PN Palembang sidangkan pasien sakit jiwa dalam kasus penipuan
Merdeka.com - Pengadilan Negeri Palembang, Sumatera Selatan, ngotot tetap menyidangkan seorang terdakwa kasus dugaan penipuan yang juga pasien Rumah Sakit Jiwa Ernaldi Bahar, berinisial AG (65 tahun). Padahal, dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tertulis terdakwa yang mengidap sakit jiwa tidak boleh dihukum pidana.
Anehnya, persidangan AG sudah memasuki tahap akhir, yakni pembacaan pledoi (nota pembelaan). Dia disidang dalam kasus dugaan penipuan bagi hasil pembangunan rumah dan toko. Dalam menjalani sidang, AG didampingi oleh tim penasehat hukum terdiri dari advokat Napoleon dan Hendra Wijaya. Nota pembelaan AG dibacakan di hadapan majelis hakim diketuai Zuhairi dan Jaksa Penuntut Umum Gunawan.
"Terdakwa merupakan pasien Rumah Sakit Ernaldi Bahar sejak 18 Februari 1995. Sejak saat itu. Sudah empat kali keluar masuk rumah sakit, dan saat ini masih memegang kartu berobat jalan," kata Napoleon dalam pembacaan pledoi AG, seperti dikutip dari Antara, Rabu (5/3).
-
Kenapa Kejaksaan Agung tahan tersangka? Setelah ditetapkan sebagai tersangka, RD dilakukan penahanan di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan.'Terhitung dari tanggal 29 Maret sampai dengan 17 April,' tutup Ketut.
-
Mengapa eksekusi dihentikan? Ia mengatakan, pada pertengahan abad ke-19 hukuman itu sudah dihapus, diganti dengan hukuman gantung biasa.
-
Bagaimana MK memastikan tidak ada lagi pemanggilan? Dia pun memastikan tidak akan ada lagi pemanggilan untuk mendapatkan keterangan PHPU Pilpres 2024, sehingga pemanggilan empat menteri Kabinet Indonesia Maju serta Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) pada Jumat (5/4) merupakan sidang PHPU penutup.
-
Apa yang ditayangkan di persidangan? Rekaman CCTV tersebut tidak boleh dibagikan kepada pihak ketiga, termasuk media.
-
Dimana gugatan diajukan? 1. Penggugat atau kuasanya mendaftar gugatan ke Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah.
-
Apa yang menjadi dasar gugatan tersebut? Perselisihan hukum ini mengacu pada undang-undang Prancis yang ditetapkan pada 29 Januari 2021, yang bertujuan untuk mendefinisikan dan melindungi warisan sensorik pedesaan Prancis.
Penasehat hukum meminta majelis hakim mempertimbangkan Pasal 44 ayat 2 KUHP, yang berisi terdakwa yang menderita sakit jiwa tidak boleh menjalani hukuman pidana, tapi diberikan kesempatan untuk menjalani perawatan kesehatan.
"Kuasa hukum meminta majelis hakim untuk mempertimbangkan kesehatan terdakwa karena yang lebih baik adalah dirawat di rumah sakit, bukan dipenjarakan," ujarnya.
Sementara, terkait dengan permintaan tersebut, sejumlah anggota keluarga terdakwa juga menekan pengadilan dengan menggelar unjuk rasa di halaman Pengadilan Negeri Palembang sebelum persidangan dimulai. Mereka mengungkapkan kekecewaannya karena pengadilan dianggap memaksakan persidangan.
"Terdakwa sudah 14 tahun menderita sakit jiwa, tapi mengapa dipaksakan tetap disidangkan," kata Ata, salah seorang anggota keluarga terdakwa.
Meski begitu, majelis hakim tetap mendorong persidangan dilaksanakan hingga akhir. Mereka memutuskan akan melanjutkan persidangan pada pekan depan dengan agenda replik (tanggapan) jaksa atas pledoi terdakwa.
Persidangan itu sendiri tetap digelar lantaran penyidik kepolisian tidak menyertakan surat sebagai bukti pasien rumah sakit jiwa dalam berkas perkara. Majelis hakim pun tidak dapat menghentikan proses karena telah memasuki tahapan pembelaan terdakwa, termasuk terpaksa menolak saksi kunci yang akan diajukan pihak terdakwa pada persidangan berikutnya. Menanggapi hal itu, kuasa hukum menyatakan mestinya tidak mendampingi terdakwa sejak awal.
Kasus pidana yang menyeret terdakwa ini dilatarbelakangi kerja sama bagi hasil pembangunan rumah dan toko (ruko) dengan Willy Handoko. Terdakwa yang memiliki sebidang tanah di Jalan Torpedo Kompleks YPP Palembang seluas 540 meter persegi mengajak Willy bekerja sama dalam pembangunan lima unit ruko. Dari kerja sama itu terdakwa akan mendapatkan dua unit ruko.
Kemudian, Willy menyerahkan uang Rp 170 juta untuk biaya pembuatan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Tetapi, lantaran IMB tidak kunjung selesai, Willy pun melaporkan terdakwa ke pihak kepolisian dan berujung dengan vonis selama 1,4 tahun setelah menjalani proses persidangan pada 2013.
Kemudian, menjelang hukuman berakhir, terdakwa kemudian diajukan kembali ke persidangan dalam kasus yang sama atas laporan Hasanusi. Hasanusi merupakan pihak yang ditunjuk Willy mengambil alih proyek bagi hasil itu saat masih terjadi konflik pembuatan IMB.
Pada proses persidangan yang kedua ini, terdakwa dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum dengan hukuman selama 3,5 tahun. AG dijerat dengan Pasal 378 KUHP tentang penipuan.
(mdk/tyo)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Gugatan Panji Gumilang Ditolak Hakim, Status Tetap Tersangka TPPU dan Aset Disita
Baca SelengkapnyaKuasa hukum Pegi Setiawan meminta Agus bersikap independen dan proposional dalam sidang praperadilan.
Baca SelengkapnyaPutusan sidang praperadilan menjadi pembuktian penetapan Pegi sebagai tersangka sah atau tidak secara hukum.
Baca SelengkapnyaPenetapan tersangka Pegi yang dilakukan tanpa memeriksa terlebih dahulu
Baca SelengkapnyaSidang Praperadilan Pegi Setiawan dijadwalkan berlangsung di PN Bandung pada 24 Juni 2024. Perkara itu akan diadili hakim tunggal Eman Sulaeman.
Baca SelengkapnyaRamadhan menegaskan, untuk kasus yang menjerat Panji bukan merupakan delik aduan.
Baca SelengkapnyaMereka meminta pihak kepolisian mencabut status tersangka terhadap Pegi Setiawan.
Baca SelengkapnyaPegi Setiawan sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka kasus pembunuhan Vina Cirebon oleh Polda Jabar.
Baca SelengkapnyaJika nantinya pihak kepolisian menyerahkan kembali ke kejaksaan, berkas tersebut pun tetap akan ditolak.
Baca SelengkapnyaPengacara menduga termohon tidak hadir agar berkas yang saat ini sedang diperiksa oleh Kejati Jabar lengkap atau P21.
Baca SelengkapnyaBareskrim Polri mempercepat kelengkapan berkas perkara kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang menjerat Panji Gumilang.
Baca SelengkapnyaMenurut Habiburokhman, masalah tersebut tidak masuk akal
Baca Selengkapnya