Revisi UU Terorisme, pemerintah diminta lindungi hak korban & saksi
Merdeka.com - Aksi Polri menumpas teror bom di kawasan Sarinah, Jalan MH Thamrin pada awal tahun 2016 menimbulkan apresiasi dari negara-negara luar. Indonesia mendapat predikat baik dan masuk dalam kategori negara paling andal dalam mengatasi aksi terorisme.
Buntut dari kasus yang menewaskan delapan orang dengan 27 luka-luka ini bermuara pada direvisinya undang-undang tindak pidana Terorisme dengan penambahan beberapa poin. Revisi tersebut sudah diserahkan pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk segera ditindaklanjuti.
Ketua Tim Penyusun RUU Perampasan Aset Tindak Pidana, Suhariyono mengatakan revisi undang-undang Terorisme selalu mengedepankan penegakan hukum serta proses peradilan terhadap pelaku. Namun hingga saat ini pemerintah tidak pernah menengok bagaimana nasib para korban dari tindakan terorisme.
-
Apa itu Obligasi Pemerintah? Adapun obligasi pemerintah adalah surat utang yang diterbitkan pemerintah untuk mendapatkan pendanaan.
-
Siapa yang bertanggung jawab? Faktor kelalaian petugas menjadi penyebab utama terjadinya tragedi ini. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya komunikasi antara petugas stasiun dan masinis, yang menyebabkan ketidakpahaman mengenai posisi kereta.
-
Kenapa kerugian negara dibebankan ke PT Timah? 'Sehingga kewajiban ini melekat ada di PT Timah,' ujar Febri di Jakarta, Kamis, (30/5).
-
Siapa yang bertanggung jawab atas serangan? Seorang juru bicara Qualcomm menyatakan bahwa patch telah dikirimkan, namun kini tanggung jawab ada di tangan pengguna.
-
Siapa yang harus bertanggung jawab atas tindakan perundungan? Tanggung jawab pidana ini tak hanya dibebankan kepada anak, bahkan orang tua dan pemerintah harus ikut bertanggung jawab
"Sebagai renungan, kelemahan kita semua pada saat kita mengatur suatu RUU terutama terkait penegakan hukum, proses peradilan. Selalu kita lupa atau sering mengesampingkan kedudukan saksi dan korban," ujar Suhariyono dalam diskusi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang membahas rencana Perpu Terorisme di Hotel Morissey Jalan Wahid Hasyim, Jakarta, Selasa (8/3).
Dia menceritakan, perlindungan terhadap saksi dan korban bisa ditelisik dari terjadinya bom JW Marriot, bom Bali 1 dan 2 dan aksi terorisme lain di nusantara. Hal tersebut selalu terbentur dengan undang-undang jika nasib saksi dan korban ingin diperjuangkan dalam hal ini persoalan pemulihan kesehatan atau pembiayaan hidup keluarga yang ditinggalkan korban.
"Kita lupa tidak memberikan penghargaan untuk posisi-posisi penting yang sebetulnya diderita korban atau saksi," sambung dia.
Berdasarkan Undang-Undang Dasar, negara harus bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup warganya. Berlandaskan pedoman inilah pemerintah mulai mengangkat hak korban dan saksi dalam kasus tindak pidana terorisme.
"Dalam pasal 36 tentang kompensasi, restitusi dan rehabilitasi setiap korban atau ahli warisnya akibat tindak pidana terorisme berhak mendapatkan kompensasi atau restitusi," terangnya.
Selain itu, mengenai pembiayaan korban juga seharusnya dibebankan kepada negara yang dilaksanakan oleh pemerintah. Kompensasi atau restitusi tersebut diberikan dan dicantumkan sekaligus dalam amar putusan pengadilan.
"Tapi ini juga pengalaman, betapa sulitnya kita minta menteri Keuangan untuk menjalankannya," tandas Suhariyono.
(mdk/bal)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pemerintah memprioritaskan penanganan penyintas bukan hanya dari aspek fisik, melainkan juga psikis dan keberlanjutan finansial.
Baca SelengkapnyaAksi terorisme memberi dampak buruk, maka setiap 21 Agustus ditetapkan Hari Peringatan dan Penghargaan Korban Terorisme
Baca SelengkapnyaBerikut alasan yang disampaikan pemerintah merevisi UU ITE yang kedua.
Baca SelengkapnyaJokowi menegaskan pemerintah telah mendesak agar RUU tersebut segera diketok di DPR
Baca SelengkapnyaLPSK masih mendalami keterangan saksi dan keluarga korban pembunuhan Vina Cirebon.
Baca SelengkapnyaLima orang baru dilindungi LPSK itu TW, OR, PW, AS, dan D.
Baca SelengkapnyaSeluruh fraksi menyetujui hasil rancangan revisi UU ITE yang dibahas oleh Komisi I DPR dengan pemerintah.
Baca SelengkapnyaKresno juga mengungkapkan, jika perwira TNI bisa menjadi penasihat hukum dan beracara di Pengadilan. Hal ini harus berdasarkan dengan beberapa kualifikasi.
Baca SelengkapnyaJokowi Kembali Singgung UU Perampasan Aset: Bolanya Ada di DPR
Baca SelengkapnyaPermohonan perlindungan narapidana itu saat ini masih dalam proses telaah LPSK.
Baca SelengkapnyaDPR bakal menggulirkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Jabatan Hakim. Hal ini sebagai bentuk menyerap aspirasi para hakim yang menuntut sejumlah hak.
Baca SelengkapnyaKasus kekerasan seksual di Indonesia hingga saat ini masih marak di lingkungan masyarakat maupun lingkungan pendidikan
Baca Selengkapnya