Polri sebut banyak uang palsu bakal disebar saat Pilkada Serentak
Merdeka.com - Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Mabes Polri Brigjen Pol Bambang Waksito mengatakan banyak permintaan uang palsu jelang Pilkada Serentak 9 Desember 2015. Uang palsu yang banyak beredar itu mulai dari pecahan Rp 50.000 sampai Rp 100.000. Bahkan pelaku juga memalsukan dolar.
"Jelang Pilkada serentak sudah ada permintaan uang palsu dengan jumlah besar, tersangka juga memalsukan uang dolar," kata Bambang di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Senin (7/12).
Bambang mengungkapkan, penangkapan para pelaku pemalsuan uang butuh proses panjang. "Kita berhasil mengungkap kasus pemalsuan uang rupiah dan dolar. Kita butuh waktu panjang meringkus para tersangka. Dua hari lagi Pilkada dan pemalsuan uang ini ada kaitannya Pilkada Serentak, uang itu diduga akan disebar pada saat pencoblosan (serangan fajar). Nah, kenapa sampai besar ini barang bukti uang palsu, karena banyak permintaan," paparnya.
-
Uang palsu apa yang diedarkan? Disampaikan Kepala Polsek Leles, AKP Agus Kustanto, keduanya mengedarkan uang imitasi dengan pecahan Rp10 sampai Rp100 ribu.
-
Dimana uang palsu diedarkan? Petugas kepolisian dari Polsek Leles menangkap ibu dan anak yang diduga mengedarkan uang palsu di wilayah Kabupaten Garut, Jawa Barat.
-
Kenapa uang palsu di Garut diedarkan? Polisi menangkap dua pelaku atas dugaan membuat dan mengedarkan uang palsu,“ katanya, dikutip dari ANTARA, Senin (14/8).
-
Siapa yang edarkan uang palsu di Garut? Petugas kepolisian dari Polsek Leles menangkap ibu dan anak yang diduga mengedarkan uang palsu di wilayah Kabupaten Garut, Jawa Barat.
-
Bagaimana cara SR mengedarkan uang palsu? Mendengar kisahnya, SR menyarankan agar pria tersebut membuang sial dengan menyiapkan uang sebesar Rp900 ribu. Pada lain hari, datanglah ayah dan putrinya yang gagal tunangan itu menemui SR. Mereka membawa uang mahar Rp900 ribu yang dimasukkan ke dalam amplop. SR kemudian masuk ke dalam kamar dan mengganti uang tersebut dengan uang palsu.
-
Apa penipuan yang marak terjadi saat ini? Beredar unggahan di media sosial terkait tawaran pinjaman bagi nasabah Bank Rakyat Indonesia (BRI) hanya dengan menghubungi nomor WhatsApp.
Lebih dalam Bambang enggan mengungkapkan siapa orang yang memesan uang palsu dalam jumlah besar pada saat Pilkada 9 Desember 2015.
"Untuk mengarah ke dana Pilkada sudah ada permintaan. Dari pada masyarakat kena, kita cegah terlebih dahulu peredaran uang palsu. Itu belum tercukupi permintaan (uang palsu) sudah kita tangkap tersangkanya," bebernya.
Dia mengatakan permintaan uang palsu tersebut jelang Pilkada terjadi di Kalimantan. "Di wilayah Kalimantan, itu baru permintaan ya. Hasil pendalaman pelaku mengaku baru permintaan belum diedarkan," pungkasnya. (mdk/dan)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Bank Indonesia Sulawesi Tenggara menemukan uang lembar palsu sebanyak 363 lembar pecahan Rp50.000 dan Rp100.000.
Baca SelengkapnyaPolri menggerebek tempat percetakan uang bertempat di Kota Bekasi, Jawa Barat Jumat (6/9) lalu. Sebanyak 10 orang diamankan
Baca SelengkapnyaPolres Pekalongan mengungkap kasus penipuan dengan modus penggandaan uang bermotif politik. Korbannya seorang caleg dari Partai Golkar.
Baca SelengkapnyaPolisi masih mendalami dugaan telah adanya uang palsu yang beredar jelang Hari Raya Iduladha 1445 H.
Baca SelengkapnyaHasil pemeriksaan, rupanya uang palsu diproduksi sesuai permintaan dari seorang berinisial P.
Baca SelengkapnyaTak hanya pecahan besar, ibu dan anak juga edarkan pecaan kecil. Waspada.
Baca SelengkapnyaUang perahu ini akan banyak ditemukan menjelang pemilu.
Baca SelengkapnyaMerespons itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta semua yang ilegal dicek sesuai aturan hukum.
Baca SelengkapnyaPPATK menemukan transaksi mencurigakan di Pemilu 2024.
Baca SelengkapnyaDewan Ketahanan Nasional (Wantannas) mengungkap potensi kerawanan konflik di daerah yang menggelar Pilkada serentak 2024.
Baca SelengkapnyaMenjelang Pemilu 2024, partai politik diimbau hindari dana ilegal.
Baca SelengkapnyaGanjar memutuskan irit bicara terkait adanya temuan PPATK tersebut. Kenapa?
Baca Selengkapnya