Ragam tradisi unik di Bali usai perayaan Nyepi
Merdeka.com - Berbagai tradisi maupun ritual dilakukan umat Hindu di Bali usai perayaan Hari Raya Nyepi. Mulai dari bocah, remaja hingga orang tua turut serta dalam kegiatan tersebut.
Tradisi yang dilakukan pun memiliki tujuan luhur. Untuk menjauhkan diri dari malapetaka maupun perangai buruk.
Rangkaian tradisi maupun ritual ini dilakukan sehari setelah Nyepi, dan berakhir beberapa hari setelahnya.
-
Mengapa Nyepi dirayakan? Meskipun hari raya Nyepi sering diidentikkan dengan keheningan, namun Surabaya menawarkan beragam destinasi liburan yang tetap dapat dinikmati oleh para pengunjung.
-
Apa yang dirayakan saat Nyepi? Meskipun hari raya Nyepi sering diidentikkan dengan keheningan, namun Surabaya menawarkan beragam destinasi liburan yang tetap dapat dinikmati oleh para pengunjung.
-
Bagaimana cara merayakan Nyepi? Meskipun hari raya Nyepi sering diidentikkan dengan keheningan, namun Surabaya menawarkan beragam destinasi liburan yang tetap dapat dinikmati oleh para pengunjung.
-
Mengapa tradisi ini dilestarikan? Tradisi itu dilestarikan untuk mengenang penyebar agama Islam di Jatinom, Ki Ageng Gribig.
-
Kenapa tradisi Nyumbun penting? Tradisi nyumbun ini telah mengajarkan setiap orang untuk bersikap ramah dan menghormati laut.
-
Kenapa Tradisi Nyeraye penting? Hal ini bertujuan untuk membangun kerukunan sosial antar masyarakat dan sebagai bentuk tolong menolong.
Berikut ulasan merdeka.com:
Tradisi Omed-omedan atau ciuman massal
Tradisi Omed-omedan dilakukan sehari setelah Nyepi. Seperti yang terlihat di Banjar Kaja, Jalan Sesetan, Denpasar, Kamis (10/3). Menjelang sore seluruh muda mudi yang belum menikah sudah bersiap di banjar. Seperti biasa Sekaa Taruna Satya Dharma Kerti wajib melaksanakan tradisi Omed-omedan, yang digelar setiap tahun sehari usai Nyepi.
Dalam tradisi ini, lelaki dan wanita dipisah, mereka lantas berebut berciuman. Hingga selanjutnya disiram atau diguyur air saat dua pasangan ini berpelukan.
Tradisi Omed-omedan diperkirakan telah ada sejak abad ke-17 dan terus berlangsung hingga saat ini. Sekali waktu di masa lalu, tradisi ini pernah ditiadakan. Tiba-tiba di tengah desa muncul dua ekor babi hutan yang saling bertarung.
Masyarakat Desa Sesetan menganggap hal tersebut sebagai pertanda buruk. Melihat pertanda ini, sesepuh desa segera memanggil kembali para muda-mudi untuk berkumpul dan menyelenggarakan Omed-omedan seperti biasa. Setelah kejadian itu, tradisi ini terus diadakan secara rutin sebagai upaya agar desa terhindar dari malapetaka.
Ketua Sekaa Taruna Satya Dharma Kerthi Komang Arya, pelaksanaan kegiatan Omed-omedan melibatkan sekaa teruna teruni atau pemuda-pemudi yang berumur 17 hingga 30 tahun dan belum menikah.
Prosesi Omed-omedan dimulai dengan persembahyangan bersama untuk memohon keselamatan dan kelancaran pelaksanaannya. Usai sembahyang, peserta dibagi dalam dua kelompok; laki-laki dan perempuan.
Kedua kelompok tersebut mengambil posisi saling berhadapan di jalan utama desa. Setelah seorang sesepuh memberikan aba-aba, kedua kelompok saling berhadapan. begitu dekat, mereka akan berciuman beberapa saat hingga ditarik atau disiram air oleh tetua desa untuk melepaskan ciuman.
"Kami berharap agar tradisi ini dapat terus dilestarikan dan generasi muda semakin berkreasi lagi," kata Komang Arya, Kamis (10/3).
Lanjutnya, untuk lebih memeriahkan acara tersebut maka digelar juga pasar rakyat atau yang lebih dikenal dengan peken paiketan Krama Sesetan yang terdiri dari food heritage, home industry atau kerajinan yang diikuti sebanyak 140 stand serta menampilkan beberapa parade seni dan band.
Tradisi Mebuug-buugan atau perang lumpur
Tradisi perang lumpur ini juga dilakukan sehari setelah Nyepi. Seperti yang terlihat di Desa Kedonganan, Denpasar (10/3). Warga berbasah-basahan dan saling melempar lumpur.
Tradisi perang lumpur ini bertujuan menetralkan sifat-sifat buruk yang ada dalam diri manusia.
Tradisi Mebuug-buugan yang mayoritas diikuti oleh kaum laki-laki ini baru kembali digelar, setelah 60 tahun tidak dilakukan.
Ritual Ngerebeg, bocah dan remaja berdandan ala raksasa
Ngerebeg merupakan ritual yang bertujuan untuk mengusir segala sifat setan yang ada dalam diri manusia. Para peserta yang terdiri dari bocah dan remaja berdandan menyerupai wong samar atau raksasa, dan berkeliling kampung. Seperti yang terjadi di Desa Tegalalang, Gianyar Bali.
"Anak-anak mencoba mengekpresikan sebuah keburukan sebagai akibat perbuatan gelap manusia yang terjabarkan dalam Sad Ripu, yakni enam musuh yang ada di dalam diri manusia," ungkap Gusti Mangku Lingsir Duur Bingin, Rabu (16/3).
Dari keyakinan masyarakat setempat, di antara anak-anak itu akan ada kehadiran wong samar. Diyakini pula wong samar merasuki anak-anak, sehingga harus diberlakukan istimewa.
"Hal ini dibuktikan saat disajikan santap siang bersama yang disebut katuran pica, anak-anak ini terus minta nambah, padahal sajiannya sudah melebihi porsi orang dewasa," jelas Mangku Lingsir.
Bendesa Desa Pakraman Tegallalang, I Made Jaya Kusuma menyebutkan dari tampilan anak-anak ini, setidaknya telah mewakili niat kesadaran. Bahwa, anak-anak yang masih diselimuti stabil, akan selalu dibayangi akibat buruk. Gambaran ini secara tidak langsung disosialisasikan dari konvoi keliling desa.
"Start di Pura Duur Bingin, anak-anak yang berjumlah ratusan ini, mengelilingi desa dengan membawa hiasan bunga yang disebut Gerebeg," terangnya.
Tradisi ngerebeg, lanjutnya dilaksanakan secara turun temurun serangkaian upacara di pura setempat. Saat berkeliling desa, peserta dihaturkan sesajen di tiap-tiang pura dan kuburan yang dilewati. (mdk/cob)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Masyarakat Bali mengadakan parade tarian Ogoh-Ogoh untuk menyambut merayakan Hari Raya Nyepi tahun 2024 pada 11 Maret 2024 mendatang.
Baca SelengkapnyaPresiden Jokowi mengucapkan Selamat Hari Raya Nyepi 2024 kepada seluruh umat Hindu yang merayakan.
Baca SelengkapnyaMenyambut Hari Raya Nyepi, umat Hindu di sejumlah wilayah Indonesia pada Minggu (10/3/2024) lalu telah melakukan serangkaian ritual.
Baca SelengkapnyaKetahui manfaat dari tradisi melukat yang kerap diikuti wisatawan saat berlibur ke Pulau Dewata Bali.
Baca SelengkapnyaUpacara Melasti pagi ini merupakan kegiatan rutin tahunan yang masuk ke dalam rangkaian perayaan Nyepi.
Baca SelengkapnyaSaat upacara Melasti, segala sesuatu atau sarana sembahyang di Pura dibawa ke laut untuk disucikan.
Baca SelengkapnyaIntip serba-serbi pindah rumah yang wajib kamu tahu!
Baca SelengkapnyaTradisi ini digelar sebagai bentuk doa agar terhindar dari bencana dan selalu diberi hasil alam melimpah.
Baca SelengkapnyaVideonya viral dan menuai pujian karena ia bisa menghargai tradisi di Bali.
Baca SelengkapnyaTulak Bala, tradisi menolak bala dari bencana maupun wabah khas masyarakat pesisir Pantai Barat Aceh.
Baca SelengkapnyaMasyarakat Tegal menyakini bahwa pada hari Rabu terakhir pada bulan Safar, akan banyak bencana dan malapetaka yang menghantui.
Baca SelengkapnyaRizky Febian berkesempatan untuk merayakan Nyepi dan tradisi Pengerupukan di Bali bersama Mahalini.
Baca Selengkapnya