Polri sebut minimnya saksi dan alat bukti jadi kendala ungkap kasus penyiraman Novel
Merdeka.com - Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan telah menjadi korban penyiraman air keras oleh Orang Tak Kenal (OTK) pada Selasa (11/4) lalu. Sudah memasuki 200 hari kejadian itu, Polri masih kesulitan untuk menangkap pelaku penyiram itu.
Kabagpenum Divhumas Mabes Polri, Kombes Pol Martinus Sitompul mengatakan, untuk memecahkan masalah ini, pihaknya masih kekurangan sejumlah saksi yang mengetahui atau melihat kejadian penyiraman air keras terhadap Novel.
"Kan sama-sama penyidik tahu kesulitan-kesulitan teknis dalam mengungkap suatu perkara minimnya saksi, saksi dalam arti yang bisa memilih minimnya upaya alat-alat bukti yang menjadi dasar untuk menangkap, memproses menahan, memproses orang itu kan harus terpenuhi," katanya di Kompleks Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (2/11).
-
Metode apa yang digunakan Polda Sumut dalam kasus pembakaran rumah jurnalis? Rupanya keberhasilan Polda Sumut mengungkapkan kasus ini tidak terlepas dari penggunaan metode modern yaitu Scientific Crime Investigation oleh penyidik.
-
Mengapa kasus pembakaran rumah jurnalis di Sumut diusut dengan Scientific Crime Investigation? Dalam menangani kasus ini, Polda Sumut menerapkan metode Scientific Crime Investigation sebagai standar penyidikan.
-
Siapa yang menolak menonton rekaman CCTV? Pada awalnya, Tamara menyatakan bahwa ia tidak ingin menonton rekaman CCTV yang merekam momen-momen terakhir kehidupan Dante.
-
Apa yang dilakukan polisi tersebut? Penyidik menetapkan Bripka ED, pengemudi mobil Toyota Alphard putih yang viral, sebagai tersangka karena melakukan pengancaman dengan pisau terhadap warga.
-
Bagaimana Kejagung mengusut kasus ini? “Iya (dua penyidikan), itu tapi masih penyidikan umum, sehingga memang nanti kalau clear semuanya kita akan sampaikan ya,“ tutur Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana di Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (15/5/2023). Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung, Kuntadi mengatakan, dua kasus tersebut berada di penyidikan yang berbeda. Meski begitu, pihaknya berupaya mendalami temuan fakta yang ada.
-
Bagaimana polisi menangani kasus perundungan ini? Polisi memastikan bahwa kasus ini diproses secara hukum meski kedua tersangka masih di bawah umur. Polisi akan menerapkan sistem peradilan anak terhadap kedua pelaku. Kedua pelaku terancam pidana penjara selama tiga tahun dan denda Rp72 juta.
Polri tidak ingin tergesa-gesa untuk mengusut kasus ini karena dengan minimnya saksi yang mengetahui kejadian tersebut serta tak mempunyai alat bukti yang lengkap. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari salah melakukan penangkapan terhadap seseorang yang tak bersalah.
"Jangan sampai kita melakukan upaya paksa menangkap seseorang yang ternyata bukan, padahal kita sudah itu, 1×24 jam kemudian kita dialami ternyata enggak kita keluarkan," ujarnya.
Untuk mengungkap kasus ini, Martinus mengatakan, pihaknya telah meminta bantuan kepada Polisi Australia untuk membaca Circuit Closed Television (CCTV) yang merekam kejadian penyiram tersebut. Namun, hal itu pun ternyata tak membuahkan hasil yang positif.
"Kan belum, belum ada dari apa kan belum ada yang dari Australia itu kan enggak bisa tidak bisa untuk secara detail menjelaskan wajahnya itu seperti apa," ucapnya.
Oleh karena itu, Polri akan mencoba teknologi canggih seperti Face Recognized atau wajah dikenali CCTV yang akan dibuat oleh Bareskrim Polri. Hal itu untuk mengungkap suatu perkara yang sekiranya sulit untuk diungkap.
"Itu tadi pertanyaannya maka kebutuhan-kebutuhan akan teknologi itu penting untuk bisa melakukan mengungkap suatu perkara," tandas Martinus.
Sebelumnya, Bareskrim Polri akan membuat alat Face Recognized CCTV atau wajah yang dikenali CCTV, untuk bisa mencari seseorang yang sedang tersandung dengan masalah hukum. Hal itu untuk bisa menangkap seseorang yang masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
"Umpamanya DPOnya teroris umpannya nah ini CCTV ada di pelabuhan bandara tempat umum ketika dia menangkap wajah orang itu akan keluar profilenya yang kita susun akan keluar alat maka kita lakukan pengejaran," kata Kabareskrim Porli, Komjen Pol Ari Dono Sukamto di kantor Bareskrim Polri di gedung Kementerian Kelautan dan Perikanan, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (1/11).
Diketahui, penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan telah menjadi korban penyiraman air keras oleh Orang Tak Kenal (OTK) pada Selasa (11/4) lalu. Dan pada Senin (30/10) kemarin, menjadi hari ke-200 kasus penyiraman Novel yang sampai sekarang polisi belum bisa ungkap siapa pelaku penyiraman air keras tersebut.
(mdk/fik)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Komnas HAM RI menduga kuat terjadi perintangan penyidikan atau "obstruction of justice" dalam kasus kematian Afif Maulana.
Baca SelengkapnyaPembina media investigasi hukum online, Iptu Benny Surbakti jelaskan soal laporan polisi yang tidak tuntas.
Baca SelengkapnyaKomarudin memastikan seluruh proses penyelidikan sampai saat ini masih sesuai rencana.
Baca SelengkapnyaKuasa hukum Pegi Setiawan Kecewa dengan keputusan polisi tersebut.
Baca SelengkapnyaSalah satu yang menjadi hambatan adalah kasus ini sudah terjadi delapan tahun silam.
Baca SelengkapnyaMenelusuri Keberadaan CCTV Ungkap Tabir Kasus Mayat dalam Toren Air di Pondok Aren
Baca SelengkapnyaKapolda Sumbar Irjen Suharyono menyatakan permintaan pihak keluarga Afif Maulana agar rekaman dibuka sebagai hal yang menyesatkan.
Baca Selengkapnya"Kami sangat kecewa. Karena keadilan tidak bisa ditegakkan," kata Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Mia Amiati .
Baca SelengkapnyaMenurut Susno Duadji, tidak ada pembunuhan dalam kasus Vina
Baca SelengkapnyaKasus ini kembali ramai diperbincangkan setelah diadaptasi ke layar lebar. Satu DPO yang terakhir ditangkap ada nama Pegi Setiawan.
Baca Selengkapnya