Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Presiden harus keluarkan Perppu jika gelar perkara Ahok secara live

Presiden harus keluarkan Perppu jika gelar perkara Ahok secara live Ahok diperiksa di Mabes Polri. ©2016 merdeka.com/Muhammad Luthfi Rahman

Merdeka.com - Selama ini, gelar perkara yang dilakukan Kepolisian RI tidak pernah dilakukan secara terbuka dan disiarkan langsung oleh televisi nasional. Tapi untuk kasus dugaan penistaan agama yang diduga dilakukan Gubernur non aktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Presiden Jokowi menginstruksikan dilakukan secara terbuka. Instruksi ini diambil setelah aksi unjuk rasa besar-besaran yang digelar 4 November.

Dasar hukum pelaksanaan gelar perkara adalah Undang-undang No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP dan petunjuk pelaksanaan No. Pol. : Juklak/5/IV/1984/Ditserse, tanggal 1 April 1984 tentang Pelaksanaan Gelar Perkara. Namun dua payung hukum itu tidak menjelaskan mekanisme pelaksanaan gelar perkara, apakah diperbolehkan terbuka atau harus dilakukan tertutup. Pada praktiknya selama ini, gelar perkara selalu dilakukan tertutup. Sebab, proses penyelidikan tetap mengedepankan azas praduga tak bersalah dan masih dalam tahap pengumpulan bukti.

Guru Besar Hukum Universitas Padjajaran Prof. Romli Atmasasmita mengatakan, bisa saja presiden meminta gelar perkara dilakukan secara terbuka. Dia menyarankan presiden mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). Sehingga ada payung hukum yang jelas dan tegas, untuk kasus tertentu gelar perkara bisa dilaksanakan secara terbuka.

"Untuk kasus tertentu, misalnya negara dalam keadaan darurat, chaos, presiden bisa minta penyelidikan gelar perkara terbuka dengan menerbitkan Perppu. Perppu kan sama dengan UU. dasar hukumnya kuat. Tapi ingat, hanya untuk kasus tertentu," ungkap Romli saat berbincang dengan merdeka.com, Senin (7/11).

Menurutnya, penting bagi presiden untuk menentukan jenis perkara yang diperbolehkan untuk digelar secara terbuka. Dia khawatir, tanpa payung hukum yang mengatur itu, banyak orang berbondong-bondong minta proses penyelidikan semua perkara dibuka ke publik.

"Coba bisa dibayangkan kalau semua penyelidikan minta dibuka. Kasus terorisme, minta dibuka padahal sedang dicari jaringannya. Atau kasus korupsi di KPK, minta dibuka juga penyelidikannya," katanya.

Dia mengatakan, mekanisme gelar perkara memang tidak diatur apakah terbuka atau tertutup. Lazimnya dilakukan tertutup. Sebab, jika dilakukan terbuka bisa menganggu proses selanjutnya.

"Jangan banyak terobosan. Lebih baik elar perkara ditutup. Terbukanya tinggal dijelaskan saja alasannya misalnya kalau perkaranya naik penyidikan atau tidak," imbuhnya.

Sebelumnya, Presiden Jokowi memerintahkan gelar perkara kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, dilakukan terbuka. Tujuannya, untuk menghindari adanya syak wasangka atau prasangka buruk.

"Saya kemarin minta untuk dibuka biar tidak ada syak wasangka," kata Presiden Jokowi usai meninjau kemajuan pembangunan Jalan Tol Bekasi-Cawang-Kampung Melayu (Becakayu) di Pondok Kelapa, Duren Sawit, Jakarta Timur, Senin (7/11).

Meski demikian, dia meminta Kapolri Jenderal Tito Karnavian terlebih dulu memastikan apakah dalam UU diperbolehkan atau tidak. "Tetapi memang harus dilihat apakah ketentuan hukum, UU membolehkan atau tidak," kata Presiden Jokowi.

Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengaku mendapatkan perintah langsung dari Presiden agar gelar perkara ini dibuka kepada publik. "Presiden memerintahkan agar gelar perkara dibuka saja kepada media, buka saja kepada publik," kata Tito.

Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Pol, Boy Rafli Amar mengatakan, gelar perkara kasus dugaan penistaan agama itu dilakukan secara terbuka agar publik bisa memberi penilaian terhadap kasus tersebut. Selain itu, publiknya juga paham mekanisme dari gelar perkara kasus tersebut.

"Oleh karena itu selama ini lazimnya pelaksanaan tertutup tapi karena memang ada esepsional atau pengecualian di mana jadi perhatian publik tentunya bisa menjadi pencermatan kita bersama," ujar dia.

Dikatakan jenderal bintang dua ini, alasan lain Polri ingin melakukan gelar perkara secara terbuka yakni agar publik bisa memberi keputusan sendiri atas kasus tersebut. Dia juga berharap, masyarakat bisa mengawal penyelidikan kasus penistaan agama itu sendiri.

"Tidak ingin ada sesuatu yang katakanlah nantinya menjadi hal yang dicurigai. Kita ingin menepis, mengurangi atau mengeliminir kecurigaan-kecurigaan yang tidak fair dalam penyidikan ini," ucapnya. (mdk/noe)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Jawab Kabar Jokowi akan Terbitkan Perppu Usai RUU Pilkada Batal Disahkan, Ini Kata Menkumham
Jawab Kabar Jokowi akan Terbitkan Perppu Usai RUU Pilkada Batal Disahkan, Ini Kata Menkumham

Kemenkumham belum mendapatkan arahan dari Presiden usai DPR RI membatalkan pengesahan RUU Pilkada.

Baca Selengkapnya
Mahfud MD: Hak Angket untuk Mengadili Presiden Jokowi Secara Politik
Mahfud MD: Hak Angket untuk Mengadili Presiden Jokowi Secara Politik

Hasil dari hak angket dapat memberikan sanksi pemakzulan untuk presiden.

Baca Selengkapnya
Istana Buka Suara soal Jokowi Bakal Keluarkan Perppu Pilkada Usai Putusan MK
Istana Buka Suara soal Jokowi Bakal Keluarkan Perppu Pilkada Usai Putusan MK

Pemerintah menghormati putusan MK soal perubahan ambang batas pencalonan Pilkada 2024 dan syarat calon usia kepala daerah.

Baca Selengkapnya
Jaksa Agung Minta Anak Buah Pelajari KUHP Nasional yang Berlaku Mulai 2026
Jaksa Agung Minta Anak Buah Pelajari KUHP Nasional yang Berlaku Mulai 2026

Menurutnya, mulai dipelajarinya KUHP Nasional itu sangat penting untuk menyongsong Indonesia Emas 2045.

Baca Selengkapnya
Soal Wacana Pemakzulan Presiden, DPR Diminta Pastikan Hak Angket Berjalan
Soal Wacana Pemakzulan Presiden, DPR Diminta Pastikan Hak Angket Berjalan

Wacana pemakzulan Presiden Jokowi muncul di tengah polemik putusan MK.

Baca Selengkapnya
RUU Pilkada Disahkan Besok, Menkum HAM: Pemerintah Setuju Saja
RUU Pilkada Disahkan Besok, Menkum HAM: Pemerintah Setuju Saja

Menkum HAM Supratman Andi Agtas menegaskan, RUU Pilkada yang bakal disahkan besok bukan menganulir putusan MK.

Baca Selengkapnya