Putusan MA Soal Aset First Travel Dirampas Negara Jauh dari Rasa Keadilan
Merdeka.com - Kuasa hukum korban First Travel, Mustolih Siradj mengatakan, putusan Mahkamah Agung (MA) terkait aset First Travel dirampas negara sangat jauh dari harapan para korban. Karena, korban ingin uang mereka kembali.
"Putusan MA jauh dari rasa keadilan, jadi berbulan-bulan, bertahun-tahun, 63 ribu korban ini kan menunggu keadilan, menunggu proses peradilan, ternyata putusannya jauh dari rasa keadilan, malah melukai rasa keadilan. Kenapa? Uang ini kan uangnya jemaah, uangnya konsumen untuk dana umroh. Tetapi kemudian malah putusannya itu dirampas oleh negara," kata Mustolih saat dihubungi merdeka.com, Jakarta, Rabu (20/11).
Menurutnya, putusan tersebut berbeda dengan putusan yang diberikan kepada perusahaan umroh lainnya yakni Abu Tour yang berada di Makassar.
-
Dimana gugatan diajukan? 1. Penggugat atau kuasanya mendaftar gugatan ke Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah.
-
Dimana penipuan itu terjadi? Aksi seorang Warga Negara Asing (WNA) melakukan pungutan liar (Pungli) berkedok sumbangan agama menyasar warga Rawa Buaya, Cengkareng, Jakarta Barat.
-
Siapa hakim MK yang berbeda pendapat? Hakim Mahkamah Konstitusi Saldi Isra berbeda pendatan (dissenting opinion) terhadap putusan batas usia capres-cawapres 40 tahun atau pernah menjabat kepala daerah untuk maju di Pemilu 2024.
-
Kenapa jemaah umroh tertunda keberangkatannya? Uang yang dititipkan para calon jemaah pada KW ternyata tidak dibayarkan pada biro perjalanan umrah, melainkan digelapkan. Sialnya lagi, mereka tidak jadi berangkat umrah.
-
Siapa yang menjalankan ibadah umrah pertama kali? Ini adalah pengalaman pertama bagi Isa dalam menjalankan ibadah umrah, meskipun dia telah diajak berbagai kali untuk berpergian ke luar negeri sebelumnya.
-
Apa itu visa umroh? Visa umroh merupakan dokumen resmi yang dikeluarkan pemerintah Arab Saudi sebagai izin bagi jemaah melakukan ibadah umroh.
"Karena ini berbeda dengan putusan Abu Tour (Travel) di Makassar itu kan dengan modus yang sama, dengan pola yang mirip itu ternyata putusannya berbeda, dia tidak merampas untuk negara, malah dia dikembalikan ke jemaah, ini kan berbeda. Satu kasus yang sama dengan putusan yang beda," jelasnya.
Ia menegaskan, masih adanya peluang untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK).
"Tetapi khusus menyangkut dengan First Travel saya kira ini jauh dari rasa keadilan, tetapi masih ada peluang untuk melakukan upaya yaitu salah satunya dengan Peninjauan Kembali (PK). Tetapi PK ini harus diajukan oleh terdakwa yaitu Annisa Hasibuan dan Andika Surachman, karena Jaksa tidak bisa mengajukan PK," tegasnya.
"Oleh karena itu, tetapi meskipun kepentingannya berbeda, kalau Annisa dan Andhika tentukan supaya aset-aset dari dia tidak ditarik begitu ya, di sisi lain kalau kepentingan jemaah kan supaya ini ada perubahan putusan, supaya putusannya itu perampasan aset First Travel untuk segera dibatalkan. Kenapa, karena putusan pengadilan tidak bisa dianulir, putusan pengadilan hanya bisa dikoreksi oleh putusan pengadilan berikutnya," sambungnya.
Ia mengungkapkan, beberapa waktu yang lalu ada beberapa jemaah yang mengajukan penagihan one prestasi First Travel yang dilakukan di Pengadilan Niaga. Namun, saat itu adanya perjanjian damai dari pihak First Travel.
"Damai dalam arti jemaah menyepakati adanya pergantian dengan proposal perdamaian yang disampaikan oleh First Travel, akhirnya humologasi bahasanya. Nah, nanti dengan situasi yang sekarang First Travel itu dirampas asetnya, maka ada beberapa teman lawyer yang memegang jemaah untuk mau membatalkan perjanjian itu dan sehingga nanti kemudian vailid, di dalam valid nanti kemudian diambil aset-asetnya untuk dibagi, jalurnya cuma itu saya kira," ungkapnya.
Pertanyakan Pengurus Pengelola Aset Korban First Travel
Dalam salah satu putusan tersebut, ternyata Pengurus Pengelola Aset Korban First Travel menyampaikan surat dan pernyataan penolakan menerima pengembalian barang bukti tersebut. Putusan itu pun menjadi pertanyaan oleh Mustolih selaku kuasa hukum korban First Travel.
"Dulu memang sempat dengar ada group-group jemaah yang kemudian menamakan diri membuat notaris sebagai Pengelola Aset Frist Travel, tetapi saya semalam diskusi dengan Kepala Biro Hukum Mahkamah Agung, disalah satu TV swasta, itu kita dalami siapa mereka ini gitu loh," ucapnya.
"Apakah mereka ini menyatakan sebagai Pengelola Aset First Travel siapa yang menunjuk, apakah First Travel atau jemaah. Pertanyaan berikutnya, apakah mereka ini representasi dari 63 ribu jemaah," sambungnya.
Menurutnya, dengan adanya putusan tersebut hakim dinilai tak cermat dalam membacanya. Dengan begitu, ia pun mempertanyakan siapa pihak pengelola aset korban First Travel.
"Kemudian, artinya saya mengatakan bahwa dasar ada pihak yang menyatakan diri sebagai pengelola aset First Travel menolak pengembalian aset, itu saya kira tidak tuntas didalami oleh hakim pengadilan sampai dengan Mahkamah Agung, artinya tidak cermat membaca," tuturnya.
"Karena 63 ribu ada minimal itu ada dua kepentingan, yang pertama ada kepentingan jemaah yang ingin diberangkatkan, ada satunya lagi jemaah ingin uangnya dikembalikan. Nah, pengelola aset ini yang mana, yang merepresentasikan pihak yang mana," tambahnya.
Diketahui, Putusan Kasasi Nomor 3096 K/Pid.Sus/2018 lewat situs Mahkamah Agung (MA) mengungkap pertimbangan mengapa akhirnya aset disita untuk negara dan bukan dikembalikan ke jemaah.
Pertama, Bahwa terhadap barang bukti Nomor urut 1 sampai dengan Nomor urut 529, Pemohon Kasasi I/Penuntut Umum sebagaimana memori kasasinya memohon agar barang-barang bukti tersebut dikembalikan kepada para calon jemaah PT First Anugerah Karya Wisata melalui Pengurus Pengelola Asset Korban First Travel berdasarkan Akta Pendirian Nomor 1, tanggal 16 April 2018 yang dibuat di hadapan Notaris Mafruchah Mustikawati, SH, M.Kn, untuk dibagikan secara proporsional dan merata akan tetapi sebagaimana fakta hukum di persidangan ternyata Pengurus Pengelola Asset Korban First Travel menyampaikan surat dan pernyataan penolakan menerima pengembalian barang bukti tersebut.
Kedua, Bahwa sebagaimana fakta di persidangan, barang-barang bukti tersebut merupakan hasil kejahatan yang dilakukan oleh para Terdakwa dan disita dari para Terdakwa yang telah terbukti selain melakukan tindak pidana Penipuan juga terbukti melakukan tindak pidana Pencucian Uang.
Oleh karenanya berdasarkan ketentuan Pasal 39 KUHP juncto Pasal 46 KUHAP barang-barang bukti tersebut dirampas untuk Negara.
(mdk/eko)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
MA menyatakan menolak kasasi KPK terkait mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Rafael dalam kasus kasus gratifikasi dan TPPU
Baca SelengkapnyaPermohonan banding diajukan pada Selasa 27 Agustus 2024.
Baca SelengkapnyaMardani Maming merupakan terpidana suap izin usaha pertambangan (IUP) Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.
Baca SelengkapnyaPutusan MA itu sekaligus menguatkan putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur untuk membebaskan Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti.
Baca SelengkapnyaPT PP menjamin gugatan PKPU tersebut tidak mengganggu operasional perusahaan.
Baca SelengkapnyaHal itu setelah PN Jaksel memenangkan PT Danataru Jaya atas tergugat Lillany Widjaja terhadap tanah seluas 462 meter persegi menjadi akses jalan masuk ke vihara
Baca SelengkapnyaPengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan oleh hakim konstitusi Anwar Usman.
Baca SelengkapnyaDalam putusannya, MA mengabulkan permohonan PK, namun tetap menyatakan Mardani H Maming bersalah dan menjatuhkan hukuman 10 tahun penjara.
Baca SelengkapnyaMahfud sebenarnya sudah mual menanggapi putusan MA soal Batas usia calon kepala daerah
Baca Selengkapnya