Psikolog: Kebenaran yang Keliru Buat Masyarakat Ogah Vaksin Covid-19
Merdeka.com - Badan Pusat Statistik (BPS) menggelar survei online terkait kepercayaan masyarakat terhadap program vaksinasi Covid-19. Hasil survei menunjukan sebanyak 20 persen masyarakat enggan melakukan vaksin.
Psikolog dari Universitas Multimedia Nusantara (UMN) Sonny Tirta Luzanil, mengungkapkan, alasan mengapa masyarakat masih enggan divaksinasi. Secara umum masyarakat menolak vaksin karena adanya keraguan terhadap apa dampak bagi diri mereka dari vaksin yang diterima. Ditambah Covid-19 ini juga merupakan hal baru bagi masyarakat global sehingga menimbulkan syok yang membuat orang bertanya-tanya.
"Keraguan ini muncul diiringi dengan varian Covid-19 yang semakin berkembang. Masyarakat jadi semakin bertanya apakah vaksin ini benar-benar ampuh dalam menangani Covid-19. Kalau dibandingkan dengan situasi lain, orang bisa begitu yakin kalau saat demam perlu minum parasetamol karena selama ini orang-orang memahami bahwa paracetamol ampuh untuk menurunkan demam. Sedangkan, Covid-19 merupakan penyakit yang baru dan penanganannya masih berkembang, masyarakat jadi meragukannya," ujarnya kepada merdeka.com, Rabu (4/8).
-
Bagaimana survei ini dilakukan? Survei dilakukan di seluruh Indonesia melibatkan 1.262 responden secara nasional, dan 4.000 responden di Jawa.
-
Bagaimana cara survei dilakukan? Survei dilakukan dengan wawancara responden menggunakan telepon pada 23-24 Desember 2023.
-
Bagaimana metode survei Litbang Kompas? Survei dilakukan Litbang Kompas pada 29 November hingga 4 Desember 2023 terhadap 1.364 responden yang dipilih secara acak. Metode penelitian yaitu dengan metode pencuplikan sistematis bertingkat di 38 provinsi di Indonesia. Sementara tingkat kepercayaan 95 persen dan margin of error penelitian +-2,65 persen.
-
Siapa yang melakukan survei tentang kebangkitan digital? Mengutip laporan IFLScience, Minggu (7/1), Masaki Iwasaki, asisten profesor dari Fakultas Hukum Universitas Nasional Seoul, ingin mengetahui lebih banyak tentang sikap masyarakat terhadap kloning digital.
-
Bagaimana Indikator Politik melakukan survei ini? Metode pengambilan data dilakukan melalui wawancara tatap muka kepada 1.200 sampel responden yang dipilih menggunakan multistage random sampling.
-
Apa yang diukur dalam survei indikator? Lembaga Survei Indikator Politik merilisi hasil survei elektabilitas pasangan calon (paslon) pada Pilpres 2024.
Menurutnya, informasi yang belum tentu benar atau pemahaman yang kurang tepat terhadap hasil riset bisa mengarahkan pada keyakinan yang keliru yang menyebabkan munculnya kecemasan.
"Nah, ketika orang cemas pilihannya dua fight or flight, orang yang menolak ini karena dia menghindar (flight) dari menerima vaksin itu," ujarnya.
Informasi Keliru
Secara Psikologi, masyarakat yang anti melakukan vaksin dapat memberikan efek bagi yang belum vaksin. Adanya penyebaran informasi keliru yang dapat mempengaruhi masyarakat yang kurang mengetahui tentang Covid-19 dan vaksinnya.
"Ketika seseorang banyak menerima informasi yang keliru misalnya info-info dari media sosial ditambah adanya video-video atau pernyataan hasil riset dari sumber yang tidak terpercaya akan menambah ketakutan pada masyarakat terhadap vaksin. Ketika seseorang hanya melihat bahwa vaksin ini mempunyai dampak negatif yang merugikan dan telah dianggap benar oleh beberapa orang yang juga anti vaksin, maka muncul kebenaran yang keliru. Jadi orang tersebut menganggap bahwa vaksin itu hanya memberikan kerugian, tanpa mencari tahu yang sebenarnya seperti apa," jelasnya.
Lebih dalam ia menambahkan, literasi media terutama literasi digital masyarakat Indonesia masih kurang sehingga ada kecenderungan lebih mudah percaya terhadap 'kata orang'.
Fenomena seperti ini bisa dibantu dengan memberikan pemahaman yang tepat tentang Covid-19 dan penanganannya, disertai juga pendampingan dari orang orang terdekat atau tokoh yang dipercaya oleh orang yang masih ragu terhadap vaksin.
"Pemahaman ini bisa berbagai macam, bisa dengan memberikan edukasi melalui penjelasan atau mengajak langsung untuk melihat hasil dari orang orang yang telah menerima vaksin untuk menjawab apakah vaksin benar benar dapat merugikan bahkan sampai mengancam nyawa," ujarnya.
Reward bagi Masyarakat
Sony berpendapat Insentif belum tentu dapat mendorong masyarakat melakukan vaksin. Karena ketika diberikan insentif (reward) belum tentu orang tersebut mengalami proses pembelajaran mengapa dia perlu divaksin.
Menurutnya, akan muncul oknum yang berpikir mau divaksinasi hanya karena uangnya saja bukan untuk membentuk herd immunity. Selain itu, masyarakat yang menganggap vaksin akan mengancam keberlangsungan hidupnya, maka insentif menjadi kurang berarti.
Sony menuturkan, fenomena penolakan vaksin merupakan wajar karena manusia umumnya kritis dalam menghadapi suatu hal baru terutama yang akan datang pada dirinya.
"Kita sedang beradaptasi terhadap situasi baru yang membuat kita menjadi perlu beberapa pertimbangan sebelum mengambil keputusan. Jadi yang muncul perilaku bertanya tanya dan mencari informasi. Istilahnya disonansi kognitif kadang kita memahami suatu informasi, tetapi kadang juga kita menjadi ragu apakah informasi yang kita pahami ini benar atau tidak sehingga mencari pembenaran tadi," jelasnya.
Lebih lanjut, ia mengatakan, pada dasarnya memang ketakutan dan kecemasan pada masyarakat ini yang perlu diperhatikan.
Reporter Magang: Leony
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Namun apakah manusia siap menghadapi dunia baru yang penuh tantangan ini?
Baca SelengkapnyaHoaks masih menjadi ancaman nyata jelang pemilu. Masyarakat pun masih banyak yang "terjangkit" hoaks.
Baca SelengkapnyaLembaga survei Indopol Survey and Consulting memutuskan tidak merilis hasil survei untuk periode Januari 2024.
Baca SelengkapnyaHasil itu terpotret dalam survei dilakukan Lembaga Survei Indonesia.
Baca SelengkapnyaAlasan paling banyak adalah karena masyarakat mengaku tidak punya waktu menonton.
Baca SelengkapnyaSurvei dilakukan pada 4-11 Januari 2024 terhadap 1.220 responden. Survei dilakukan melalui teknik wawancara tatap muka
Baca SelengkapnyaResponden yang sama sekali tidak pernah menerima bansos tetap menempatkan Prabowo-Gibran 56,9%.
Baca SelengkapnyaHasil Survei Litbang Kompas menyatakan, sebanyak 63,7 persen responden menyetujui agar praktik politik dinasti dibatasi.
Baca SelengkapnyaTerkait dengan angka 93,3 persen itu belum dapat dipastikan jika pemilih untuk tidak golput.
Baca Selengkapnya