Presiden Jokowi Diminta Bentuk Komisi Penyelesaian Kasus HAM Berat Masa Lalu
Merdeka.com - Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengapresiasi Presiden Joko Widodo (Jokowi) atas pengakuan terhadap 12 pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat yang terjadi di masa lalu.
Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menyambut baik hal tersebut dan meminta supaya terjadi penindakan hukum secara nyata terhadap para pelaku pelanggar HAM yang masih hidup.
Untuk itu, dia mendorong pemerintah membentuk suatu badan atau komisi yang fokus menyelesaikan berbagai pelanggaran HAM tersebut.
-
Apa yang diminta Komnas HAM dari Polda Jabar? 'Sebagai salah satu upaya dalam memastikan penegakan hukum atas kasus tersebut, Komnas HAM kembali meminta keterangan Polda Jawa Barat,' kata Uli dalam keteranganya, Selasa (21/5).
-
Apa saja jenis pelanggaran HAM yang ada? Jenis pelanggaran HAM dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pelanggaran HAM biasa dan pelanggaran HAM berat.
-
Siapa yang diperiksa Komnas HAM? Komnas HAM memeriksa mantan anggota Tim Pencari Fakta (TPF) Munir, Usman Hamid untuk menyelidiki kasus pembunuhan Munir yang terjadi 20 tahun lalu.
-
Apa yang Jokowi ajak untuk ditanggulangi? 'Selain itu kejahatan maritim juga harus kita tanggulangi seperti perompakan, penyelundupan manusia, narkotika, dan juga ilegal unregulated unreported IUU Fishing,'
-
Siapa yang mengalami pelanggaran HAM? Abdul mengaku mendapat telepon dari kerabat di Shanghai pada September 2017. Menurut Abdul, kerabatnya itu mengabarkan bahwa adiknya diambil dari kamp konsentrasi warga Uighur di China.
-
Bagaimana Komnas HAM mengungkap pelaku? 'Ada penggalian fakta tentang peran-peran Pollycarpus atau peran-peran orang lain yang ada di tempat kejadian perkara atau yang terlibat dalam perencanaan pembunuhan Munir atau yang menjadi alasan TPF ketika itu untuk melakukan prarekonstruksi, melacak percakapan nomor telepon dan lain-lain lah,' kata Usman di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Jumat (15/3).
"Ya betul tidak cukup hanya dengan pengakuan saja, harus ditindak lanjuti, pertama proses hukum terhadap para pelaku 12 kasus HAM yang masih hidup, kedua memberi kesempatan pada para korban pelanggaran HAM masa lalu untuk mengajukan tuntutan ganti rugi atas pelanggaran HAM tersebut," ujar Fickar dalam keterangan tertulis kepada media di Jakarta, Sabtu (21/1).
"Keduanya harus ditangani oleh sebuah komisi atau panitia yang dibentuk pemerintah dari lintas instansi," sambungnya.
Menurutnya, pemerintah bisa bekerjasama dengan PBB untuk memulai pengusutan dari 12 kasus HAM berat, sebab kata Fickar, PBB diyakini memiliki catatan-catatan pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia.
"Saya kira PBB juga punya catatan, nah kita bisa mengacu kepada apa yang dikemukakan oleh PBB saja apa yang dianggap kebijakan yang mana atau tindakan pemerintah yang mana pada masa lalu yang dianggap melanggar HAM dari situ saja saya kira berangkatnya," paparnya.
"Karena itu kemudian bisa dilacak kan siapa walaupun ujungnya kita ngerti penanggung jawabnya adalah presiden, tetapi di bawah presiden kan ada eksekutifnya, menteri ini, pejabat ini, pejabat itu, yang bertanggung jawab terhadap pelanggaran HAM," terang Fickar.
Lanjut Fickar, meskipun misalnya jika pelaku sudah meninggal dunia tentu tidak dapat dilakukan penuntutan, tetapi hal itu bisa terus diusut demi kepentingan pembuktian terjadi pelanggaran HAM.
"Terhadap orangnya tidak bisa dilakukan lagi penuntutan karena sudah meninggal kan begitu tetapi kan perbuatannya memang harus dibuktikan ada atau tidak sebenarnya, nah kalau ada kan ada implikasinya yang lain, oke bahwa pelakunya tidak bisa dibawa ke pengadilan tetapi kan terhadap perbuatan dan akibatnya ini harus ada penyelesaian juga kan begitu," tukas Fickar.
Sementara itu Guru Besar Hukum Internasional Hikmahanto Juwana menilai apresiasi dari Dewan HAM PBB itu punya makna penting. Kata dia, citra buruk Indonesia selama ini di mata internasional, yang dicap melakukan pembiaran pelanggaran HAM akan luntur.
"Tentu ini bagus bagi Indonesia kita telah dapat menghapuskan kesan yang selama ini ada seolah Indonesia melakukan pembiaran terhadap pelanggaran HAM Berat," ucap Hikmahanto.
Namun, ia berharap apresiasi dari PBB ini tidak lantas kembali dirusak oleh aksi polisionil yang represif maupun pembiaran terhadap pelanggaran HAM lainnya.
(mdk/bal)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Aktivis kembali menggelar Aksi Kamisan di seberang Istana untuk menuntut penuntasan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.
Baca SelengkapnyaSuarlin menjelaskan ada dua indikator penilaian dalam pemenuhan HAM.
Baca SelengkapnyaAdik Wiji Thukul mengaku kecewa dengan masa kepemimpinan Jokowi.
Baca SelengkapnyaEks Ketua Komnas HAM mengatakan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu bukan isu lima tahunan yang kerap muncul ketika Pemilu.
Baca SelengkapnyaTernyata ada alasan yang sangat kuat di balik komitmen itu.
Baca SelengkapnyaTaufan menilai belum ada jawaban atau penjelasan yang tegas dari capres Prabowo Subianto. Terutama untuk mendorong peradilan HAM atas kejadian masa lalu.
Baca SelengkapnyaPrabowo-Gibran tak mencantumkan program penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu dalam visi-misinya.
Baca SelengkapnyaAksi Kamisan pada awal Februari ini diikuti Forum Alumni Universitas Indonesia, para keluarga korban pelanggaran HAM berat serta para mantan aktivis 98.
Baca SelengkapnyaSaat Ganjar melemparkan pertanyaan, mendadak Prabowo mengusap keringatnya di wajahnya.
Baca Selengkapnya"Karena Komnas HAM menemukan ada RS yang tidak siap menangani korban."
Baca SelengkapnyaKomnas HAM menyampaikan delapan rekomendasi agenda HAM yang perlu mendapatkan perhatian khusus pada pemerintahan Prabowo-Gibran.
Baca SelengkapnyaSekjen PDIP Hasto Kristiyanto menegaskan pemimpin tidak boleh memiliki rekam jejak pelanggaran HAM.
Baca Selengkapnya