Rentetan kasus penganiayaan pemuka agama
Merdeka.com - Sejumlah kasus penganiayaan terhadap pemuka agama terjadi akhir-akhir ini. Banyak spekulasi yang muncul terkait rentetan peristiwa ini. Ada yang mengaitkan dengan Pilkada bahkan hingga pertarungan Pilpres 2019.
Kasus penganiayaan yang pertama terjadi di Bandung. Komandan Brigade PP Persis, H.R Prawoto meninggal dunia usai dianiaya oleh AM (45), yang tak lain adalah tetangganya sendiri. Pelaku mengalami gangguan jiwa.
Peristiwa penganiayaan ini berawal saat pelaku mencoba mencongkel rumah korban yang berada di kawasan Cigondewah. Prawoto kemudian keluar rumah untuk mengecek. Melihat rumahnya dicongkel, Prawoto kemudian menanyakan kepada pelaku maksud dari tindakannya tersebut. Namun pelaku malah menyerang korban.
-
Siapa pelaku penganiayaan? Viral Remaja Pukuli Bocah Lalu Mengaku sebagai Keponakan Mayor Jendera Sekelompok remaja tmenganiaya dan mencaci bocah di Bandung, Jawa Barat.
-
Siapa yang diduga melakukan penganiayaan? Leon Dozan diduga melakukan penganiayaan terhadap Rinoa Aurora Senduk setelah foto dan video dalam tangkapan layar obrolan di Whatsapp terbongkar.
-
Dimana kejadian penganiayaan terjadi? Nasib sial dialami Damari (59) pengemudi ojek online warga Jurumudi, Kota Tangerang, yang dikeroyok tiga orang pria tidak dikenal saat akan menjemput pelanggan di depan pasar Tanah Tinggi, Kota Tangerang.
-
Siapa yang diserang menjelang Pemilu? 'Jadi media center ini bukan media center capres-capresan, jadi tidak untuk capres-capres tapi ini untuk pelurusan informasi data dari pemerintah sehingga masyarakat bisa mendapatkan informasi yang valid ataupun serangan yang diterima (untuk pemerintah). Sekarangkan banyak juga serangan yang kami terima, urusan capres tapi serangannya ke Pemerintah,' imbuhnya.
-
Dimana penganiayaan terjadi? Penganiayaan yang viral itu dikabarkan terjadi di Mekarwangi, Kecamatan Bojongloa Kidul, Kota Bandung.
-
Siapa yang melakukan penganiayaan? Seorang bocah berusia 8 tahun di Semarang diduga dibakar teman sepermainannya.
Saat Prawoto mencoba melarikan diri, pelaku mengejar korban sambil membawa potongan pipa besi. Pada saat korban dikejar dan terjatuh, pelaku memukuli korban beberapa kali yang mengakibatkan korban mengalami luka patah tangan kiri dan luka terbuka pada kepala.
Usai menganiaya korban, pelaku kemudian melarikan diri, sementara korban yang saat itu tergeletak langsung dibawa warga ke Rumah Sakit Santosa, Kota Bandung. Sempat mendapatkan perawatan intensif, nyawa korban tidak bisa tertolong hingga mengembuskan napas terakhirnya sekitar pukul 16.00 WIB Kamis (1/2) lalu. Peristiwa terjadi di Blok Kasur RT 001 RW 005, Kelurahan Cigondewah Kidul, Kecamatan Bandung Kulon, Kota Bandung.
Tim Dokter Rumah Sakit Sartika Asih, Dokter Leony Widjaja yang memeriksa pelaku mengatakan hasil observasi sementara menunjukkan pelaku mengalami gangguan kepribadian.
"Sementara menurut saya dia masuk di kategori gangguan kepribadian. Emosional tidak stabil," ujar Leony dalam konferensi pers di Mapolrestabes Bandung, Jalan Jawa, Kota Bandung Jumat (2/2).
Dia menuturkan, berdasarkan pemeriksaan dan keterangan saksi-saksi, pelaku menunjukkan emosional yang tidak stabil dengan perilaku mengamuk yang kadang-kadang ditunjukkan dalam kesehariannya. Amukan ini dilakukannya saat ada keinginan yang tidak terpenuhi.
"Perilakunya kadang ada seperti orang tidak waras kadang seperti orang normal," katanya.
Meski demikian, dr. Leony mengatakan masih harus dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk mendapatkan hasil yang pasti. Hasil ini nantinya berguna untuk proses kelanjutan tindakan pelaku yang menganiaya korban hingga akhirnya mengembuskan napas terakhir. Ia menyebutkan waktu yang diberikan untuk pemeriksaan yakni 14 hari. Pihaknya akan menganalisis lebih lanjut, termasuk penyebabnya.
Sementara itu, Kapolrestabes Bandung Kombes Pol Hendro Pandowo mengatakan polisi akan tetap melakukan penyelidikan terhadap kasus ini, meski pelaku terindikasi mengalami gangguan kejiwaan.
"Jadi penyelidikan akan tetap dilanjutkan. Pada pelaku harus tetap mempertanggungjawabkan secara hukum sesuai dengan pasal yang dilanggar hingga ke pengadilan," ujar Hendro kepada wartawan di Mapolrestabes Bandung, Jalan Jawa, Jumat (2/2).
Saat ini kata Hendro, pihaknya akan mengumpulkan keterangan dari pelaku dan para saksi. Selain itu pihaknya juga akan melakukan pemeriksaan kejiwaan terhadap pelaku yang diduga mengalami gangguan kejiwaan.
"Sekarang kita pemberkasan tahap 1 hingga tahap 3 kemudian dikirim ke penuntut umum serta barang buktinya. Itu akan dilakukan. Tentunya sesuai harapan bahwa proses hukum harus berjalan. Jadi biar hukum yang memutuskan," katanya.
Menurut Hendro, pemeriksaan membutuhkan waktu kurang lebih 14 hari. Sehingga berkas perkara benar-benar lengkap untuk kelanjutan perkara. "Semoga kasus ini segera bisa kita tuntaskan sampai ke meja pengadilan," ungkapnya.
Kasus kedua adalah penganiayaan terhadap KH Emon Umar Basri (60), pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Hidayah Santiong, Kampung Sentiong RT 04/01, Desa Cicalengka Kulon, Kecamatan Cicalengka, Kabupaten Bandung.
Korban dianiaya Asep (50) usai salat subuh di Musala Al Mufathalah, Cicalengka, Jawa Barat. Akibat kejadian ini korban mengalami luka hingga berdarah.
Kejadian bermula saat korban melihat pelaku di musala usai salat Subuh berjemaah. Saat ditanya oleh korban, pelaku menjawab sambil emosi. Sejurus kemudian, pelaku menganiaya korban menggunakan kayu.
Korban kemudian lari keluar musala. Sejumlah santri yang mengetahui hal itu segera menyelamatkan korban dan kemudian melapor ke polisi.
Tak butuh waktu lama, polisi akhirnya menangkap pelaku. Saat diinterogasi, jawaban pelaku tak konsisten. pelaku diduga mengalami gangguan jiwa.
Namun demikian, pelaku terancam pasal 351 ayat 2 dengan ancaman hukuman penjara maksimal 5 tahun.
Kasus ketiga adalah penyerangan terhadap Romo Pier dan tiga jemaat di Gereja Santa Lidwina, Sleman, Yogyakarta, Minggu (11/2). Pelaku adalah seorang mahasiswa bernama Suliono.
Tersangka diketahui suka berpindah tempat. Jejak mahasiswa asal Banyuwangi tersebut pernah terlacak di Poso, Sulawesi Tengah, Magelang dan terakhir di Yogyakarta.
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian menduga kuat Suliono memiliki paham radikal. Bahkan dia pernah berencana untuk pergi ke Suriah namun gagal. Setelah rencananya tidak terealisasi, Suliono diduga akhirnya melakukan aksi teror terhadap orang-orang yang dianggapnya kafir.
"Dia pernah mencoba membuat paspor untuk berangkat ke Suriah tapi tidak berhasil, akhirnya dia menyerang kafir versi dia," kata Kapolri di Polda Metro Jaya, Senin (12/2).
Suliono tercatat sebagai warga Krajan RT 02 RW 01 Kandangan, Pesanggrahan Banyuwangi, Jawa Timur. Dia yang hendak pulang ke kampung halaman, menyempatkan diri singgah di Yogyakarta.
Selama di Kota Gudeg ini, Suliono menginap di masjid dan musala. Hingga akhirnya dia menjual handphone untuk membeli pedang yang dipakai saat menyerang gereja.
"Sementara memang ada keterangan awal pelaku menjual ponselnya untuk beli pedang," ujar Kapolda DIY Brigjen Pol Ahmad Dofiri di Mapolda DIY.
Suliono kini masih dirawat di rumah sakit, usai menjalani operasi pengangkatan proyektil dari kakinya. Polisi telah memeriksa tersangka, namun belum diketahui hasil pemeriksaan.
Aiptu Al Munir, anggota Polsek Gamping, Sleman yang melumpuhkan Suliono bercerita, saat kejadian tersangka sedang mengayun-ayunkan pedangnya nampak jelas di depannya.
Saat diminta menyerah, Suliono justru mencoba mendekati Munir sambil membawa pedang. Dor! Sebuah tembakan peringatan pun dilepaskan Munir. Bukannya takut, Suliono justru makin beringas.
"Pelaku menyabetkan pedang ke tangan kiri saya. Saya tembak kaki kirinya. Pelaku kemudian menyabetkan pedangnya. Kena kelingking kaki saya. Kemudian saya tembak lagi di kaki kanan. Pelaku jatuh dan mendorong saya. Pelaku sempat akan menyabetkan pedangnya ke badan saya tapi saya tarik kakinya," cerita bapak dua anak ini.
Melihat pelaku yang sudah jatuh, kedua rekan Munir pun coba meringkusnya. Dibantu jemaat Gereja Santa Lidwina lainnya, pelaku akhirnya berhasil diringkus.
Kasus keempat adalah penganiayaan KH Hakam Mubarok, pengasuh Ponpes Karangasem, Lamongan, Minggu (18/2). Pelaku diketahui bernama Nandang Triyana (23), warga Desa Lemahabang Kulon, Kecamatan Lemahabang, Kabupaten Cirebon. Sudah empat tahun dia meninggalkan keluarganya. Dia merupakan orang gila.
Peristiwa ini bermula ketika pelaku datang dan duduk di pendopo Ponpes sambil bawa makanan. Korban yang melihat lantas meminta supaya pelaku pindah. Namun permintaan itu membuat pelaku emosi dan menantang korban.
Korban lantas pergi namun dikejar pelaku. Korban kemudian berlari dan terjatuh. Sejumlah santri yang melihat kejadian tersebut lantas menangkap pelaku.
Kabid Humas Polda Jawa Timur, Kombes Frans Barung Mangera mengatakan, pihaknya masih mengumpulkan semua bukti-bukti kebenaran informasi tersebut. Termasuk keterangan keluarga pelaku.
Untuk mendukung proses penyelidikan, Polda Jatim telah berkoordinasi dengan Polres Cirebon dan akan mendatangkan keluarga pelaku di Surabaya. Informasi yang diterima penyidik, orang tua yang bersangkutan mengaku bahwa anaknya mengalami gangguan jiwa sejak kecil. Tapi tidak memiliki surat keterangan gila.
"Orang tua yang bersangkutan sendiri mengakui bahwa anak ini mengalami gangguan jiwa. Tetapi kepolisian tidak memakai yang namanya pengakuan dari orang tuanya," kata Barung kepada wartawan di Mapolda Jawa Timur, Selasa (20/2).
Saat ini, lanjutnya, pihak RS Bhayangkara Polda Jawa Timur, masih melakukan proses identifikasi terhadap pelaku guna membuktikan informasi yang disampaikan orang tuanya.
Selain itu, perwira tiga melati di pundak ini kembali menegaskan, bahwa dalam kasus ini, baik yang terjadi di Tuban maupun di Lamongan, bukan penyerangan atau penganiayaan tokoh agama. "Yang paling penting ini tidak ada penyerangan, tidak ada yang namanya penganiayaan," tandasnya.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) angkat suara terkait maraknya kasus penganiayaan terhadap pemuka agama. Jokowi menegaskan aparat keamanan sudah diminta untuk menindak tegas pelaku.
"Saya sudah perintahkan kepada aparat untuk bertindak tegas dan negara menjamin penegakan konstitusi secara terus menerus," tegas Jokowi.
Sedangkan, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan, kepolisian masih mendalami kasus penyerangan terhadap pemuka agama. Dia mengimbau kepada seluruh masyarakat agar tidak mengaitkan penyerangan tersebut dengan Pilkada.
"(Penyerangan terhadap pemuka agama) Sama sekali tidak ada kaitannya (dengan Pilkada)," tegas Moeldoko.
Sementara itu, Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komisaris Jenderal Ari Dono Sukmanto berjanji mengusut tuntas kasus penganiayaan terhadap tokoh agama yang marak terjadi beberapa minggu ini. Menurut Dono, memerlukan waktu dua minggu untuk mengungkap siapa aktor di balik teror penyerangan ulama ini.
Ari Dono menjelaskan, dalam mengusut masalah ini memang tidak cepat perlu waktu. Terlebih dalam beberapa kasus tokoh ulama diduga dianiaya oleh orang memiliki ganggu jiwa. Karena itu perlu penyelidikan yang lebih mendalam dan melibatkan ahli-ahli.
"Insya Allah dua minggu. Dengan metode spiral kita akan mencari siapa sebenarnya. Kalau kita kaitkan, misalnya, ada tidak konspirasi di balik ini. Nah itu berangkat dari fakta yang kita dapatkan nanti," kata Ari Dono di gedung MUI, Rabu (21/2).
(mdk/cob)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) mengungkap potensi kerawanan konflik di daerah yang menggelar Pilkada serentak 2024.
Baca SelengkapnyaPolisi Periksa 30 Saksi di Kasus Panji Gumilang, Ada Ahli Pidana, ITE hingga Agama
Baca SelengkapnyaPelaksanaan Pilkada secara serentak nanti memiliki kerawanan yang lebih besar dibandingkan Pilpres maupun Pileg.
Baca SelengkapnyaViral Penghuni Indekos di Tangsel Ngaku Diintimidasi saat Beribadah, Polisi Tetapkan 4 Tersangka
Baca SelengkapnyaPenyidik Dit Tipidum telah memeriksa 19 saksi kasus dugaan penistaan agama Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Zaytun, Panji Gumilang.
Baca SelengkapnyaKepala desa biasanya memiliki hubungan dengan petahana sehingga dapat mendobrak atau mengurangi suara politisi tersebut.
Baca SelengkapnyaAgus juga membocorkan bahwa setelah penetapan hasil Pemilu, pasti akan ada banyak perkara yang masuk di Kejaksaan
Baca SelengkapnyaSanksi kepada ASN yang tidak netral selama tahapan Pilkada 2024 berlangsung akan diberikan oleh Badan Kepegawaian Negara.
Baca SelengkapnyaHasto pun menyatakan informasi ini benar adanya dan bahkan ia berani mempertanggungjawabkan ucapannya ini di jalur hukum.
Baca SelengkapnyaPanji dikenakan pasal berlapis dengan ancaman pidana hingga belasan tahun.
Baca SelengkapnyaSebanyak 21 dugaan tindak pidana Pemilu di seluruh Indonesia dilimpahkan ke Polri. Kasus itu merupakan bagian dari 114 laporan yang diterima Bawaslu.
Baca SelengkapnyaPimpinan Pondok Pesantren Al Zaytun Panji Gumilang resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus penodaan agama.
Baca Selengkapnya