Perubahan Draf RUU PKS Diprotes, Dikhawatirkan Jaminan Hak Korban Hilang
Merdeka.com - Draf baru Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) dari Badan Legislatif (Baleg) DPR menuai berbagai protes. Draf baru RUU PKS dihadirkan dengan beberapa perubahan, dari judul yang diubah menjadi RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) hingga perubahan ketentuan-ketentuan di dalamnya.
Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual (Kompaks) menilai perubahan judul ini memiliki dampak serius terhadap materi muatan RUU secara keseluruhan.
"Dengan terminologi 'penghapusan' RUU PKS memuat elemen-elemen penting penanganan kekerasan seksual secara komprehensif yang bertujuan menghapus kekerasan seksual, sementara RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual versi Baleg DPR RI, sesuai dengan namanya, menitikberatkan pada penindakan tindak pidana sehingga mengabaikan unsur kepentingan korban seperti pemulihan, perlindungan, dan akses terhadap keadilan secara umum," kata perwakilan Kompaks Naila dalam keterangannya, Sabtu (4/9/2021).
-
Apa saja perubahan krusial di RUU Desa yang disahkan? 'RUU Desa yang disepakati terdiri 26 angka perubahan. Secara garis besar, sejumlah perubahan krusial dalam RUU Desa yang disahkan ini yaitu ihwal ketentuan Pasal 39 terkait masa jabatan Kepala Desa yang menjadi 8 tahun dan dapat dipilih paling banyak untuk dua kali masa jabatan,' kata Supratman.
-
Apa perubahan UU Pemilu terbaru? Salah satu perubahan yang tercantum pada Undang Undang Pemilu terbaru ini adalah Pasal 10A yang mengatur pembentukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) di provinsi-provinsi baru.
-
Kenapa DPS diperbarui menjadi DPT? DPS merupakan daftar pemilih yang sebelumnya telah dimutakhirkan melalui proses pencocokan dan penelitian (coklit) oleh panitia pemutakhiran daftar pemilih (pantarlih) dari rumah ke rumah.
-
Bagaimana UU Pemilu terbaru diubah? Undang Undang Pemilu tersebut terbit pasca Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2022 yang mengubah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menjadi Undang Undang yang lebih adaptif.
-
Apa yang dimutihkan dalam program ini? Program pemutihan pajak kendaraan ini meliputi pembebasan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor untuk kepemilikan kedua dan seterusnya.
-
Kenapa DKI Jakarta diganti jadi DKJ? DKJ adalah Kepanjangan dari Daerah Khusus Jakarta Diubah Setelah Pindah IKN.
Kompaks menilai proses pembahasan RUU PKS adalah sebuah progres yang baik, tapi perubahan judul dan penghapusan elemen-elemen RUU PKS adalah kemunduran bagi pemenuhan dan perlindungan hak-hak korban kekerasan seksual.
Kompaks menyebut beberapa ketentuan substantif dan prinsip yang hilang dalam naskah baru RUU PKS dari Baleg DPR RI, di antaranya:
1. Hilangnya Jaminan Hak, Pemulihan, dan Perlindungan Korban Kekerasan Seksual
RUU PKS hadir dalam rangka menjawab kebutuhan korban akan jaminan perlindungan dan pemulihan yang selama ini absen dari berbagai peraturan perundang-undangan. Sebaliknya, proses peradilan pidana masih berorientasi pada pemenuhan hak-hak tersangka, terdakwa, dan terpidana. Oleh karena itu, elemen hak korban yang memuat ketentuan perlindungan dan pemulihan penting serta harus termuat di dalam RUU yang mengatur tindak pidana kekerasan seksual.
Pada draft RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual versi Baleg DPR RI ketentuan hak korban hanya disebutkan pada bagian ketentuan umum yakni pasal 1 angka 12 yang berbunyi:
"Hak Korban adalah hak atas penanganan, perlindungan, dan pemulihan yang didapatkan, digunakan, dan dinikmati oleh Korban, dengan tujuan mengubah kondisi Korban yang lebih baik, bermartabat, dan sejahtera yang berpusat pada kebutuhan dan kepentingan Korban yang multidimensi, berkelanjutan, dan partisipatif"
Tidak ada pengaturan lebih lanjut terkait pemenuhan hak korban atas penanganan, perlindungan, dan pemulihan. Hal ini dapat menghilangkan jaminan pemenuhan hak korban selama proses peradilan pidana.
2. Penghapusan Ketentuan Tindak Pidana Perkosaan, Pemaksaan Perkawinan, Pemaksaan Pelacuran, Pemaksaan Aborsi, Penyiksaan Seksual, dan Perbudakan Seksual
Naskah RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual versi Baleg DPR RI hanya memuat 4 bentuk kekerasan seksual yakni: 1) Pelecehan seksual (fisik dan non fisik); 2) Pemaksaan Kontrasepsi; 3) Pemaksaan Hubungan Seksual; dan 4) Eksploitasi Seksual.
Sementara pada naskah RUU PKS, masyarakat sipil merumuskan 9 bentuk kekerasan seksual (Pelecehan Seksual, Perkosaan, Pemaksaan Perkawinan, Pemaksaan Kontrasepsi, Pemaksaan Pelacuran, Pemaksaan Aborsi, Penyiksaan Seksual, Perbudakan Seksual, dan Eksploitasi Seksual) yang didasarkan pada temuan kasus kekerasan seksual yang dikumpulkan oleh forum pengada layanan dan Komnas Perempuan. Naskah RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual menghilangkan pengaturan tentang tindak pidana perkosaan, pemaksaan perkawinan, pemaksaan pelacuran, pemaksaan aborsi, penyiksaan seksual, dan perbudakan seksual.
3. Penghalusan Definisi Perkosaan Menjadi Pemaksaan Hubungan Seksual "pemaksaan hubungan seksual" yang dimaksud dalam upaya penghalusan bahasa/eufemisme kata "perkosaan" merupakan suatu sesat pikir (logical fallacy). Hal tersebut sebagaimana dimuat dalam draf RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual versi Baleg DPR RI Pasal 4.
4. Kosongnya Pengaturan Kekerasan Seksual Berbasis Online (KBGO)
KBGO merupakan jenis kekerasan seksual yang muncul relatif baru seiring dengan perkembangan teknologi. Berdasarkan publikasi SAFEnet, terdapat 620 laporan kasus KBGO yang dilaporkan kepada SAFEnet selama tahun 2020. Jumlah laporan tersebut merupakan hasil peningkatan sebesar sepuluh kali lipat dibandingkan tahun 2019.2 Oleh karena itu, kosongnya pengaturan KBGO dalam draf RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual versi Baleg DPR RI merupakan langkah tidak strategis yang tidak mempertimbangkan realitas kasus KBGO di masyarakat.
5. Kosongnya Pengaturan untuk Penanganan Korban Kekerasan Seksual dengan Disabilitas
Naskah RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual versi Baleg DPR RI tidak mengakomodir kepentingan dan kebutuhan khusus korban dengan disabilitas. Padahal secara faktual, korban kekerasan seksual dengan disabilitas memiliki kebutuhan yang khusus dan berbeda-beda tergantung pada jenis disabilitas yang dimiliki, termasuk namun tidak terbatas pada kebutuhan aksesibilitas informasi melalui Juru Bahasa Isyarat selama berjalannya proses hukum dan pendampingan/konseling psikologis yang harus disesuaikan dengan kebutuhan korban dengan disabilitas.
Reporter: Delvira Hutabarat/Liputan6.com
(mdk/bal)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Revisi UU Penyiaran: Sengketa Produk Jurnalistik Tidak Lagi Melalui Dewan Pers
Baca SelengkapnyaPDIP menyatakan Revisi UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia akan berdampak pada kebebasan publik.
Baca SelengkapnyaDampak buruk yang bisa terjadi jika Baleg DPR RI menganulir putusan MK soal UU Pilkada, massa bisa turun ke jalan.
Baca SelengkapnyaYenny Wahid turut menolak RUU Pilkada. Dia memprotes sikap DPR merevisi UU Pilkada lewat sebuah postingan di akun Instagram @yennywahid.
Baca SelengkapnyaKoalisi Masyarakat Sipil Minta DPR Setop Revisi UU Polri, Ini Alasannya
Baca SelengkapnyaRUU Penyiaran berawal dari sebuah persaingan politik antara lembaga berita melalui platform teresterial versus jurnalism platform digital.
Baca SelengkapnyaAchmad Baidowi menyampaikan bahwa terdapat sembilan perubahan yang disepakati oleh Baleg DPR RI dan Pemerintah.
Baca SelengkapnyaDraf RUU Nomor 32 tahun 2002 Tentang Penyiaran menuai beragam polemik.
Baca SelengkapnyaNantinya, publik tinggal meninjau secara formal seperti apa dan secara materil seperti apa.
Baca SelengkapnyaBeberapa Pasal dikabarkan tumpang tindih hingga membatasi kewenangan Dewan Pers dalam penyelesaian sengketa jurnalistik.
Baca SelengkapnyaKetua DPR RI Puan Maharani menyebut DPR RI Periode 2019-2024 telah mengesahkan 225 RUU menjadi undang-undang.
Baca SelengkapnyaMahfud menilai adanya riak-riak setelah pengesahaan RUU menjadi UU merupakan hal yang lumrah. Dia menyebut akan ada pihak yang setuju dan tidak.
Baca Selengkapnya