian ini juga yang menghapus penggunaan kata 'inlander' dari semua penerbitannya karena dirasa sebagai penghinaan oleh rakyat Indonesia.
Kemudian, sebagai balas budi, pers Indonesia mengganti sebutan 'Cina' dengan 'Tionghoa' dalam semua penerbitannya. Dalam percakapan sehari-hari, Soekarno, Hatta, Sjahrir, Tjipto Mangoenkoesoemo kemudian juga mengganti kata 'Cina' dengan kata 'Tionghoa'.
Koran Sin Po saat itu memang memiliki pandangan politik yang pro-nasionalis Tiongkok. Namun karena alasan itu pulalah, yakni berdasar ajaran Dr Sun Yat Sen, Sin Po mendukung perjuangan rakyat Indonesia untuk memperoleh kemerdekaan. Dalam San Min Chu I, Sun Yat Sen menulis perkembangan kemerdekaan Tiongkok tidak akan sempurna selama bangsa-bangsa di Asia belum merdeka.
Gerakan pro-nasionalis Tiongkok yang didukung Sin Po akhirnya sirna seiring dengan kemerdekaan bangsa Indonesia 17 Agustus 1945, yang juga banyak didukung tokoh-tokoh Tionghoa. Kemerdekaan itu kini sudah menjadi milik bangsa Indonesia, termasuk di dalamnya keturunan Tionghoa.
(mdk/bal)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Surat kabar harian di Padang yang diklaim sebagai surat kabar pertama yang dicetak oleh orang Pribumi.
Baca SelengkapnyaBerkat kontribusinya di dunia pers, nama Dja Endar Moeda selalu dikenang dan menjadi sosok penting dalam profesi jurnalistik Indonesia.
Baca SelengkapnyaPutra Sumatera Utara ini dulunya sempat berkarier di dunia jurnalistik serta memimpin beberapa media pers semenjak masa kolonial hingga kemerdekaan RI.
Baca SelengkapnyaTradisi surat kabar masuk ke Yogyakarta bersamaan dengan mulai stabilnya kondisi perpolitikan saat itu.
Baca SelengkapnyaSurat kabar Benih Merdeka merupakan media yang ada di Bumi Sumatra yang secara terang-terangan menanamkan cita-cira kemerdekaan Indonesia
Baca SelengkapnyaRohana Kudus adalah sosok pahlawan nasional yang dikenal sebagai wartawan perempuan pertama di Indonesia.
Baca SelengkapnyaLahirnya surat kabar ini tak lepas dari pendidikan perempuan di Hindia Belanda yang saat itu masih dibatasi.
Baca SelengkapnyaSelain penyalur informasi terkini, kantor ini juga menjadi sarana penghubung antara pers Belanda dan pers yang ada di Hindia Belanda.
Baca SelengkapnyaSosok pahlawan dari Tanah Batak yang begitu berjasa melawan kolonialisme Belanda yang sudah mulai dilupakan.
Baca SelengkapnyaLahir di Tarutung, Tapanuli, Sumatra Utara pada 26 Agustus 1914, Albert sudah menekuni dunia jurnalistik sejak usianya menginjak remaja.
Baca SelengkapnyaWalaupun masing-masing punya cara yang berbeda, mereka punya peran besar bagi perjuangan rakyat Indonesia melawan penjajah
Baca Selengkapnya