Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Pusako Universitas Andalas Soal Pelarangan FPI: Gaya Pembubaran Seperti Orde Baru

Pusako Universitas Andalas Soal Pelarangan FPI: Gaya Pembubaran Seperti Orde Baru Imam Besar FPI Rizieq Shihab Tiba di Petamburan. ©2020 Merdeka.com/Imam Buhori

Merdeka.com - Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Feri Amsari menilai, akar masalah pelarangan kegiatan Front Pembela Islam (FPI) melalui surat keputusan bersama (SKB) enam menteri karena adanya dasar hukum Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan atau Ormas yang dahulu diteken Presiden Joko Widodo.

Menurutnya, disahkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan sejak dulu telah banyak mendapatkan kritikan. Alasannya karena menghapus mekanisme pembubaran organisasi masyarakat melalui pengadilan.

"Jika bersandar kepada UU Ormas yang baru memang UU Ormas yg baru ini bermasalah karena UU ini dibentuk dari Perpu presiden Jokowi. UU yang baru tersebut menghapus mekanisme pembubaran ormas melalui proses peradilan yang sesungguhnya sudah diatur dalam UU ormas lama UU No 17 tahun 2013 yang mengusung semangat reformasi," katanya saat dihubungi merdeka.com pada Kamis (31/12).

Oleh sebab itu, Feri menduga, jika Undang-Undang yang disahkan Presiden Jokowi bertentangan dengan semangat reformasi yang tertuang dalam Pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menjamin hak setiap orang atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.

"Gaya pembubaran ormas seperti ini khas Orde Baru. Presiden Gusdur menentang betul cara-cara pembubaran ormas seperti ini," tegasnya.

Menurutnya, negara wajib melindungi hak konstitusional FPI. Sebab dalam di UUD 1945 memberikan perlindungan. Ini tertuang dalam Pasal 28 perihal kemerdekaan berserikat dan berkumpul, Pasal 28C ayat (2) perihal setiap orang berhak memperjuangkan haknya secara kolektif, Pasal 28D ayat (1) perihal jaminan danan hukum, Pasal 38E ayat (3) perihal kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat dan pasal 28 ayat (2) UUD 1945 perihal setiap orang bebas dari perlakuan diskriminatif.

Terlebih, Feri menyoroti adanya alasan tak terdaftar Surat keterangan terdaftar (SKT) FPI sebagai Ormas yang telah habis pada 20 Juni 2019 lalu. Dia menilai, alasan tersebut tidak kuat menjadi landasan dasar pelarangan. Karena pendaftaran SKT tidak bersifat wajib bagi organisasi.

"Kan alasan mendaftar itu terkait dengan mendapatkan fasilitas tertentu dari negara, misalnya bantuan dana. Jadi mendaftar bukanlah sesuatu yang wajib. Kalau setiap perkumpulan harus mendaftar nanti perkumpulan petani di daerah terpencil juga harus daftar baru bisa berkegiatan. Jadi daftar itu tidak wajib," paparnya.

"Iya ketentuan itu berdasarkan UU Ormas yang berasal dari Perppu Jokowi dapat mencabut status badan hukum atau Surat Keterangan Terdaftar (SKT). Kewenangan itulah yang melanggar Pasal 28 UUD 1945 yang menjamin kemerdekaan berserikat dan berkumpul," tambahnya.

Oleh karena itu, dia menyarankan, agar FPI melakukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), tidak hanya sekedar mengubah nama menjadi Front Persatuan Islam.

"Langkah itu emosional harusnya FPI gugat ke PTUN dan menjelaskan kepada publik bahwa mereka tidak bersalah. Saya usul untuk mereka meminta bantuan hukum kepada LBH-YLBHI," tutupnya.

Pemerintah Bubarkan FPI

Sebelumnya, Pemerintah telah mengumumkan status hukum Front Pembela Islam (FPI) sebagai organisasi massa (Ormas). Hal ini diungkapkan langsung oleh Menko Polhukam Mahfud MD.

Mahfud mengatakan, bahwa FPI sejak tanggal 20 Juni 2019 secara de jure telah bubar sebagai ormas. Tetapi sebagai organisasi FPI tetap melakukan aktivitas yang melanggar ketertiban dan keamanan dan bertentangan dengan hukum.

"Tindak kekerasan, sweeping atau razia secara sepihak, provokasi dan sebagainya,” jelas Mahfud MD di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu (30/12).

Mahfud MD mengutip Peraturan UU dan sesuai putusan MK nomor 82 PUU11 Tahun 2013 tertanggal 23 Desember 2014. Dia pun menegaskan, pemerintah melarang aktivitas FPI.

"Pemerintah melarang aktivitas FPI dan akan menghentikan setiap kegiatan dilakukan FPI. Karena FPI tidak lagi mempunyai legal standing, baik sebagai ormas maupun organisasi biasa," terang Mahfud MD.

Sebelum memutuskan hal ini, Mahfud MD memimpin rapat bersama dengan sejumlah menteri dan kepala lembaga negara. Di antaranya, Mendagri Tito Karnavian, Menkum HAM Yasonna Laoly, Menkominfo Johnny G Plate.

Hadir juga Kapolri Jenderal Idham Azis, Panglima TNI Hadi Tjahjanto, Kepala BNPT Boy Rafli Amar serta Kepala BIN Budi Gunawan. (mdk/fik)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Kisah Pers Diberedel Habis pada Masa Soeharto
Kisah Pers Diberedel Habis pada Masa Soeharto

Sejumlah pers diberedel pada masa Orde Baru karena mengkritik pemerintah.

Baca Selengkapnya
FOTO: Tolak Revisi UU Penyiaran, Organisasi Pers Gabungan Geruduk Gedung Parlemen
FOTO: Tolak Revisi UU Penyiaran, Organisasi Pers Gabungan Geruduk Gedung Parlemen

Ada tiga poin tuntutan organisasi pers pada aksi unjuk rasa ini.

Baca Selengkapnya
PDIP Tak Setuju Revisi UU Pilkada Dibawa ke Rapat Paripurna untuk Disahkan, Ini Alasannya
PDIP Tak Setuju Revisi UU Pilkada Dibawa ke Rapat Paripurna untuk Disahkan, Ini Alasannya

Baleg DPR RI menggelar rapat kerja dengan pemerintah untuk membahas tentang revisi UU Pilkada.

Baca Selengkapnya
MK Tolak Uji Masa Jabatan Ketum Parpol 10 Tahun, Ini Pertimbangannya
MK Tolak Uji Masa Jabatan Ketum Parpol 10 Tahun, Ini Pertimbangannya

Penolakan itu disampaikan majelis hakim MK dalam sidang digelar hari ini.

Baca Selengkapnya
Koalisi Masyarakat Sipil Minta DPR Setop Revisi UU Polri, Ini Alasannya
Koalisi Masyarakat Sipil Minta DPR Setop Revisi UU Polri, Ini Alasannya

Koalisi Masyarakat Sipil Minta DPR Setop Revisi UU Polri, Ini Alasannya

Baca Selengkapnya
UU Kesehatan: Peran Organisasi Profesi Dihapus, Kolegium Diisi Guru Besar dan Ahli Kesehatan
UU Kesehatan: Peran Organisasi Profesi Dihapus, Kolegium Diisi Guru Besar dan Ahli Kesehatan

Isi UU Kesehatan ini mengubah UU Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan.

Baca Selengkapnya
Pengamat Kritisi Dukungan FPI ke AMIN, Khawatir Aksi Penolakan Konser Musik Terjadi Lagi
Pengamat Kritisi Dukungan FPI ke AMIN, Khawatir Aksi Penolakan Konser Musik Terjadi Lagi

Trubus khawatir, sikap FPI yang penuh kontroversi akan kembali muncul jika AMIN menang

Baca Selengkapnya
Gaduh Pengesahan UU Kesehatan, Mahfud MD Minta Pihak Tidak Puas Gugat ke Mahkamah Konstitusi
Gaduh Pengesahan UU Kesehatan, Mahfud MD Minta Pihak Tidak Puas Gugat ke Mahkamah Konstitusi

Mahfud menilai adanya riak-riak setelah pengesahaan RUU menjadi UU merupakan hal yang lumrah. Dia menyebut akan ada pihak yang setuju dan tidak.

Baca Selengkapnya
Yenny Wahid Kutip Ucapan Gus Dur: DPR Seperti Taman Kanak-Kanak
Yenny Wahid Kutip Ucapan Gus Dur: DPR Seperti Taman Kanak-Kanak

Yenny Wahid turut menolak RUU Pilkada. Dia memprotes sikap DPR merevisi UU Pilkada lewat sebuah postingan di akun Instagram @yennywahid.

Baca Selengkapnya
Ikut Vote Setuju di Baleg, Kini PKS 'FOMO' Dukung Pendemo Tolak RUU Pilkada
Ikut Vote Setuju di Baleg, Kini PKS 'FOMO' Dukung Pendemo Tolak RUU Pilkada

PKS menyebut keputusan DPR membatalkan revisi UU Pilkada sesuai dengan suara dan tuntutan rakyat.

Baca Selengkapnya
Cerita Mahfud Jabat Ketua MK, Pernah Batalkan UU Badan Hukum Pendidikan karena Ancam Kelangsungan Pondok Pesantren
Cerita Mahfud Jabat Ketua MK, Pernah Batalkan UU Badan Hukum Pendidikan karena Ancam Kelangsungan Pondok Pesantren

Mahfud menegaskan keberpihakannya kepada lembaga pendidikan pondok pesantren.

Baca Selengkapnya
Iluni FH UI Tolak RUU Pilkada Anulir Putusan MK: Pembegalan Demokrasi Nyata Dipertontonkan
Iluni FH UI Tolak RUU Pilkada Anulir Putusan MK: Pembegalan Demokrasi Nyata Dipertontonkan

Revisi ini dinilai sebagai praktik pembegalan demokrasi yang secara nyata dipertontonkan kepada publik.

Baca Selengkapnya