Presiden Minta Dievaluasi, Penerapan PSBB Tak Berjalan Efektif?
Merdeka.com - Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta agar penerapan kebijakan PSBB dievaluasi. Sehingga dapat diketahui kekurangan dan kelebihan dari penerapan kebijakan tersebut.
Anggota Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Hermawan Saputra, menilai penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) memang tak efektif memutus mata rantai penyebaran virus corona atau Covid-19. Ada sejumlah faktor yang menyebabkan kebijakan PSBB belum memberikan dampak signifikan pada penanganan virus mematikan itu.
Pertama, penerapan PSBB tidak dilakukan secara serentak. Baik di Ibu Kota DKI Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi dan wilayah lainnya.
-
Apa dampak pandemi Covid-19? Pandemi Covid-19 mengubah tatanan kesehatan dan ekonomi di Indonesia dan dunia. Penanganan khusus untuk menjaga keseimbangan dampak kesehatan akibat Covid-19 serta memulihkan ekonomi harus dijalankan.
-
Bagaimana penanganan Covid-19 di Indonesia? Jokowi memilih menggunakan strategi gas dan rem sejak awal untuk menangani pandemi Covid-19. Gas dan rem yang dimaksudkan Jokowi diimplementasikan dalam tiga strategi yakni penanganan kedaruratan kesehatan, jaring pengaman sosial, dan pemulihan ekonomi. Inilah yang kemudian menjadi ujung tombak dalam penanganan Covid-19 di Indonesia.
-
Kenapa PBB di Jakarta dikorting? Kebijakan ini sejalan dengan komitmen pemerintah untuk menciptakan keadilan dan pemerataan dalam pemungutan pajak.
-
Mengapa beberapa orang kebal terhadap Covid-19? Meskipun vaksin dan booster secara radikal mengurangi risiko kematian dan komplikasi berat dari COVID-19, mereka tidak banyak membantu menghentikan virus dari memasuki lapisan hidung dan sistem pernapasan.
-
Kenapa DPR nilai efek jera belum optimal? 'Saya rasa masih ada yang kurang optimal di pencegahan dan juga penindakan. Maka saya minta pada pihak-pihak yang berwenang, tolong kasus seperti ini diberi hukuman yang berat, biar jera semuanya. Jangan sampai karena masih remaja atau di bawah umur, perlakuannya jadi lembek. Kalau begitu terus, akan sulit kita putus mata rantai budaya tawuran ini,' jelasnya.
-
Apa yang menjadi faktor penghambat elektabilitas PSI? Elektabilitas PSI hanya sebesar 1,5 persen. Direktur Citra Publik Indonesia (CPI) LSI Denny JA Hanggoro Doso Pamungkas menilai, kehadiran Kaesang Pangarep sebagai Ketua Umum PSI belum membuat elektabilitas partai tersebut naik. Berdasarkan data LSI, elektabilitas partai berlogo mawar tersebut hanya mendapatkan angka sebesar 1,5 persen.
"Penyangga ini kan baru PSBB seminggu setelah Jakarta. Jadi Jakarta bergerak sendiri," kata Hermawan saat dihubungi merdeka.com, Rabu (22/4).
Kedua, kebijakan kepala daerah dalam menjalankan PSBB berbeda-beda. Akibatnya, koordinasi antara satu wilayah dengan wilayah lainnya belum optimal.
"Belum lagi hubungan dengan pemerintah pusat terutama dengan Menhub yang tak kunjung menyetop alat transportasi dan lain-lain. Nah itu semua menyebabkan efektivitas PSBB itu belum terbukti karena intervensinya sangat longgar sekali," sambung dia.
Terpisah, Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Radiansyah menilai PSBB memang tidak efektif untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Penyebabnya, pemerintah tidak tegas memberikan sanksi kepada perusahaan yang tidak mengikuti aturan PSBB. Sehingga masih banyak perusahaan di sektor industri yang beraktivitas normal.
"Sektor industri masih beraktivitas normal, kantor-kantor masih buka, industri-industri manufaktur itu hampir semua karyawan buruhnya tinggal di wilayah penyangga DKI. Jarang mereka tinggal di dekat pabrik," jelasnya.
Lantaran perusahaan masih beroperasi seperti biasa, karyawan terpaksa bekerja. Mereka akhirnya harus berangkat kerja menggunakan transportasi umum seperti KRL.
"Karena itu, transportasi masih berjubel-jubel, masih padat. KRL itu baik yang berasal dari Bogor, Depok, Cikarang, masih. Terus KRL yang dari Serang apalagi karena di sana belum PSBB juga. Jadi pada akhirnya apa yang diharapkan kita sosial distancing, physical distancing, itu tidak banyak berpengaruh, tidak berjalan dengan baik," ujarnya.
Selain tidak adanya sanksi tegas, ego sektoral kementerian dan lembaga pemerintah menjadi penyebab PSBB tak berjalan semestinya. Misalnya, Kementerian Kesehatan, Kementerian Perhubungan dan Kementerian Perindustrian. Ketiga lembaga tersebut masing-masing mengeluarkan aturan yang saling bertentangan.
"Antar kementerian sendiri di pusat nggk satu suara, nggk kompak, nggk solid, mereka ego sektoral masing-masing," ucapnya.
Bila serius ingin memutus mata rantai penyebaran Covid-19, Trubus menyarankan pemerintah melakukan lockdown terbatas di wilayah yang sudah tercatat sebagai zona merah. Misalnya DKI Jakarta.
Meskipun pemerintah pusat menutup ruang lockdown, Gubernur DKI Jakarta bisa mengambil kebijakan sendiri.
"Dengan kewenangan yang dimiliki Pemprov dalam hal ini Gubernur DKI itu bisa. Dia lockdown wilayah, lockdown wilayah terbatas khusus DKI Jakarta. Saya kira itu yang paling efektif," kata Trubus.
(mdk/lia)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Polusi di Jakarta makin parah dan ini masih menjadi PR pemerintah.
Baca SelengkapnyaDPR menilai IKN tetap sulit menarik minat investor karena masalah utama bukan pada pergantian pejabatnya, tetapi dasar kebijakan yang keliru
Baca SelengkapnyaSPBE menjadi faktor penting untuk mendukung operasional keseharian pemerintahan.
Baca SelengkapnyaPertama, ada faktor dari sisi hulu di mana rencana-rencana produksi mengalami kendala operasional.
Baca SelengkapnyaPembangunan infrastruktur pendukung energi bersih di lapangan terhambat.
Baca SelengkapnyaKomisi Pemilihan Umum (KPU) menggelar Debat Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) 2024 pada Selasa 12 Desember 2023
Baca SelengkapnyaCapres Prabowo menanyakan soal dana triliunan rupiah yang diberikan untuk Pemprov DKI Jakarta guna menangani polusi di Jakarta
Baca SelengkapnyaStaf Khusus Menkeu Yustinus Prastowo menjelaskan, sebagian anggaran Kementerian dan Lembaga diutamakan untuk penanganan pandemi covid-19
Baca SelengkapnyaInformasi Jokowi terima dari Menkes, kasus Covid-19 masih dalam kondisi yang baik meski memang ada kenaikan.
Baca SelengkapnyaPentingnya indikator untuk menentukan apakah negara sudah masuk dalam kondisi darurat.
Baca SelengkapnyaKasus ISPA di Jabodetabek meningkat drastis gara-gara polusi.
Baca Selengkapnya