Potret Kemiskinan di RI, Ada Warga Tinggal di Gubuk Reot Hingga Kandang Kambing
Merdeka.com - Pemerintah menyatakan angka kemiskinan di tanah air menurun. Hal ini berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat jumlah penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan di Indonesia pada Maret 2019 mencapai 25,14 juta orang atau sebesar 9,41 persen. Angka ini turun sebesar 0,53 juta orang dibandingkan September 2018.
"Persentase penduduk miskin pada Maret 2019 sebesar 9,41 persen menurun 0,25 persen poin terhadap September 2018," kata Kepala BPS Suhariyanto di Gedung BPS, Jakarta, Selasa (15/1) lalu.
Meski demikian, kemiskinan masih tetap ada di tanah air. Masih ada warga negara yang hidup di dalam kemiskinan. Mereka sampai kesulitan atau bahkan tak mampu mencukupi kebutuhan hidupnya.
-
Dimana warga terdampak kekeringan? BPBD Kabupaten Cilacap mencatat jumlah warga yang terdampak kekeringan di wilayah tersebut mencapai 9.153 jiwa dari 3.011 keluarga.
-
Di mana desa miskin itu berada? Salah satu desa miskin berada di Desa Cipelem, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah.
-
Bagaimana kemiskinan di Burundi? Global Finance Magazine, menempatkan Burundi peringkat pertama negara termiskin di dunia Sekitar 90 persen dari hampir 12 juta penduduk Burundi bergantung pada pertanian subsisten Pertanian subsisten membuat petani Burundi fokus membudidayakan bahan pangan dalam jumlah yang hanya cukup untuk mereka sendiri dan keluarga Laporan Bank Dunia Empat dari lima orang Burundi hidup dengan kurang dari USD 1,25 per hari atau di bawah Rp20.000 (asumsi kurs Rp15.300) Nilai pendapatan masyarakat Burundi tersebut setara tarif parkir mobil selama 4 jam di pusat perbelanjaan wilayah DKI Jakarta Pekerjaan sebagai Polisi di Burundi juga hanya dibayar senilai USD 14 untuk setiap bulan. Angka ini setara Rp215.000 Kondisi anak-anak Burundi mengenaskan, hanya bisa bermain dengan barang bekas Kemiskinan membuat masyarakat Burundi banyak belum rasakan listrik Bahkan, peralatan elektronik masih belum menggunakan teknologi kuno Matinya roda ekonomi membuat separuh anggaran negara berasal dari sumbangan negara lain
-
Siapa yang mengalami kesulitan keuangan? Meskipun kabar suami Zaskia Gotik yang sedang mengalami kesulitan keuangan, rumah tangga mereka dengan Sirajuddin semakin harmonis.
-
Siapa yang terkena dampak kemiskinan pada otak? Dalam studi yang sudah dipublikasikan di JNeurosci, dilibatkan 751 individu berusia antara 50 dan 91 tahun, ditemukan bahwa mereka yang tinggal dalam kemiskinan menunjukkan lebih banyak tanda-tanda penuaan pada white matter otak mereka dalam pemindaian MRI, serta mendapat skor lebih rendah dalam tes kognitif dibandingkan dengan mereka yang tinggal di rumah tangga yang lebih makmur.
-
Apa yang rusak di otak akibat kemiskinan? Para peneliti telah mengungkapkan hubungan antara tingkat pendapatan rumah tangga yang rendah dan percepatan kerusakan pada white matter di otak manusia.
Mirisnya, saking sulitnya mereka sampai-sampai tinggal di tempat tak layak. Berikut ulasannya:
2 Lansia Tinggal di Kandang Kambing dan Sering Kelaparan
Mak Uka (80) dan Mak Icih (70), warga Kampung Krajaan Pawanda RT 0/04, Desa Medang Asem, Jayakerta, Karawang terpaksa harus hidup di kandang kambing. Di kandang berbahan bambu itu, kakak beradik itu sudah tinggal selama puluhan tahun.
"Kalau tidur bareng sama kambing dan malam hari tidak ada penerangan hanya cahaya lampu minyak," kata Mak Uka saat bercerita kepada merdeka.com, Jumat (6/9).
Selama ini, Mak Icih dan Mak Uka dibantu warga untuk makan dan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sesekali, tetangga menawarkan pekerjaan dengan upah seikhlasnya.
Warga, Ayu Retna Rassani (24) bercerita tidak ada bantuan apapun dari pemerintah kepada kedua lansia tersebut. Keduanya sempat bercerita kepada Ayu. Mereka kadang-kadang mereka kelaparan karena tidak ada bahan makanan yang bisa dimasak untuk sekedar mengganjal perut.
"Tidak jarang keduanya kelaparan karena tak ada uang, " ungkap Ayu.
Mak Erat Tinggal di Gubuk Bambu
Mak Erat, perempuan lansia berumur 91 tahun Warga Dusun Telukbunder RT 02 RW 01, Desa Dwi Sari, Kecamatan Rengasdengklok, Karawang, menempati gubuk bambu berukuran tiga kali dua meter beratapkan genteng yang sebagian sudah ambruk dan berlantaikan tanah. Di gubuk itu, Mak Erat tinggal bersama anak dan satu cucunya.
Mak Erat harus tidur di dapur yang menyatu dengan seluruh isi rumah yang jauh dikatakan layak huni. Gubuk tersebut adalah harta satu-satunya peninggalan suami tercinta. Jika hujan, bagian atap bocor, jika panas sinar matahari tembus langsung ke dalam gubuk.
"Jangankan untuk bangun gubuk, untuk makan sehari-hari juga susah," kata anak Mak Erat, Firmansyah, Jumat (23/11/2018).
Untuk kebutuhan hidupnya, Mak Erat mengandalkan hasil jerih payah cucunya yang bekerja secara serabutan dengan penghasilan tidak menentu bahkan terkadang pulang tak membawa uang.
Dede Komara, tetangga Mak Erat, mengatakan sudah menyampaikan kepada pemerintah desa soal kondisi Mak Erat. Namun belum ada tanggapan.
Bah Ajum Tinggal di Gubuk Plastik
Kondisi serupa juga dialami Bah Ajum (60). Pria renta ini harus menghabiskan sisa hidupnya di gubuk reyot tak layak setelah istri yang dicintainya meninggal dunia. Warga Desa Dwi Sari, Kecamatan Rengasdengklok, Karawang, itu tinggal di gubuk ukuran 1,5 x 2 meter yang terbuat dari bambu sebagai penyangga dan penutup dari kain dan terpal plastik.
Bah Ajum yang daya tahan tubuhnya kian memburuk tidak punya pilihan lain. Dia terpaksa menempati saung reyot miliknya setelah rumah kayu ambruk pada Agustus lalu.
"Terpaksa tinggal di saung reyot sejak gubuk ambruk pada Agustus lalu," kata Bah Ajum.
Bah Ajum memiliki anak yang paling tua bernama Narsum. Anaknya itu 'diasingkan' tak jauh dari gubuknya tinggal karena mengalami gangguan jiwa 20 tahun terakhir. Sejak tamat SD, Narsum mengalami panas dan hingga kini mengalami gangguan jiwa.
Narsum tak pernah mendapat pengobatan karena kemiskinan yang diderita keluarga Bah Ajum. Warga berharap Bah Ajum memperoleh bantuan karena kini tak punya apa-apa lagi.
Satu Keluarga Tinggal di Gubuk Reyot yang Gelap Gulita
Satu keluarga di Dusun Kedungwungu Barat, Desa Pinangsari, Kecamatan Ciasem, Subang yang terdiri dari suami, istri dan tiga orang anak tinggal di rumah yang nyaris ambruk. Kondisi rumah di RT04/RW07 ini tidak layak huni. Ditambah tak ada penerangan listrik.
Dinding bambu sudah lapuk dimakan usia. Bahkan kini sebagian atap bangunan di sisi sebelah kanan roboh. Satu bagian dindingnya jebol.
"Rumah layaknya gubuk ini, sejak dibangun 30 tahun lalu, tak pernah tersentuh perbaikan," kata Rakim, di rumahnya, Senin (26/8).
Tak jarang, saat hujan deras atap tiba-tiba roboh. Langit-langit di kamar tidur yang jebol dan hanya ditutupi plastik bekas. Supaya air hujan tidak langsung turun ke tempat tidur anak-anak. Kondisi rumahnya itu sudah lama rusak karena dimakan usia dan faktor cuaca. Keterbatasan biaya membuatnya tidak lagi mampu memperbaiki rumahnya meski hampir roboh.
Janda Tua di Bali Tinggal di Gubuk & Makan Nasi Garam
Masuda (70), janda yang tinggal di Dusun Baluk Rening, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana, Bali, tinggal di gubuk reot dan sakit-sakitan. Masuda tinggal dengan cucunya yang juga yatim piatu dan dirawatnya sejak kecil di gubuk reot tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Masuda hanya bisa berjualan cabai dan makanan kecil di rumahnya. Terkadang dia juga membuat sapu lidi dan berjualan kayu bakar.
"Sejak saya menikah, suami saya tidak memiliki tanah. Namun jika diberikan bantuan bedah rumah, adik saya memberikan tanah ini untuk ditempati," jelas wanita yang sudah renta ini, di Jembrana, Kamis (26/2/2015) lalu.
Dikatakannya dalam sehari belum tentu dia mendapatkan uang. Sehingga dia hanya bisa memanfaatkan beras miskin yang didapatkannya, dan dicampur dengan jagung atau ketela untuk menghemat beras.
"Kadang kami makan nasi dengan garam saja, kadang pakai sayur, itupun kalau punya uang. Cucu saya harus makan nasi dan bekal kalau mau sekolah, kalau tidak, dia nangis," ujar Masuda lirih.
Masuda mengaku pasrah dengan kondisi hidupnya sekarang ini. Dia hanya berharap tidak sampai sakit keras seperti yang dialami suaminya, karena dia takut tidak ada yang merawatnya.
(mdk/dan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sebetulnya ada wacana warganya akan di relokasi ke sebuah rusun yang nantinya bakal disiapkan oleh Pemprov.
Baca SelengkapnyaPotret kehidupan masyarakat di desa pedalaman di Cianjur, Jawa Barat.
Baca SelengkapnyaBangunan kumuh yang berdiri sepanjang bantaran Kali Ciliwung di Jakarta semakin mencolok.
Baca SelengkapnyaSehari-hari, mereka bekerja sebagai buruh tani. Penghasilan harian kecil kadang tak dapat sama sekali
Baca SelengkapnyaDi tengah-tengah masyarakat yang hidup berkecukupan, ada sebuah perkampungan dengan kondisi begitu miris.
Baca SelengkapnyaAhli Patologi Sosial dari Universitas Indonesia, Ester Jusuf, mengungkapkan, kemiskinan di beberapa wilayah terlihat sengaja dipertahankan.
Baca SelengkapnyaUntuk bertahan hidup, kakek Samudi hanya melakukan usaha sebisanya yakni dengan berjualan daun singkong.
Baca SelengkapnyaBanyak rumah di kompleks tersebut sangat tidak terurus. Tak sedikit bangunan yang hancur karena tidak berpenghuni.
Baca SelengkapnyaPotret kehidupan masyarakat di ibu kotayang tinggal di bawah jalan tol.
Baca SelengkapnyaWalau hidup serba kekurangan, ia tampak selalu tersenyum
Baca SelengkapnyaJalanan yang sempit dan terjal sudah menjadi bagian dari keseharian mereka.
Baca SelengkapnyaSeorang ibu-ibu warga di sana menyebutkan bahwa kampung ini sudah ada sejak zaman peperangan.
Baca Selengkapnya