Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Polemik batas waktu pembuatan e-KTP, teruskan atau setop?

Polemik batas waktu pembuatan e-KTP, teruskan atau setop? e-KTP. ©2014 merdeka.com/dwi narwoko

Merdeka.com - Meski telah dimulai sejak era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), perekaman serta pencetakan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) nyatanya hingga kini era Presiden Jokowi belum juga selesai. Bahkan menurut Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo ada sekitar 20 juta jiwa warga Indonesia belum direkam data dan memiliki e-KTP terutama di wilayah terpencil.

Tak mau berlarut-larut, Kemendagri pun memberi batas waktu perekaman dan pembuatan e-KTP hingga September 2016 kepada masyarakat. Masyarakat di berbagai penjuru negeri pun langsung bereaksi dengan 'menyerbu' kantor instansi pemerintah terkait untuk membuat e-KTP.

Alhasil, antrean pun membeludak. Bahkan, banyak warga yang rela menginap di kantor tersebut demi bisa membuat e-KTP. Peristiwa itu salah satunya terjadi di Kabupaten Tangerang. Saat itu warga dari 29 kecamatan memenuhi kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Tangerang, Kamis (25/8).

Selain itu, habisnya stok blanko di sejumlah daerah juga mengakibatkan pembuatan e-KTP terganggu. Mendagri Tjahjo Kumolo pun angkat bicara.

Dia menyayangkan sikap masyarakat yang baru membuat e-KTP setelah muncul wacana batas akhir pembuatan pada awal September 2016 mendatang.

"Kalau kita lihat di media orang sampai tidur di Dukcapil, kemarin ke mana engga mau urus," kata Tjahjo Kumolo di Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (25/8).

Mantan Sekjen PDIP ini mengatakan, mengenai batas akhir September 2016 hanya sebuah percobaan agar masyarakat memiliki e-KTP secara menyeluruh. Dia menilai pembuatan e-KTP belum menyeluruh karena masyarakat malas untuk mendatangi kecamatan.

"Yang di kota saja enggak mau datang ke kecamatan untuk rekam data saja masih 20 juta," kata dia.

Dia juga mengatakan, belum selesainya perekaman dan pembuatan e-KTP dikarenakan Indonesia adalah negara besar, berbeda dengan Singapura yang negara kecil. Menurutnya, Singapura bisa menyelesaikan e-KTP karena wilayahnya hanya satu kecamatan di Indonesia. Oleh sebab itu, batas akhir September tersebut hanya sebatas wacana agar mendorong masyarakat untuk memiliki e-KTP.

"Ya wajar wong (Singapura) satu kecamatan kok. Kita bertahap lah, kita inginkan nomor induk sudah dimiliki satu orang. Jadi besok tidak bawa macam-macam kartu cukup satu aja," kata dia.

Dia menyakini seluruh masyarakat akan mempunyai e-KTP pada akhir tahun 2017 mendatang. Apalagi, pemerintah menargetkan pemilu 2019 mendatang bisa menggunakan e-Voting karena seluruh masyarakat sudah memiliki e-KTP.

Sementara itu, anggota Komisi II Fraksi PDIP Arif Wibowo meminta Mendagri mencabut kebijakan batas waktu pembuatan e-KTP. Menurutnya, tidak ada kondisi yang mengharuskan masyarakat untuk membuat e-KTP sehingga terkesan dipaksakan.

"Mengenai batas waktu 30 September, menurut saya tidak punya dasar kuat sehingga cabut aja. Kalau itu diberlakukan sementara rakyat banyak yang belum dapat e-KTP. Maka itu pelanggaran hak konstitusional," kata Arif saat dihubungi, Jumat (26/8).

Jika pemerintah memaksakan pembuatan e-KTP hingga akhir September, Arif yakin masih banyak yang belum mendapatkannya. Imbasnya, warga akan kesulitan mengakses layanan publik karena belum memiliki e-KTP. Dia menyarankan pemerintah menempatkan e-KTP sebagai program prioritas dan sifatnya jangka panjang.

"Menyangkut apa yang terjadi selama ini pemerintah harus menempatkan itu sebagai program prioritas. Jadi bukan hanya KTP elektronik saja. Karena itu ngaruh ke layanan sosial seperti pendidikan, kesehatan dan jaminan sosial. Karena itu dilonggarkan lah," terangnya.

Selain itu, katanya, persoalan lain yang harus diperhatikan pemerintah adalah penganggaran. Pembuatan e-KTP dengan cakupan nasional tentu membutuhkan biaya operasional yang besar. Apalagi, blanko dan alat yang tersedia masih kurang dan banyak kerusakan.

"Kedua harus ada political will soal penganggaran. Sebab kekurangan blanko itu masalah dan peralatan e-KTP sebagian rusak perlu diperbaiki," ujarnya.

Melihat persoalan tersebut, Arif menyarankan pemerintah untuk memberikan kelonggaran, minimal 1 hingga 2 tahun kepada masyarakat untuk merekam dan mencetak e-KTP.

"Belum lagi biaya operasional. Jadi tidak bisa dianggap sebagai yang normal saja, harus ada fokus 1-2 tahun ini. Supaya rakyat punya semua jenis administrasi kependudukan," pungkasnya

(mdk/dan)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP