POGI Sebut Penurunan Kematian Ibu dan Anak Parameter Kemajuan Negara
Merdeka.com - Penurunan angka kematian ibu dan anak menjadi salah satu parameter bagi kemajuan suatu negara, sebagaimana diserukan Perkumpulan Obstetri Ginekologi Indonesia (POGI).
Tidak hanya dari sisi ekonomi dan pendidikan, penurunan angka kematian ibu dan bayi juga menjadi bagian dari tujuan pembangunan berkelanjutan, yaitu memastikan kehidupan yang sehat dan mendukung kesejahteraan bagi semua untuk semua usia dan mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan semua perempuan dan anak perempuan.
Oleh sebab itu, POGI menyatakan untuk terus berkomitmen meningkatkan kualitas layanan kesehatan reproduksi di Indonesia yang tercermin dari parameter angka kematian ibu bayi serta kejadian stunting.
-
Kenapa angka stunting di Indonesia perlu diturunkan? Dengan target 14 persen di 2024, semua elemen turut berkomitmen untuk membantu pemerintah menekan angka stunting tersebut.
-
Bagaimana cara Kemenkes mencegah stunting? 'Apabila ditemukan suatu faktor resiko, jadi bisa dilakukan pencegahan,' tutur Laila.
-
Mengapa Indonesia masih perlu meningkatkan kualitas layanan kesehatan? Posisi Indonesia yang berada di peringkat 39 masih menunjukkan adanya ruang untuk perbaikan, terutama dibandingkan dengan negara-negara Asia yang lebih maju seperti Taiwan dan Korea Selatan.
-
Apa tujuan Kemenkes dalam mengatasi stunting? 'Harus ada upaya yang inovatif, perlu memperkuat intervensi yang ada targetnya agar bisa sama-sama menurunkan angka stunting,' ujar Laila Mahmuda di acara Media Gathering yang diselenggarakan oleh Halluu World & Sensitif di Mall of Indonesia (MOI), Kamis (24/08).
-
Mengapa Kemenkominfo ingin cegah stunting? Hal ini dikarenakan stunting tidak hanya membuat anak bertubuh pendek, tetapi juga menurunkan tingkat produktivitas, serta saat dewasa rentan terkena penyakit komorbid.
-
Bagaimana Indonesia meningkatkan peringkat layanan kesehatan? Peningkatan peringkat Indonesia dalam sistem pelayanan kesehatan ini menunjukkan hasil dari upaya berkelanjutan pemerintah dalam meningkatkan infrastruktur kesehatan, memperbaiki kualitas pelayanan medis, dan memastikan ketersediaan obat-obatan yang lebih baik di seluruh penjuru negeri.
Stunting sendiri adalah masalah gizi kronis akibat kurangnya asupan gizi dalam jangka waktu panjang sehingga mengakibatkan terganggunya pertumbuhan pada anak.
"Data terakhir tercatat angka kematian ibu Indonesia sekitar 305 per 100 ribu kelahiran hidup (Susenas tahun 2015) dan angka kematian bayi 24 per 1.000 kelahiran bayi pada tahun 2017. Hal ini berarti setiap tahun tercatat kurang lebih 15 ribu kematian ibu dari kurang lebih 5 juta kelahiran hidup setiap tahunnya," ujar Ketua Umum Pengurus Pusat POGI dr Ari Kusuma Januarto, SpOG(K), dalam keterangan yang diterima di Jakarta dilansir Antara, Kamis (20/5).
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan POGI juga menyorot isu ini secara khusus membentuk kelompok kerja penurunan angka kematian ibu (Pokja PAKI) yang diketuai Prof. Dr dr Dwiana Ocviyanti, SpOG(K). Hingga saat ini, Pokja Penurunan Angka Kematian Ibu ini berfokus untuk menurunkan angka kematian Ibu dan 120 kabupaten atau kota seluruh Indonesia.
“Kami mengevaluasi semua faktor penyebab tingginya angka kematian ibu yang kurang lebih 60 persen terjadi di RS rujukan, oleh karena itu kesiapan RS dalam hal PONEK dan pelatihan tenaga kesehatan menjadi agenda utama dalam pelatihan serentak yang sudah kami susun dan laksanakan,” kata Dwiana Ocviyanti.
Terkait dengan sorotan mengenai tingginya angka seksio sesarea, Sekretaris Jenderal Pengurus Pusat POGI, Prof. Budi Wiweko menjelaskan bahwa data ini menjadi instropeksi bagi para dokter obgyn untuk melihat lagi bagaimana kenyataan yang ada di lapangan.
“Pada tahun 2018, kami (POGI dan Kemenkes RI) membentuk tim yang dipimpin oleh DR. Dr. Andon Hestiantoro, SpOG selaku Ketua Bidang Ilmiah POGI, melakukan audit klinik pada 159 RS yang melakukan tindakan seksio sesarea lebih dari 1.000 kasus per tahun," ujar Budi.
Budi memaparkan dari data 66 RS dan 1.920 rekam medik yang ditelusuri, indikasi janin terbanyak pada seksio sesarea adalah ketuban pecah dini, disproporsi sefalo pelvik (ketidaksesuaian ukuran bayi dan rongga panggul), oligohidramnion (air ketuban sedikit), persalinan tidak maju dan kelainan posisi atau presentasi bayi di jalan lahir.
Sementara untuk indikasi ibu terbanyak pada seksio sesarea adalah riwayat operasi seksio sesarea sebelumnya dan pre eklampsia berat (hipertensi dalam kehamilan).
Untuk luaran ibu dan bayi pasca seksio sesarea, hasil audit menunjukkan luaran ibu, 96 persen ibu dirawat biasa, 2 persen masuk ICU, 2 persen mengalami penyulit, dan tidak ada yang meninggal. Rata-rata ibu dirawat selama dua hingga 4 hari.
Mutu luaran bayi juga menunjukkan hasil yang baik yaitu; 94 persen bayi dirawat biasa atau rawat gabung, 6 persen masuk NICU, 4 persen mengalami komplikasi, 1 persen meninggal.
Rata-rata lama rawat bayi selama dua hingga 3 hari. Hal ini menekankan bahwa luaran seksio sesarea pada uji petik ini selaras dengan luaran ibu dan bayi yang baik.
Prof. Budi Wiweko kembali menjelaskan bahwa menurut data riset dasar kesehatan Indonesia tahun 2018 terdapat kurang lebih 4.8 juta persalinan yang 19 persen di antaranya ditolong melalui seksio sesarea (kurang lebih 1 juta persalinan). Dari kelompok yang menjalani seksio sesarea ini, kurang lebih 58 persen pembiayaannya dilakukan melalui program jaminan kesehatan nasional (JKN), dan 42 persen sisanya dibiayai melalui skema pembiayaan yang lain.
Data ini menjelaskan bahwa proporsi persalinan seksio sesarea di populasi Indonesia masih tergolong rasional dan pemerintah (JKN) membiayai sekitar 58 persen dari seluruh persalinan seksio sesarea (kurang lebih 600 ribu dari 1 juta seksio sesarea) yang ada di Indonesia.
"Untuk data klaim JKN di RS, proporsi seksio sesarea kurang lebih sebesar 57 persen yang terdiri dari tingkat keparahan 1, 2 dan 3 sesuai dengan INA CBGs," jelas Ari Kusuma Januarto, selaku Ketua POGI.
Ari menilai bahwa proporsi ini tentu sesuai dengan proses dan sistem rujukan layanan kesehatan di Indonesia yang menempatkan tindakan seksio sesarea hanya bisa dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan dan rawat tingkat lanjut (FKRTL).
"Namun demikian kami terus melakukan instropeksi dan evaluasi diri untuk meningkatkan etik dan profesionalisme seluruh dokter spesialis kandungan di Indonesia. Kami mengajak semua pihak yang berkepentingan untuk duduk dan diskusi bersama mengkaji data yang ada sebelum mengeluarkan kebijakan penting bagi peningkatan kualitas layanan kesehatan ibu dan anak di Indonesia," tutup Ari.
(mdk/ray)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pemerintah Kota Bandung sudah menuangkannya dalam Rencana Pembangunan Daerah (RPD) 2024-2026.
Baca SelengkapnyaKerjasama semua pihak termasuk swasta salah satunya untuk menekan angka stunting
Baca SelengkapnyaKomponen yang dilihat yaitu dimensi kesehatan reproduksi, pemberdayaan dan pasar tenaga kerja.
Baca SelengkapnyaSemua berharap presiden terpilih yang akan datang dapat menyelesaikan permasalahan Kesehatan yang ada sehingga tercapai derajat Kesehatan Masyarakat.
Baca Selengkapnya"Setiap tahun ada 78.000 bayi meninggal dari 4,6 juta yang dilahirkan," kata Budi.
Baca SelengkapnyaKasus stunting di Jatim turun di bawah target nasional
Baca SelengkapnyaWapres mengingatkan tanggung jawab bersama dalam mengawal kebijakan pembangunan SDM
Baca SelengkapnyaIPM Palembang mendekati Jakarta dan Yogyakarta dan inflasi terkendali
Baca SelengkapnyaPemerintah membangun 12 rumah sakit di seluruh Indonesia yang standarnya seperti Gedung Kesehatan Ibu dan Anak Rumah Sakit Sardjito.
Baca SelengkapnyaJokowi berharap masyarakat Indonesia bisa bebas dari stunting.
Baca SelengkapnyaStunting rupanya tak hanya dialami anak dari keluarga miskin, tapi juga orang kaya.
Baca SelengkapnyaIndonesia berhasil menurunkan angka stunting menjadi 21,6 persen dan menaikan Indeks Pembangunan Gender menjadi 76,5 di tahun 2022.
Baca Selengkapnya