Potret Miris Warga Nduga Papua, Mengungsi & Terlantar Akibat Kontak Senjata
Merdeka.com - Setelah terjadi penembakan dan pembantaian pekerja Jalan Trans Papua oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) awal Desember 2018, menimbulkan gelombang pengungsian di Kabupaten Nduga, Papua. Tentang hal ini, sejumlah aktivis HAM di Papua menyebutkan bahwa telah terjadi tragedi kemanusiaan di Kabupaten Nduga.
Seperti diberitakan Liputan6.com, Latifah Anum Siregar, Direktur Aliansi Demokrasi untuk Papua menyebutkan potret ini sangat terlihat jelas pada pengungsi yang berada di Wamena, ibu kota Kabupaten Jayawijaya. Walaupun masih banyak pengungsi yang juga berada di hutan belantara di Kabupaten Nduga.
Tragedi kemanusiaan terjadi usai saling serang, antara aparat keamanan dan kelompok separatis bersenjata di Kabupaten Nduga sejak Desember 2018 hingga kini.
-
Siapa yang terancam dikeluarkan dari sekolah? Akibatnya, anak laki-laki berusia 12 tahun itu telah beberapa kali dikenai sanksi karena melanggar aturan panjang rambut, dan mungkin akan dikeluarkan dari sekolah.
-
Siapa saja yang bekerja di bidang pendidikan? Berikut kumpulan nama-nama pekerjaan di bidang pendidikan dan pekerja lainnya dalam Bahasa Inggris beserta artinya.
-
Kenapa sekolah di lockdown? Menanggapi situasi ini, pihak sekolah segera mengambil langkah tegas dengan menerapkan lockdown selama 14 hari.
-
Kenapa ratusan pelajar itu ditangkap? 'Hari ini kita mengamankan remaja yang konvoi berdalih berbagi takjil yang selalu membuat kerusuhan dan keonaran di jalan raya, sehingga membahayakan pengguna jalan maupun warga sekitar karena sering menutup jalan sambil teriak-teriak menyalakan petasan,' kata Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Pol Susatyo Purnomo Condro dalam keterangan tertulis.
-
Dimana sekolah itu berada? Peristiwa itu terjadi di Sekolah Al-Awda di Abasan al-kabira, bagian selatan Jalur Gaza dekat Khan Younis.
-
Bagaimana Banyuwangi menekan angka anak tidak sekolah? Selain menerapkan kebijakan zero drop out, Banyuwangi juga menggelontorkan berbagai program untuk menekan anak tidak sekolah. Di antaranya program Akselerasi Sekolah Masyarakat (Aksara), untuk memfasilitasi warga berusia dewasa mengikuti pendidikan kesetaraan, terutama kesetaraan SMP (paket B) dan SMA (paket C).
"Kepada semua pihak jangan takut untuk membantu pengungsi ini. Banyak warga Nduga kehilangan tempat tinggalnya dan kebutuhan dasar masyarakat di Nduga tak terpenuhi. Kami minta ada dukungan terkait hal ini dari semua pihak," jelasnya dalam keterangan pers bersama Yayasan Keadilan Dan Keutuhan Manusia Papua (YKKMP) di Kantor ALDP.
Direktur YKKMP, Theo Hesegem menyebutkan atas tragedi seperti ini yang sangat dirugikan adalah warga sipil, termasuk anak-anak dan perempuan yang harus meninggalkan tempat tinggalnya dan mengungsi.
"Dari hasil investigasi kami, sebetulnya masyarakat sipil takut dengan kedua kubu ini, baik TNI-Polri atau OPM, karena mereka perang menggunakan senjata," kata Theo.
Akibatnya warga mengungsi dan tidak mendapatkan pelayanan yang baik oleh pemerintah daerah setempat.
"Ada 2000-an lebih pengungsi yang keluar dari Kabupaten Nduga, mereka menyebar di Wamena, Lanny Jaya dan Timika. Ada juga yang memilih masuk hutan dan gua," ungkapnya.
Selain itu, kata Theo ratusan siswa sekolah harus menghentikan pendidikan sebab gangguan keamanan. Anak-anak yang mengungsi di Wamena ada 637 anak yang terdiri dari siswa SD-SMA. Termasuk 81 orang guru yang mengungsi dan melakukan proses belajar di sekolah darurat. "Anak-anak yang harus akan ujian nasional ini perlu perhatian serius dari semua pihak," ujarnya.
Theo menambahkan, hasil investigasi bersama sejumlah aktivis di Nduga, hingga saat ini tak mempercayai sejumlah tudingan yang disebutkan kedua pihak, baik aparat keamanan dan OPM atau kelompok separatis di Nduga.
"Keduanya saling melempar hoaks. Untuk itu kami minta kepada aparat keamanan dan pemerintah, agar memberikan kesempatan kepada kami untuk melakukan investigasi lebih mendalam," jelas Theo.
Anggota DPRD Kabupaten Nduga yang juga Ketua Fraksi Golkar, Ikagus Gwijangge yang hadir dalam keterangan pers bersama itu meminta Presiden Joko Widodo untuk menarik pasukan di Kabupaten Nduga. Menurutnya, keberadaan pasukan di Nduga akan membuat trauma berkepanjangan bagi rakyat.
"Masyarakat dulu hidup tenang dan damai, namun sekarang dengan kondisi ini masyarakat seolah dipaksa keluar dari kampungnya sendiri. Jadi saya pikir tarik pasukan dari sana," ujarnya.
Seorang relawan pada pengungsi Nduga di Wamena, Raga Kogeya menyebutkan hingga saat ini pemerintah setempat belum melihat anak-anak dan warganya di pengungsian. Data dari relawan menyebutkan pengungsi di Wamena tersebar di 26 rumah keluarga para pengungsi.
Raga menjelaskan, akibat banyaknya pengungsi, dalam satu rumah atau honai bisa berisi 30-50 orang, bahkan ada yang berisi hingga ratusan orang.
"Kami sengaja tak memberikan laporan terkait pengungsi Kabupaten Nduga di Wamena kepada pemerintah. Kami beranggapan, karena pemerintah adalah bagian dari kami (pengungsi), maka pemerintah harus turun langsung melihat kami di pengungsian," kata Raga.
(mdk/rhm)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Siswa SD Negeri Bugel Kulon Progo harus rela mengungsi ke rumah warga karena sekolahnya terdampak pembangunan JJLS.
Baca SelengkapnyaSiswa dipulangkan pukul 10.00 yang seharusnya pukul 12.00
Baca SelengkapnyaTidak ada bangku membuat para siswa harus duduk di lantai dan menunduk saat menulis materi pelajaran.
Baca SelengkapnyaMiris, sekolah di Ponorogo ludes terbakar tak tersisa. Para guru menangis mengetahui musibah itu.
Baca SelengkapnyaMenurut laporan media lokal, sedikitnya 17 siswa telah tewas dalam insiden tragis ini.
Baca SelengkapnyaPada PPDB 2022 terdapat 12 siswa baru dan 2021 ada 7 siswa baru.
Baca SelengkapnyaSejumlah bangunan tampak rusak diterjang gempa darat tersebut
Baca SelengkapnyaSelain kondisi gedung sekolah yang perlu diperbaiki, dewan guru pun menyampaikan bahwa SDN 7 Suana kekurangan meja dan kursi.
Baca SelengkapnyaIronisnya ratusan anak di ibu kota Provinsi Banten itu alami putus sekolah.
Baca SelengkapnyaSetiap hari mereka menyeberang sungai itu tanpa didampingi orang tua
Baca SelengkapnyaSD Negeri 23 Lolong di Kota Padangkekurangan peserta didik. Sekolah itu hanya mendapatkan 2 siswa baru.
Baca SelengkapnyaDiduga, gedung ambruk karena usia bangunan yang sudah tua.
Baca Selengkapnya