Polri tegaskan pembubaran aksi #2019GantiPresiden sesuai UU
Merdeka.com - Kepolisian diberikan kewenangan untuk membubarkan aksi unjuk rasa. Kewenangan itu tertuang di dalam Undang-undang No 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyatakan Pendapat Di Depan Umum.
Hal itu diungkapkan Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Dedi Prasetya, di SCTV Tower, Senin (24/9).
Menurutnya, pada pasal 15 disebutkan aparat Kepolisian berhak atau dapat membubarkan unjuk rasa apabila pengunjuk rasa tidak memenuhi unsur-unsur yang terdapat di dalam pasal 5 dan 6 Undang-undang No 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyatakan Pendapat Di Depan Umum.
-
Bagaimana Polresta Pekanbaru kawal surat suara? Personel Polresta Pekanbaru mengawal ketat pendistribusian logistik berupa surat suara Pemilu 2024. Logistik itu dipastikan aman hingga sampai ke gudang logistik KPU Pekanbaru, Jalan Kaharuddin Nasution.
-
Apa yang diminta Komnas HAM dari Polda Jabar? 'Sebagai salah satu upaya dalam memastikan penegakan hukum atas kasus tersebut, Komnas HAM kembali meminta keterangan Polda Jawa Barat,' kata Uli dalam keteranganya, Selasa (21/5).
-
Apa yang dilakukan polisi tersebut? Penyidik menetapkan Bripka ED, pengemudi mobil Toyota Alphard putih yang viral, sebagai tersangka karena melakukan pengancaman dengan pisau terhadap warga.
-
Siapa yang memuji keputusan Polri? Keputusan tersebut mendapat apresiasi dari Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni.
-
Kenapa polisi gencar jaga Kamtibmas menjelang pemilu? 'Pentingnya menjaga ketertiban umum (Kamtibmas) demi kelancaran Pemilu yang damai. Kegiatan sosialisasi dilakukan setelah salat Isya kemarin,' kata Bagus, Rabu (10/1)
-
Apa saja permintaan DPR RI ke polisi? 'Setelah ini, saya minta polisi langsung berikan pendampingan psikologis terhadap korban serta ibu korban. Juga pastikan agar pelaku menerima hukuman berat yang setimpal. Lihat pelaku murni sebagai seorang pelaku kejahatan, bukan sebagai seorang ayah korban. Karena tidak ada ayah yang tega melakukan itu kepada anaknya,' ujar Sahroni dalam keterangan, Kamis (4/4). Di sisi lain, Sahroni juga memberi beberapa catatan kepada pihak kepolisian, khususnya terkait lama waktu pengungkapan kasus. Ke depan Sahroni ingin polisi bisa lebih memprioritaskan kasus-kasus pelecehan terhadap anak.'Dari yang saya lihat, rentang pelaporan hingga pengungkapan masih memakan waktu yang cukup lama, ini harus menjadi catatan tersendiri bagi kepolisian. Ke depan harus bisa lebih dimaksimalkan lagi, diprioritaskan untuk kasus-kasus keji seperti ini. Karena korban tidak akan merasa aman selama pelaku masih berkeliaran,' tambah Sahroni.
Dia menjelaskan, poin pertama di dalam melaksanakan unjuk rasa tidak boleh melanggar hak asasi orang lain. Kedua, tidak boleh melanggar aturan-aturan moral yang diakui umum. Ketiga, tidak boleh melanggar peraturan dan perundangan yang berlaku. Keempat, tidak boleh mengganggu ketertiban umum. Kelima, tidak boleh merusak persatuan dan kesatuan.
"Di dalam Undang-undang No 9 Tahun 1998 kemudian di dalam Undang-undang Ratifikasi Konvensi Internasional Hak Sipil dan Politik dijelaskan bahwa intinya di dalam menyampaikan pendapat di muka umum adalah kebebasan berekspresi kewarganegaraan tapi tidak berlaku absolut tetapi berlaku limitatif. Artinya dalam Undang-Undang dibatasi. Kalau misalnya masyarakat melakukan demo lima syarat harus terpenuhi," papar dia ketika berbicang dengan Liputan6.com di SCTV Tower, Senin (24/9).
Jikalau, beberapa poin tidak terpenuhi, aparat kepolisian harus mampu mengambil sebuah keputusan yang tepat atau lebih dikenal dengan istilah diskresi. Berdasarkan penilaian sendiri dengan melihat situasi. Antara lain, berhak atau dapat membubarkan unjuk rasa tersebut.
"Anggota boleh alternatif pilihan daripada unjuk rasa terjadi anarkis ataupun justru akan terjadi merugikan pengunjuk rasa. Itu tidak disalahkan untuk meminimalisir terjadinya itu. Kalau misalnya memberikan perlawanan kita kenakan KUHP," ucap dia.
Menurut dia, dalam melaksanakan tugas dan kewenangan Polri mempedomani empat hal. Polri harus berdasarkan peraturan dan taat hukum.
"Artinya asas legalitas harus jelas," ujar dia.
Kemudian, memperhatikan norma-norma sosial yang berlaku di masyarakat. "Norma agama, norma kesusilaan, etika moral dan sebagainya," ujar dia.
Selanjutnya, menjunjung tinggi asas kemanusiaan. Terakhir, mengutamakan tindakan pencegahan.
"Itu yang harus dilakukan seluruh anggota Polri," ungkap dia.
Reporter: Ady AnugrahadiSumber: Liputan6.com
(mdk/dan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Terlihat Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Pol. Susatyo Purnomo Condro memimpin langsung upaya pembubaran massa.
Baca SelengkapnyaHingga malam hari, massa demonstran tolak Revisi UU Pilkada masih bertahan di depan Gedung DPR.
Baca SelengkapnyaAda sekitar ratusan orang yang ditangkap Polda Metro Jaya, namun sebagian sudah dibebaskan
Baca SelengkapnyaPerintah Jokowi mendapat apresiasi banyak pihak, tak terkecuali aktivis.
Baca SelengkapnyaMassa yang terdiri dari berbagai elemen masyarakat itu juga sempat berpamitan dengan sejumlah aparat kepolisian yang melakukan penjagaan di KPU RI.
Baca SelengkapnyaJokowi memastikan pemerintah akan mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi terkait syarat pencalonan kepala daerah pada Pilkada serentak 2024.
Baca SelengkapnyaMasyarakat diimbau tidak melintas di Jalan Merdeka Barat lantaran adanya demo ini.
Baca SelengkapnyaAksi unjuk rasa untuk mengawal putusan MK terus berlanjut. Setelah mengepung Gedung KPK, demonstran kini menggeruduk markas KPU.
Baca SelengkapnyaDirektur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan, aparat kepolisian kembali bersikap brutal kepada para pengunjuk rasa
Baca SelengkapnyaAda sekitar ratusan orang yang ditangkap Polda Metro Jaya, namun sebagian sudah dibebaskan.
Baca SelengkapnyaDemo ini menuntut DPR agar tidak mengesahkan RUU Pilkada.
Baca SelengkapnyaAksi yang digelar ini sehari setelah Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, menggelar rapat panitia kerja terkait Revisi UU Pilkada, pada Rabu (21/8).
Baca Selengkapnya