Pro Kontra Hukuman Kebiri Kimia Bagi Pelaku Paedofil
Merdeka.com - Hukuman kebiri kimia untuk pelaku pencabulan menuai pro dan kontra di masyarakat. Beberapa pihak setuju karena bisa membuat efek jera bagi pelaku sedang beberapa pihak menolak dengan alasan kemanusiaan. Kasus terbaru adalah putusan hukuman kebiri pada pelaku pencabulan sembilan anak di Mojokerto
Hukum kebiri kimia sudah memiliki payung hukum diatur dalam Pasal 81 Ayat (6) dan Ayat (7) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Pelindungan Anak Menjadi Undang-Undang.
Berikut ini rangkuman pro dan kontra hukum kebiri kimia bagi pelaku paedofil:
-
Apa yang dilakukan pelaku terhadap korban? Pelaku mengancam akan memviralkan video-video asusila tersebut, jika korban tidak mau diajak berhubungan badan.
-
Apa yang dilakukan pelaku kepada korban? Mereka melakukan tindakan kekerasan fisik kepada korban.
-
Kenapa hukum dibuat? Hukum memiliki tujuan untuk mewujudkan keadilan, ketentraman sekaligus keamanan.
-
Apa yang dilakukan pelaku pada korban? 'Korban meninggal akibat kekerasan. Ini peristiwa pembunuhan dengan tindak kekerasan, ditali, dicekik. Kami penyidik melakukan penyidikan pembunuhan, tidak soal lain,' kata Endriadi.
-
Kenapa pelaku melakukan pelecehan terhadap korban? Lebih lanjut, dia mengungkapkan AR sendiri tinggal sementara di rumah korban dan pelaku mengaku melakukan kekerasan seksual untuk kepuasan pribadi.
-
Kenapa keluarga korban minta pelaku dipenjara? 'Kalau misal ada undang-undangnya saya minta untuk dipenjarakan saja. Biar ada efek jera. Karena itu anak telah melakukan kejadian yang sangat brutal,'
Komnas HAM Tolak Hukum Kebiri
Vonis hakim soal kebiri kimia terhadap narapidana pencabulan di Mojokerto disoroti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Komnas HAM bahkan menyebut hukuman tersebut menandakan adanya kemunduran tata kelola pemidanaan di Indonesia.
Sorotan ini disampaikan oleh salah satu komisioner Komnas HAM, M Choirul Anam saat berkunjung ke Mapolda Jatim. Menurut Anam, sapaan akrabnya, sejak awal sikap Komnas HAM sudah menolak Perpu yang mengatur masalah hukuman kebiri tersebut. Selain itu, adanya hukuman kebiri ini dianggapnya sebagai hukuman yang kembali pada zaman dahulu.
"Penghukuman dengan kebiri ini sama juga mundur ke zaman baheula, zaman kerajaan dan dulu ada di kerajaan China ada di Kerajaan Nusantara juga ada dan di kerajaan di dunia memakai itu. Dan pada akhirnya penghukuman itu diganti dengan hukuman badan atau kurungan kok ini tiba-tiba balik lagi seperti zaman jahiliah," jelas Choirul.
Bagaimana dengan efek jera? Anam menyatakan, jika hukuman pengebirian tidak menjamin pelaku akan jera. Ia mencontohkan, jika zaman dahulu kenapa terus berubah dari hukuman fisik seperti itu menjadi hukuman penjara, karena dulu dianggap tidak menimbulkan efek jera.
"Dulu bahkan ada orang melakukan kejahatan dijemur, disayat-sayat, dikasih air garam. Apakah kejahatan juga turun, enggak. Malah kita harus belajar, malah kita harus belajar banyak di bagian negara lain di mana penegakan hukum lebih maju misalnya di Eropa. Orang di Eropa itu penjaranya juga berkurang, kenapa karena model pemidanaannya berubah dan kesadaran hukum juga berubah inikan persoalan kesadaran hukum bukan persoalan di mana tata kelola atau hukuman," urai Choirul.
IDI Tolak Hukum Kebiri
Senada dengan Komnas HAM, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Provinsi Jawa Timur menolak menjadi eksekutor untuk hukuman kebiri kimia kepada pelaku kekerasan seksual.
Menurut Ketua IDI Jawa Timur, dr Poernomo Budi menilai hukuman kebiri kimia bertentangan dengan kode etik dan sumpah dokter. Poernomo menuturkan, pihaknya belum tahu pasti siapa yang akan eksekusi hukuman tersebut. Namun dalam hal ini, IDI tetap menolak untuk menjadi eksekutornya, meskipun pemerintah menunjuknya. IDI baik pusat hingga daerah menolak jika diminta sebagai eksekutor.
"Ilmu pengetahuan kita tidak ada mengenai pengebirian. Juga tidak pernah dipraktikkan. Sehingga dari sisi kompetensi kami menolak dan merasa tidak memiliki kompetensi itu. Apalagi dari sisi etik jelas menolak," ujar Poernomo.
Menteri Yohana Dukung Hukuman Kebiri Kimia
Sementara itu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Susana Yembise mendukung vonis Pengadilan Negeri Mojokerto yang menghukum tambahan pidana kebiri kimia terhadap Aris (20).
Yohana memuji putusan hakim Pengadilan Negeri Mojokerto atas pemberlakuan hukum pidana tambahan tersebut. Menurut dia, instrumen hukum untuk melindungi dan memberikan keadilan bagi korban anak dalam kasus kekerasan seksual sudah seharusnya digunakan aparat penegak hukum.
"Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak tidak menoleransi segala bentuk kekerasan dan kejahatan seksual terhadap anak," kata Yohana dikutip dari Antara.
Dukungan dari DPR
Hukum kebiri untuk pelaku kekerasan seksual didukung oleh DPR. Wakil Ketua Komisi VIII dari Fraksi PKB Marwan Dasopang mendukung adanya hukuman kebiri kimia bagi pelaku pemerkosaan terhadap anak. Menurutnya para tersangka itu memang harus diberikan efek jera.
"Maka bila tidak dihukum berat seperti kebiri, potensi mengulangi dan menularkan korban yang akan berpeluang membuat korban lagi, itu sejarah," kata Marwan.
Marwan mengatakan, memperkosa akan memberi dampak besar terutama bagi korban dan bisa menimbulkan masalah lain di kemudian hari. Maka dari itu, lanjutnya, tidak masalah jika harus melakukan hukuman kebiri kimia untuk mencegah hal semacam itu terjadi lagi.
"Karena korban anak peluang untuk mengorbankan yang lain bisa jadi empat sampai lima orang, kalau ada korbannya lima dikali lima sudah 25. Itu pertimbangan hukum yang saya pikir bisa menerapkan hukuman kebiri itu," ungkap Marwan.
Jangan Lewatkan:
Ikuti Polling Setuju Atau Tidak Paedofil Dihukum Kebiri Kimia? Klik disini
(mdk/has)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kasus perundungan di Cilacap membuat publik geram. Namun pantaskah pelaku yang masih anak di bawah umur dipenjarakan?
Baca SelengkapnyaKasus bullying atau perundungan makin marak dalam sebulan terakhir.
Baca SelengkapnyaDirjen HAM menyebut tindakan merundung bisa mencederai martabat dan merugikan seseorang.
Baca SelengkapnyaKPAI mengatakan bahwa kasus perundungan di Temanggung seharusnya menjadi sinyal bahaya.
Baca SelengkapnyaDeretan kasus di atas hanya segelintir. Tentu kondisi tersebut sungguh miris. Pelajar seorang tak lagi menunjukkan sikap sebagai seorang anak terpelajar.
Baca SelengkapnyaNafa Urbach meradang dengan kasus pencabulan yang terjadi di panti asuhan.
Baca SelengkapnyaMeski dikecam berbagai pihak, Bobby Nasution tetap berkomitmen mendukung aparat kepolisian untuk menembak mati para pelaku begal sadis di Kota Medan
Baca SelengkapnyaJaksa menilai vonis itu tidak berkeadilan bagi keluarga korban meski para terdakwa masih di bawah umur.
Baca Selengkapnya