Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Psikolog: Kebenaran yang Keliru Buat Masyarakat Ogah Vaksin Covid-19

Psikolog: Kebenaran yang Keliru Buat Masyarakat Ogah Vaksin Covid-19 Pemprov DKI Percepat Vaksinasi Dosis Kedua. ©2021 Merdeka.com/Iqbal S Nugroho

Merdeka.com - Badan Pusat Statistik (BPS) menggelar survei online terkait kepercayaan masyarakat terhadap program vaksinasi Covid-19. Hasil survei menunjukan sebanyak 20 persen masyarakat enggan melakukan vaksin.

Psikolog dari Universitas Multimedia Nusantara (UMN) Sonny Tirta Luzanil, mengungkapkan, alasan mengapa masyarakat masih enggan divaksinasi. Secara umum masyarakat menolak vaksin karena adanya keraguan terhadap apa dampak bagi diri mereka dari vaksin yang diterima. Ditambah Covid-19 ini juga merupakan hal baru bagi masyarakat global sehingga menimbulkan syok yang membuat orang bertanya-tanya.

"Keraguan ini muncul diiringi dengan varian Covid-19 yang semakin berkembang. Masyarakat jadi semakin bertanya apakah vaksin ini benar-benar ampuh dalam menangani Covid-19. Kalau dibandingkan dengan situasi lain, orang bisa begitu yakin kalau saat demam perlu minum parasetamol karena selama ini orang-orang memahami bahwa paracetamol ampuh untuk menurunkan demam. Sedangkan, Covid-19 merupakan penyakit yang baru dan penanganannya masih berkembang, masyarakat jadi meragukannya," ujarnya kepada merdeka.com, Rabu (4/8).

Menurutnya, informasi yang belum tentu benar atau pemahaman yang kurang tepat terhadap hasil riset bisa mengarahkan pada keyakinan yang keliru yang menyebabkan munculnya kecemasan.

"Nah, ketika orang cemas pilihannya dua fight or flight, orang yang menolak ini karena dia menghindar (flight) dari menerima vaksin itu," ujarnya.

Informasi Keliru

Secara Psikologi, masyarakat yang anti melakukan vaksin dapat memberikan efek bagi yang belum vaksin. Adanya penyebaran informasi keliru yang dapat mempengaruhi masyarakat yang kurang mengetahui tentang Covid-19 dan vaksinnya.

"Ketika seseorang banyak menerima informasi yang keliru misalnya info-info dari media sosial ditambah adanya video-video atau pernyataan hasil riset dari sumber yang tidak terpercaya akan menambah ketakutan pada masyarakat terhadap vaksin. Ketika seseorang hanya melihat bahwa vaksin ini mempunyai dampak negatif yang merugikan dan telah dianggap benar oleh beberapa orang yang juga anti vaksin, maka muncul kebenaran yang keliru. Jadi orang tersebut menganggap bahwa vaksin itu hanya memberikan kerugian, tanpa mencari tahu yang sebenarnya seperti apa," jelasnya.

Lebih dalam ia menambahkan, literasi media terutama literasi digital masyarakat Indonesia masih kurang sehingga ada kecenderungan lebih mudah percaya terhadap 'kata orang'.

Fenomena seperti ini bisa dibantu dengan memberikan pemahaman yang tepat tentang Covid-19 dan penanganannya, disertai juga pendampingan dari orang orang terdekat atau tokoh yang dipercaya oleh orang yang masih ragu terhadap vaksin.

"Pemahaman ini bisa berbagai macam, bisa dengan memberikan edukasi melalui penjelasan atau mengajak langsung untuk melihat hasil dari orang orang yang telah menerima vaksin untuk menjawab apakah vaksin benar benar dapat merugikan bahkan sampai mengancam nyawa," ujarnya.

Reward bagi Masyarakat

Sony berpendapat Insentif belum tentu dapat mendorong masyarakat melakukan vaksin. Karena ketika diberikan insentif (reward) belum tentu orang tersebut mengalami proses pembelajaran mengapa dia perlu divaksin.

Menurutnya, akan muncul oknum yang berpikir mau divaksinasi hanya karena uangnya saja bukan untuk membentuk herd immunity. Selain itu, masyarakat yang menganggap vaksin akan mengancam keberlangsungan hidupnya, maka insentif menjadi kurang berarti.

Sony menuturkan, fenomena penolakan vaksin merupakan wajar karena manusia umumnya kritis dalam menghadapi suatu hal baru terutama yang akan datang pada dirinya.

"Kita sedang beradaptasi terhadap situasi baru yang membuat kita menjadi perlu beberapa pertimbangan sebelum mengambil keputusan. Jadi yang muncul perilaku bertanya tanya dan mencari informasi. Istilahnya disonansi kognitif kadang kita memahami suatu informasi, tetapi kadang juga kita menjadi ragu apakah informasi yang kita pahami ini benar atau tidak sehingga mencari pembenaran tadi," jelasnya.

Lebih lanjut, ia mengatakan, pada dasarnya memang ketakutan dan kecemasan pada masyarakat ini yang perlu diperhatikan.

Reporter Magang: Leony

(mdk/rnd)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Teknologi Ini Diakui Punya Kekuatan “Membangkitkan” Orang Mati, Tapi Apa Pantas Digunakan?
Teknologi Ini Diakui Punya Kekuatan “Membangkitkan” Orang Mati, Tapi Apa Pantas Digunakan?

Namun apakah manusia siap menghadapi dunia baru yang penuh tantangan ini?

Baca Selengkapnya
Riset Ini Ungkap Indonesia Masih Rawan Gangguan Informasi Jelang Pemilu
Riset Ini Ungkap Indonesia Masih Rawan Gangguan Informasi Jelang Pemilu

Hoaks masih menjadi ancaman nyata jelang pemilu. Masyarakat pun masih banyak yang "terjangkit" hoaks.

Baca Selengkapnya
Lembaga Survei Bongkar Anomali di Jatim, Warga Takut Disurvei Khawatir Bansos dan PKH Dicabut
Lembaga Survei Bongkar Anomali di Jatim, Warga Takut Disurvei Khawatir Bansos dan PKH Dicabut

Lembaga survei Indopol Survey and Consulting memutuskan tidak merilis hasil survei untuk periode Januari 2024.

Baca Selengkapnya
KPK Minta Maaf ke TNI Usai Tetapkan Kabasarnas Tersangka Bikin Kepercayaan Publik Merosot
KPK Minta Maaf ke TNI Usai Tetapkan Kabasarnas Tersangka Bikin Kepercayaan Publik Merosot

Hasil itu terpotret dalam survei dilakukan Lembaga Survei Indonesia.

Baca Selengkapnya
Survei Ungkap Alasan Orang Ogah Nonton Debat, Mulai dari Membosankan Hingga Omong Kosong
Survei Ungkap Alasan Orang Ogah Nonton Debat, Mulai dari Membosankan Hingga Omong Kosong

Alasan paling banyak adalah karena masyarakat mengaku tidak punya waktu menonton.

Baca Selengkapnya
Survei Charta Politika: 63% Masyarakat Tak Setuju Praktik Dinasti Politik
Survei Charta Politika: 63% Masyarakat Tak Setuju Praktik Dinasti Politik

Survei dilakukan pada 4-11 Januari 2024 terhadap 1.220 responden. Survei dilakukan melalui teknik wawancara tatap muka

Baca Selengkapnya
Survei Indikator Politik Ungkap Bansos Bukan Jadi Pendongkrak Suara Prabowo-Gibran
Survei Indikator Politik Ungkap Bansos Bukan Jadi Pendongkrak Suara Prabowo-Gibran

Responden yang sama sekali tidak pernah menerima bansos tetap menempatkan Prabowo-Gibran 56,9%.

Baca Selengkapnya
Survei Litbang Kompas: 63,7 Persen Publik Setuju Politik Dinasti Dibatasi
Survei Litbang Kompas: 63,7 Persen Publik Setuju Politik Dinasti Dibatasi

Hasil Survei Litbang Kompas menyatakan, sebanyak 63,7 persen responden menyetujui agar praktik politik dinasti dibatasi.

Baca Selengkapnya
LSI: Jumlah Pemilih Jakarta ke TPS Tinggi, Tapi Terbuka Peluang Coblos Semua Kandidat
LSI: Jumlah Pemilih Jakarta ke TPS Tinggi, Tapi Terbuka Peluang Coblos Semua Kandidat

Terkait dengan angka 93,3 persen itu belum dapat dipastikan jika pemilih untuk tidak golput.

Baca Selengkapnya