Profesor Hukum: Tidak Mungkin Ferdy Sambo Cs Divonis Bebas
Merdeka.com - Kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J akan memasuki vonis atau putusan. Setelah nota pembelaan atau pleidoi atas tuntutan dibacakan para terdakwa, tinggal dua tahap yakni replik duplik sebelum palu vonis hakim diketok.
Dalam pembelaannya kelima terdakwa yakni, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Kuat Maruf, Ricky Rizal alias Bripka RR, dan Richard Eliezer alias Bharada E kompak memohon agar majelis hakim bisa menjatuhkan vonis bebas atau lepas dari tindak pidana mereka.
Lantas, apakah mungkin vonis tersebut dijatuhkan Hakim Ketua Wahyu Iman Santoso?
-
Apa yang ditayangkan di persidangan? Rekaman CCTV tersebut tidak boleh dibagikan kepada pihak ketiga, termasuk media.
-
Siapa pelaku pembunuhan itu? 'Diduga korban ditusuk ketika dalam keadaan sedang tidur. Ini masih kita dalami,' ujar dia kepada wartawan, Sabtu (30/11).Gogo menjelaskan, terduga pelaku awalnya menikam ayahnya.
-
Siapa yang dituduh melakukan percobaan pembunuhan? Bertha Yalter, yang berusia 71 tahun dan berasal dari North Miami Beach, dihadapkan pada tuduhan percobaan pembunuhan dan serangan terhadap seseorang yang berusia di atas 65 tahun setelah diduga menyerang suaminya dalam keadaan marah.
-
Siapa yang diduga sebagai pelaku? 'Kalau musuh kita mah nggak tahu ya, kita gak bisa nilai orang depan kita baik di belakang mungkin kita nggak tahu. Kalo musuh gue selama ini nggak ada musuh ya, mungkin musuh gua yang kemarin doang ya, yang bermasalah sama gua doang kali yak,' ungkapnya.
-
Siapa pelakunya? Orang ke-3 : 'Seperti biasa saya menjemput anak saya pulang sekolah sekitar jam tersebut'Karena 22 jam sebelum 5 April 2010 adalah jam 1 siang 4 april 2010 (hari minggu)
Pakar hukum pidana Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Prof. Hibnu Nugroho memandang permintaan dalam pleidoi kelima terdakwa jika meminta untuk mendapat vonis bebas atau lepas sangatlah kecil kemungkinan dikabulkan majelis hakim.
"Bebas lepas tidak mungkin. Bebas itu tidak mungkin, bebas itu tidak terbukti seperti yang dirumuskan dalam dakwaan. Kalau lepas itu terbukti, tapi bukan merupakan tindak pidana," beber Hibnu saat dihubungi merdeka.com, Kamis (26/1).
Sebab, jika terdakwa berharap mendapatkan vonis bebas atau lepas maka sesuai KUHP harus memuat unsur alasan pembenar dan alasan pemaaf yang diatur dalam Pasal 44 sampai dengan Pasal 51 KUHP. Termasuk, alasan Pembelaan terpaksa (noodweer) sebagimana ketentuan Pasal 49 Ayat (1) dan (2) KUHP.
Dari alasan tersebut, Hibnu berpendapat sulit rasanya untuk masuk jadi keyakinan hakim. Karena, alasan pemaaf tidak bisa karena mereka semua dirasa mampu dan telah bertanggung jawab.
"Alasan pembenar, itu perintah salah. Perintah Sambo kan gak mungkin perintah menembak orang, loh perintah menembak penjahat baru benar. Jadi enggak bisa ada alasan pembenar. Jadi untuk bebas atau lepas tidak mungkin menurut saya," kata dia.
Meski sulit rasanya mendapat vonis bebas atau lepas, namun sejumlah alasan dari kelima terdakwa lebih tepatnya bisa masuk ke petimbangan meringankan dari majelis hakim nanti dalam vonis.
Seperti Bripka RR, Kuat Maruf, dan Putri yang mengklaim tidak mengetahui rencana penembakan Brigadir J. Lalu, alasan Putri dalam pembelaannya, turut menyertakan anak-anaknya yang masih butuh perawatan dari orang tua.
Kemudian, Bharada E yang mengaku tidak bisa menolak perintah atasan hingga akhirnya menuruti perintah menembak Brigadir J. Hingga Ferdy Sambo yang dalam kondisi emosional sampai berakhir penembakan Brigadir J.
"Ya mudah-mudahan bisa, jadi alasan meringankan hukumannya karena dia tidak tahu atau adanya relasi kuasa. Bisa, pertimbangan meringankan anak itu bisa," jelasnya.
"Bisa juga pertimbangan emosional, alasan turut serta, atau unsur emosional karena perencanaan itu syaratnya harus dalam kondisi tenang. Jadi yang dipakai itu emosional bisa jadi meringankan. Arahnya kesana," tambah dia.
Namun sisi lain, Hibnu memandang terkait adanya upaya agar perkara pembunuhan Brigadir J ditarik keluar dari pembunuhan berencana Pasal 340 KUHP. Jadi pembunuhan biasa pasal subsider 338 KUHP, sulit dilakukan.
"Agak sulit ya, karena dari fakta persidangan kejadian dari Magelang. Jadi agak sulit. Terus ada disiapkan senjata kemudian memberikan reward Rp500 juta itu sangat sulit dikatakan tidak ada perencanaan," terangnya.
Sehingga, ia menilai jika hakim akan memvonis tetap sesuai dengan tuntutan yang dipakai JPU dalam pembunuhan berencana Pasal 340 KUHP. Meski begitu, ia mengimbau agar tetap menghormati segala hasil putusan nanti.
"Jadi semua itu berdasarkan bukti. Jadi masalah asumsi itu saya kira diabaikan. kembali pada bukti. Oleh karena itu percayakan kepada persidangan yang ada," imbaunya.
Pleidoi Para Terdakwa
Bripka RR
Sejauh ini kelima terdakwa telah membacakan pleidoi atas tuntutan JPU, seperti Bripka RR yang dituntut delapan tahun penjara. Ia memberikan pembelaan tidak terlibat dalam rencana pembunuhan Brigadir J.
"Dalam berkas surat tuntutan tidak pernah menyebutkan perintah pengawasan dan pengawalan disampaikan oleh siapa kepada siapa, serta kapan perintah itu disampaikan. Dimulai dari pembagian tempat duduk saat berangkat ke Jakarta yang tidak didukung satupun keterangan saksi atau bukti," kata Bripka RR dalam pleidoi.
Hingga, ketika Bripka RR yang tiba di rest area tol saat perjalanan dari Magelang, ke Jawa Tengan sempat menuju kamar kecil. Hal itu, karena dirinya yang meminta kepada Patwal melalui HT, karena ingin buang air kecil.
"Jika memang harus diawasi, maka semestinya saya tidak boleh melepaskan pengawasan saya ketika di Saguling dipanggil oleh Bapak Ferdy Sambo," ucapnya.
Kuat Maruf
Sementara Kuat Maruf atas tuntutan delapan tahun, ia turut melayangkan pembelaan kalau dirinya tidak memahami terkait proses hukum yang dihadapinya. Dengan klaim tidak pernah mengetahui adanya perencanaan pembunuhan Brigadir J.
"Padahal dalam persidangan sangat jelas terbukti saya tidak pernah membawa tas atau pisau yang didukung oleh keterangan para saksi dan video rekaman yang ditampilkan," katanya.
Padahal, kata Kuat, perihal pisau yang dibawa dari Magelang tidak ada keterkaitan dengan perencanaan pembunuhan. Karena semata-mata hanya untuk melindunginya ketika terjadi keributan dengan Brigadir J di Magelang.
"Kemudian saya dianggap juga telah sekongkol dengan Pak Ferdy Sambo, namun dalam hasil persidangan saya tidak ada satupun saksi atau rekaman lainnya kali lainnya saya bertemu dengan Sambo di Saguling," ujar dia.
Ferdy Sambo
Sementara untuk Ferdy Sambo dalam pembelaan atas tuntutan seumur hidup. Mantan Kadiv Propam Polri itu menyatakan jika kejadian pembunuhan Brigadir J bukan suatu tindak pidana yang direncanakan.
"Bahwa sejak awal saya tidak merencanakan pembunuhan terhadap korban Yosua karena peristiwa tersebut terjadi begitu singkat dan diliputi emosi mengingat hancurnya martabat saya juga istri saya yang telah menjadi korban perkosaan," kata Sambo saat sidang.
Selain kondisi emosional, Sambo juga mengakui telah bercerita tidak benar mengenai tembak-menembak di rumah Duren Tiga 46. Sebagaimana skenario palsu yang disusun saat awal kasus.
"Saya telah menyesali perbuatan saya, meminta maaf dan siap bertanggungjawab sesuai perbuatan dan kesalahan saya," tuturnya.
Putri Candrawathi
Di sisi lain, Terdakwa Putri Candrawathi turut meminta belas kasih kepada Majelis Hakim agar mendapat keringan dalam vonis. Dengan menjelaskan kondisi anak-anaknya yang ikut terdampak akibat peristiwa hukum orang tuanya.
Harapan belas kasih Putri kepada Hakim ini tertuang sebagaimana dalam nota pembelaan atau pleidoi atas tuntutan delapan tahun jaksa penuntut umum (JPU), dalam perkara dugaan pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
"Saya memohon kepada yang mulia untuk berbelas kasih kepada saya, untuk anak-anak saya yang selama berbulan- bulan menghadapi berita-berita yang kurang baik terhadap kedua orang tuanya," ujar Putri Candrawathi saat bacakan pleidoi di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu (25/1).
Dengan suara terdengar terisak dan terjeda sesaat menyinggung kondisi anak-anaknya yang ikut terpukul atas perkara kedua orang tuanya. Putri pun memberi judul pleidoinya menyinggung soal anak, 'Jika Tuhan Mengizinkan, Saya Ingin Kembali Memeluk Putra-putri Kami'.
"Saya ingin menjaga dan melindungi anak-anak kami, mendampingi mereka, dan kembali memeluk mereka serta menebus segala kegagalan saya sebagai seorang ibu," ujar Putri.
Bharada E
Terakhir, Richard Eliezer alias Bharada E turut dalam nota pembelaan atau pleidoi, atas tuntutan 12 tahun Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam perkara dugaan pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
"Saya beri judul, 'Apakah Harga Kejujuran Harus Dibayar 12 Tahun Penjara?'," kata Bharada E saat sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu (25/1).
Dalam pembelaannya, Bharada E menyampaikan akan tetep berpegang teguh pada kejujurannya. Baginya, kejujuran akan membawanya pada keadilan dan kebenaran.
"Apakah saya harus bersikap pasrah terhadap arti keadilan atas kejujuran? Saya akan tetap berkeyakinan, bahwa kepatuhan, kejujuran adalah segala -galanya dan keadilan nyata bagi mereka yang mencarinya," katanya.
Dengan itu, Bharada E berharap majelis hakim dapat memberikan putusan yang adil dalam perkara ini. Dengan memasrahkan diri kepada Tuhan atas apapun keputusan yang ditetapkan oleh majelis hakim.
"Bahwa sekalipun demikian, apabila Yang Mulia Ketua dan anggota majelis hakim sebagai wakil Tuhan ternyata berpendapat lain, maka saya hanya dapat memohon kiranya memberikan putusan terhadap diri saya yang seadil-adilnya," ujarnya.
"Kalaulah karena pengabdian saya sebagai ajudan menjadikan saya seorang terdakwa, kini saya serahkan masa depan saya pada putusan majelis hakim. Selebihnya saya hanya dapat berserah pada kehendak Tuhan," tambah Bharada E.
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Ferdy Sambo yang merupakan mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri itu mengajukan permohonan kasasi pada tanggal 12 Mei 2023.
Baca SelengkapnyaMA mengabulkan permohonan kasasi Ferdy Sambo dalam kasus pembunuhan Brigadir N Yosua Hutabarat.
Baca SelengkapnyaKini hukuman Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Kuat Maruf dan Ricky Rizal lebih rendah dari sebelumnya.
Baca SelengkapnyaDua hakim tersebut adalah Jupriyadi dan Desnayeti.
Baca SelengkapnyaDalam vonisnya, Ferdy Sambo yang dihukum mati menjadi hukuman penjara seumur hidup, Putri Chandrawathi dari 20 tahun penjara menjadi 10 tahun.
Baca SelengkapnyaKejagung akan mempelajari lebih lanjut setelah mendapatkan salinan resmi Putusan Kasasi dari MA.
Baca SelengkapnyaNilai sengketa yang digugat oleh orangtua Brigadir J yakni senilai Rp7.583.202.000
Baca SelengkapnyaDalam sidang kasasi, hukuman untuk Ferdy Sambo menjadi penjara seumur hidup.
Baca SelengkapnyaHendra Kurniawan masih harus wajib lapor dan program bimbingan yang diselenggarakan Bapas Kelas I Jakarta Selatan.
Baca SelengkapnyaTim kuasa hukum Pegi Setiawan, mereka meyakini penyidik Polda sudah melakukan salah tangkap. Sebaliknya Polda Jabar yang dilakukan sudah sesuai SOP.
Baca SelengkapnyaSidang Putusan Gugatan Firli dipimpin oleh hakim tunggal Imelda Herawati telah membuka proses sidang.
Baca Selengkapnya