Ramai-Ramai Tolak RUU Kesehatan
Merdeka.com - DPR memasukkan rancangan undang-undang (RUU) Kesehatan Omnibus Law ke program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas 2023. Keputusan ini ditentang banyak pihak.
Nyaris semua organisasi profesi kesehatan menolak. Mereka kompak mengirimkan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menolak melanjutkan pembahasan RUU Kesehatan Omnibus Law.
"Mohon kepada Bapak Presiden untuk mempertimbangkan pembahasan RUU ini antara pemerintah dengan DPR RI," kata lima organisasi profesi kesehatan dalam suratnya dikutip Senin (28/11).
-
Siapa saja yang menolak pembentukan Kementerian Agama? Pada sidang PPKI 19 Agustus 1945 lagi-lagi pembentukan Kementerian Agama diusulkan, tetapi hanya 6 orang yang menyetujui. Beberapa tokoh penting justru menolak usulan ini. Siapa saja? Ada Johannes Latuharhary yang mengusulkan kepada rapat agar masalah-masalah agama diurus Kementerian Pendidikan. Rupanya usul tersebut didukung seorang wakil Islam dari Lampung, yaitu Abdul Abbas. Selain itu, Iwa Kusumasumatri, seorang nasionalis dari Jawa Barat, setuju gagasan perlunya Kementerian Agama. Hanya saja, karena pemerintah itu sifatnya nasional, agama seharusnya tidak diurus kementerian khusus. Penolakan juga datang dari tokoh pendidikan Taman Siswa, yaitu Ki Hadjar Dewantara. Beliau lebih suka urusan-urusan agama menjadi tugas Kementerian Dalam Negeri.
-
Apa masalah utama dalam sistem kesehatan nasional? Ada tiga masalah utama yang dihadapi oleh sistem kesehatan di tanah air kita, yaitu sistem pelayanan, sistem pendidikan, dan sistem pembiayaan.
-
Mengapa DPR RI mengajak komitmen bersama? Anggota Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) Fraksi Partai Golkar Puteri Komarudin tekankan pentingnya komitmen bersama untuk menjaga perdamaian, stabilitas, dan kemakmuran di kawasan Asia Tenggara.
-
Siapa yang memperingati Hari Dokter Nasional? Sejak saat itu, 24 Oktober kemudian ditandai sebagai peringatan Hari Dokter Nasional.
-
Apa yang DPR sesalkan? 'Yang saya sesalkan juga soal minimnya pengawasan orang tua.'
Surat penolakan terhadap RUU Kesehatan Omnibus Law ini dikirim ke Presiden Jokowi pada 24 November 2022, dengan tembusan Ketua DPR RI, Ketum Parpol, dan Arsip. Lima pimpinan organisasi profesi kesehatan membubuhkan tanda tangan dalam surat tersebut.
Mereka adalah ketua umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI). Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) turut menandatangani surat itu.
Dalam surat tersebut, ada empat alasan organisasi profesi kesehatan menolak RUU Kesehatan Omnibus Law. Di antaranya, pembahasan RUU Kesehatan Omnibus Law sangat tidak transparan dan tak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Selain itu, RUU Kesehatan Omnibus Law dianggap sarat kepentingan atas liberalisasi dan kapitalisasi kesehatan yang akan mengorbankan hak kesehatan rakyat selaku konsumen kesehatan.
Minta DPR Cabut RUU Kesehatan dari Prolegnas 2023
Tiga hari setelah lima organisasi profesi kesehatan mengirimkan surat kepada Presiden Jokowi untuk menolak RUU Kesehatan Omnibus Law, Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia (ISMKI) bersuara. Mereka mendesak DPR mengeluarkan RUU Kesehatan dari Prolegnas prioritas 2023.
"RUU Omnibus Law Kesehatan memiliki berbagai masalah, baik secara formal dari proses pembuatannya maupun secara materialnya dari segi substansi dan dampak yang dapat ditimbulkan," kata Sekretaris Jenderal ISMKI, Mohammad Alief Iqra, Senin (28/11).
Alief menilai, DPR tidak melibatkan organisasi profesi kesehatan dalam penyusunan RUU Kesehatan. Padahal, organisasi profesi merupakan representasi dari tenaga-tenaga kesehatan yang ada di Indonesia.
Dia menegaskan, organisasi-organisasi profesi inilah yang terlibat secara langsung untuk menangani permasalahan kesehatan yang ada di Indonesia.
"Dalam proses pembuatan kebijakan kesehatan yang inklusif, terdapat tripartit yang harus dilibatkan, yaitu Pemerintah, penyedia layanan kesehatan (dalam hal ini tenaga kesehatan dan rumah sakit), serta masyarakat sebagai pengguna layanan kesehatan (Paranadipa, 2022)," ujarnya.
"Oleh karena itu, sudah seharusnya representasi tenaga kesehatan dilibatkan dalam proses pembuatan kebijakan," tegasnya.
Alief mengatakan, ISMKI telah menyampaikan pernyataan sikap atas RUU Kesehatan kepada DPR. Pernyataan sikap ini mewakili 25 universitas yang ada di Indonesia dan tergabung dalam ISMKI.
IDI Protes
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) telah menyampaikan langsung penolakan RUU Kesehatan Omnibus Law masuk Prolegnas 2023 kepada DPR. Menurut IDI, yang dibutuhkan saat ini UU Sistem Kesehatan Nasional.
"Intinya, IDI akan membantu negara untuk menyusun sistem kesehatan nasional yang kompleks, yang komprehensif, tapi bukan dalam bentuk Omnibus Law dengan mencabut UU Praktik Kedokteran," kata Ketua PB IDI Terpilih, Slamet Budiarto saat rapat dengan Baleg DPR, Senin (3/10).
Slamet mengatakan, bila ingin memperbaiki sistem kesehatan nasional, DPR bisa merevisi peraturan pelaksana dari UU Praktik Kedokteran.
"Semoga Pak Baleg berkenan pada pendapat kami dan saya yakin perjuangan kami selama dua tahun kepada negara ini dalam pandemi dihargai," ucapnya.
Respons DPR
Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas langsung menanggapi pernyataan IDI. Menurut Supratman, RUU Kesehatan Omnibus Law seharusnya tidak perlu dipersoalkan.
"Soal RUU sektoran ataupun menggunakan metode Omnibus Law itu hanya soal metode saja. Jangan kita perdebatkan soal Omnibus Law atau bukan Omnibus Law. Yang kita butuhkan adalah substansinya, itu yang paling penting," ujarnya.
Supratman mengungkap alasan DPR menggunakan metode Omnibus Law dalam RUU Kesehatan. Menurutnya, karena Omnibus Law sedang menjadi tren di lingkungan masyarakat. Selain itu, regulasi kesehatan saat ini terlampau banyak.
"Dan menurut kami di Badan Legislasi, karena kita over regulated, saya sendiri saja sudah bingung dengan perubahan pertama, perubahan kedua, perubahan ketiga. Bahkan ada satu UU itu perubahan keempat. Jadi membaca saja itu terpisah-pisah. Nah yang jadi kebutuhan kita menyangkut substansi," jelasnya.
Sementara Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Charles Honoris membantah bahwa sudah ada draf RUU Kesehatan. Dia menegaskan, Baleg DPR RI masih dalam tahapan penyusunan Naskah Akademik.
DPR sebagai pengusul RUU Kesehatan Omnibus Law ini akan menyusun draf dari Naskah Akademik tersebut. "Jadi prosesnya masih RDPU untuk menyusun Naskah Akademik. Dan belum ada draf RUU. Proses menuju draf masih lama," jelas Nurdin.
Prosesnya saat ini Baleg DPR telah mengundang 28 pemangku kebijakan untuk didengarkan aspirasinya terkait Naskah Akademik Omnibus Law Bidang Kesehatan.
"Kita dengar masukan dalam RDPU selalu terbuka, karena kalau tertutup nanti salah sangka. Bahkan kami mendengar masukan secara online dari tenaga kesehatan di berbagai daerah, bahkan dari Papua," ujar Nurdin.
Tanggapan Menkes
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, RUU Kesehatan Omnibus Law merupakan inisiatif DPR. Bukan usulan pemerintah.
"Itu Omnibus Law Kesehatan kan kayaknya akan jadi inisiatif DPR," kata Budi di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (28/11).
Dia menyebut, draf RUU Kesehatan belum ada. Bila draf sudah ada, pemerintah dan DPR akan membahas lebih lanjut.
"Nanti kalau sudah keluar bisa diskusi dengan DPR dan pemerintah. Ini juga belm jelas isinya apa," ucapnya.
Budi mengatakan, pemerintah akan mendorong peningkatan kualitas dan layanan kesehatan kepada masyarakat dalam RUU Kesehatan Omnibus Law. Guna meningkatkan kualitas layanan tersebut, penyusunan RUU Kesehatan akan melibatkan banyak pihak. Mulai dari organisasi profesi, kolegium, industri farmasi, rumah sakit, hingga konglomerat.
"Jadi kalau nanti dalam diskusi, ternyata idenya yang baik untuk masyarakat dari DPR, diambil dari DPR, jika dari IDI diambil dari IDI, atau dari kolegium, KKI, ya kita ambil, yang penting kita diskusi, mana yang paling baik untuk masyarakat," ujarnya.
(mdk/tin)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
PKS menilai RUU Kesehatan justru menghilangkan mandatory spanding untuk kesehatan yang ada di UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Baca SelengkapnyaRUU Kesehatan dianggap minim urgensi dan kualitas. Banyak celah kelemahan dan RUU ini.
Baca SelengkapnyaMereka menuntut DPR untuk menunda pembahasan RUU Kesehatan dalam Omnibus Law.
Baca SelengkapnyaKetua DPR RI Puan Maharani mengetuk palu pengesahan RUU Kesehatan setelah mendengarkan pendapat dua fraksi yang menolak yaitu Demokrat dan PKS.
Baca SelengkapnyaGelombang penolakan RUU Omnibus Law Kesehatan kembali bergulir. Fokus utamanya adalah pengembalian mandatory spending pada RUU Omnibus Law Kesehatan.
Baca SelengkapnyaMahfud menilai adanya riak-riak setelah pengesahaan RUU menjadi UU merupakan hal yang lumrah. Dia menyebut akan ada pihak yang setuju dan tidak.
Baca SelengkapnyaMeski kecewa, IDI mengaku siap mengawal penerapan UU Kesehatan ini hingga ke tingkat cabang.
Baca SelengkapnyaPetisi ini diajukan oleh 150 orang Guru Besar lintas profesi, baik dari profesi kesehatan dan non kesehatan.
Baca SelengkapnyaAgenda Paripurna RUU Kesehatan akan diwarnai aksi unjuk rasa tenaga kesehatan dari lima organisasi profesi.
Baca SelengkapnyaDari aspek ketenagakerjaan, industri rokok tidak sedikit menyerap tenaga kerja.
Baca SelengkapnyaPengesahan RUU Kesehatan ini disetujui enam fraksi. Sementara, Fraksi PKS dan Fraksi Demokreat menolak. Berikut foto-fotonya:
Baca SelengkapnyaPresiden Jokowi berharap Indonesia tidak lagi kekurangan tenaga dokter spesialis.
Baca Selengkapnya