Pimpinan KPK Dinilai Pegawai Nonaktif Langgar Sumpah Jabatan Tolak Temuan Ombudsman
Merdeka.com - Perwakilan 75 pegawai nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Hotman Tambunan mengaku tak habis pikir dengan pernyataan pimpinan KPK yang diwakili Nurul Ghufron.
Diketahui, KPK menyatakan keberatan dengan rekomendasi Ombudsman Republik Indonesia dan malah menyatakan Ombudsman bersalah lantaran menindaklanjuti laporan dugaan pelanggaran atau maladministrasi dalam pelaksanaan tes wawasan kebangsaan (TWK) pegawai KPK.
"Kami sama sekali tidak memahami logika pimpinan yang sedikit aneh menyangkut hal ini. Lalu mencari-cari alasan, merasa paling berkuasa kepada pegawai sehingga melanggar hukum pun untuk memberhentikan pegawai tidak apa-apa," ujar Hotman dalam jumpa pers virtual, Jumat (6/8/2021).
-
Siapa yang diperiksa KPK? Mantan Ketua Ferrari Owners Club Indonesia (FOCI), Hanan Supangkat akhirnya terlihat batang hidungnya ke gedung Merah Putih, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (25/3) kemarin.
-
Kenapa DKPP menilai KPU melanggar kode etik? Komisioner KPU sebagaimana kami pahami saat ini ya sepertinya dikenai sanksi karena adanya dianggap melakukan kesalahan teknis bukan pelanggaran yang substansif,' ujar dia.
-
Apa sanksi untuk pegawai KPK yang terlibat pungli? Untuk 78 pegawai Komisi Antirasuah disanksi berat berupa pernyataan permintaan maaf secara terbuka. Lalu direkomendasikan untuk dikenakan sanksi disiplin ASN.
-
Siapa yang diperiksa oleh KPK? Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej rampung menjalani pemeriksaan penyidik KPK, Senin (4/12).
-
Bagaimana KPK merespon putusan hakim? Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turut memberi respons atas putusan hakim yang disunat itu.Kepala Bagian (Kabag) Pemberitaan KPK, Ali Fikri mengatakan sejauh ini fakta hukum dan alat butki yang disajikan oleh Jaksa KPK telah berkesesuaian bahkan terbukti di persidangan.
Hotman mengaku menyesalkan sikap pimpinan KPK yang tidak mengindahkan laporan akhir hasil pemeriksaan (LAHP) Ombudsman tersebut. Menurut Hotman, seharusnya pimpinan KPK taat dengan hukum dan mengedepankan kepastian hukum. Namun alih-alih pimpinan menaati rekomendasi Ombudsman, KPK malah menyerang balik Ombudsman.
"Pimpinan KPK seharusnya mengedepankan kepastian hukum, transparansi, akuntabilitas, dan penghormatan kepada HAM. Sebab sesuai dengan sumpah jabatan, Pimpinan KPK wajib mematuhi hukum, jika tidak mematuhi hukum, maka Pimpinan KPK telah melanggar sumpah jabatannya," kata Hotman.
Hotman menyatakan, dalam Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 1 Tahun 2021 tidak mengatur alih status pegawai KPK, namun justru malah akan memberhentikan pegawai yang tak memenuhi syarat dalam TWK.
Berdasarkan LAHP Ombudsman tersebut, menurut Hotman, seharusnya Pimpinan KPK memberikan kesempatan bagi pegawai yang tidak memenuhi syarat TWK untuk memperbaiki melalui pendidikan dan pelatihan wawasan kebangsaan dan dialihstatuskan menjadi ASN sebelum 30 Oktober 2021.
"Perkom 1 Tahun 2021 juga seperti itu, tak ada pasal dalam Perkom 1 Tahun 2021 dan pasal di peraturan lain yang menyebut hasil TWK bisa memberhentikan pegawai," ucap Hotman.
Dia menegaskan, pemeriksaan maladministrasi adalah kewenangan Ombudsman RI, bukan kewenangan KPK yang menyatakan justru Ombudsman yang melanggar administrasi. Sejatinya rekomendasi Ombudsman dipatuhi KP karena hal tersebut diatur dalam undang-undang.
"Maka patut dinilai yang terjadi dalam konferensi pers kemarin aneh. Pimpinan malah menuduh Ombudsman RI melakukan maladministrasi, apakah kewenangan KPK memeriksa maladministrasi? itu tidak ada di kewenangan UU 19 Tahun 2019 (UU KPK) yang menjadi kewenangan KPK," kata Hotman.
Hotman menegaskan, roh pemberantasan korupsi itu salah satunya adalah kepastian hukum. Tetapi justru pimpinan KPK, sebagai nahkoda pemberantasan antikorupsi malah melanggar hukum itu sendiri.
"Bagaimana asas dan kewenangan KPK sebagai penegak hukum, KPK harus taat hukum, taat pada semua peraturan bukan memilih-memilih hukum, aturan yang akan dipatuhi. Pimpinan KPK harus menjadi panutan," kata Hotman.
Reporter: Fachrur RozieSumber: Liputan6.com
(mdk/gil)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
KPK buka suara usai dikritik habis-habisan oleh ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan.
Baca SelengkapnyaPimpinan tetap meminta Brigjen Asep Guntur menjadi Direktur Penyidikan dan Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK.
Baca SelengkapnyaTumpak juga meyinggung soal banyak pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh pegawai KPK.
Baca SelengkapnyaDisusul dengan permintaan maaf Johanis ke TNI dengan menyebut penyelidiknya khilaf saat OTT (Operasi Tangkap Tangan) kasus dugaan suap di Basarnas.
Baca SelengkapnyaPermintaan maaf secara terbuka Wakil Ketua KPK Johanis Tanak ke pihak TNI berbuntut panjang.
Baca SelengkapnyaBuntut pernyataan Wakil Ketua KPK Johanis Tanak yang menyebut penyelidik khilaf dalam OTT yang melibatkan Marsekal Madya Henri Alfiandi.
Baca SelengkapnyaTumpak menekankan perlunya introspeksi dan evaluasi untuk semua pihak.
Baca SelengkapnyaMeski begitu, Rudianto tidak menjelaskan lebih jauh perihal perkara yang dimaksud.
Baca SelengkapnyaMegawati diketahui menyebut pemberantasan korupsi menurun dan meminta Presiden Jokowi membubarkan KPK.
Baca Selengkapnya"Tiga pimpinan KPK jilid sekarang yang kena etik, dan anda semua sudah tahu siapa saja," kata Dewas KPK.
Baca SelengkapnyaMAKI sebelumnya mengajukan permohonan uji materi ke MK terkait masa jabatan pimpinan KPK yang telah diubah menjadi 5 tahun.
Baca SelengkapnyaAsep Guntur ingin mundur dari KPK buntut kasus suap Kepala Basarnas.
Baca Selengkapnya