Ribuan kera Desa Cikakak berebut gunungan buah
Merdeka.com - Tradisi masyarakat Jawa saat bulan Sura gunungan untuk mengucapkan rasa syukur dan berkah. Biasanya ribuan masyarakat berebut gunungan sebagai berkah untuk kehidupan yang lebih baik.
Namun hal berbeda terlihat di Desa Cikakak, Kecamatan Wangon, Banyumas Jawa Tengah. Warga justru membuat gunungan untuk kera. Tradisi yang kali pertama digelar di Komplek wisata ziarah Masjid Sakatunggal, Desa Cikakak, ini menarik perhatian ribuan masyarakat yang ingin melihat dari dekat.
Acara bertajuk Rewandha Bojana atau memberikan makan kera, terutama kera ekor panjang (macaca fascicularis), ditandai dengan dibawanya dua gunungan berisi buah dan makanan kesukaan kera. Obi, seorang warga yang datang dari Purwokerto, mengaku sengaja datang ke Desa Cikakak untuk menyaksikan para kera berebut gunungan.
-
Dimana nenek moyang manusia dan kera hidup? LCA diyakini hidup selama Zaman Miosen, sekitar 23 juta hingga 5 juta tahun yang lalu.
-
Apa yang dilakukan kera ekor panjang di pemukiman? Puluhan kera ekor panjang itu menyerbu pemukiman dan membuat warga resah. Mereka bertengger di atap-atap rumah warga untuk mencari makan. Selain merusak atap rumah, kawanan monyet ini juga menjarah makanan di warung-warung.
-
Apa yang dilakukan kera ekor panjang di permukiman? Kera karena kelaparan berani mengganggu warga. Menyerbu ke dalam rumah untuk mengambil makanan,“
-
Bagaimana kera di hutan itu menyerang? 'Walaupun ada tanaman sebidang, kalau diserang sehari habis. Jadi pengamanan pertana lahan tanaman ini diberi pagar,' kata Pak Nurhadi terkait dengan serangan para kera ke lahan pertanian dia dan para penduduk lain.
-
Di mana katak ini ditemukan? Penemuan spesies katak bertaring terkecil di Pulau Sulawesi, Indonesia, menciptakan sensasi biologi.
-
Kenapa kera ekor panjang serbu pemukiman? Kawanan monyet itu diduga turun dari gunung karena persediaan makanan di tempat mereka mulai menipis. Musim kemarau yang panjang menjadi penyebab persediaan makanan di hutan terus menyusut.
"Peristiwa ini sangat unik, karena setahu saya baru kali pertama diselenggarakan di sini. Apalagi selama ini di obyek wisata Masjid Sakatunggal banyak monyet liar yang dibiarkan bebas dan kalau musim kering kerap kekurangan makan," ujarnya, Minggu (1/11).
Menurut kepercayaan warga setempat, kera yang ada di sekitar tempat tersebut merupakan warisan pendiri Masjid Saka Tunggal. Masjid Sakatunggal adalah masjid pertama permulaan Islam masuk ke Banyumas sekitar 1288.
Sejak dulu terdapat ratusan ekor kera yang berlindung di hutan sebelah barat komplek Masjid Sakatunggal yang dikeramatkan penduduk setempat. Saat ini jumlahnya mencapai ribuan. Kera kerap mengganggu warga jika persediaan makanan di hutan tidak mencukupi.
Ketua Panitia festival, Agus Sumarko mengatakan, festival memberi makan kera yang hidup di sekitar obyek wisata religi Masjid Saka Tunggal melibatkan masyarakat dari enam desa di wilayah itu. Kegiatan ini merupakan rangkaian perayaan Bulan Sura yang dijadwalkan pemkab Banyumas dalam meningkatkan kunjungan wisata.
Sebelum diperebutkan ribuan kera, gunungan tersebut diarak dengan iringan musik tradisional banyumasan, kentongan. "Gunungan buah diarak dari kediaman Kepala Desa Cikakak menuju ke lapangan dekat Masjid Saka Tunggal sekitar satu kilometer," katanya.
Sementara itu, Kepala Bidang Pariwisata Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (Dinporabudpar) Banyumas, Descart Sotyo Jatmiko, menambahkan kegiatan ini selain merupakan daya tarik wisata juga menjadi bentuk kepedulian terhadap kera. Dia berharap, warga bisa menjaga konservasi alam di sekitar lokasi wisata yang selama ini dijadikan tempat ziarah.
"Dengan konservasi ini, diharapkan bisa dilaksanakan masyarakat setempat dengan didukung instansi terkait. Kalau edukasi tanpa adanya aksi di lapangan, tampaknya tidak akan begitu dimengerti," jelasnya.
kegiatan ini memiliki makna mendalam di kehidupan masyarakat. "Secara filosofi, kita tidak hanya berhubungan dengan Tuhan dan sesama manusia, tetapi juga hubungan menjaga alam. Kita harus menjaga alam dengan baik, salah satunya dengan menyayangi binatang," tuturnya. (mdk/noe)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Diduga mereka kekurangan makanan di tempat asalnya.
Baca SelengkapnyaSalah seorang pencari rumput mengaku pernah melihat sosok kera putih yang besarnya seukuran kambing dewasa.
Baca SelengkapnyaSeorang warga bernama Rusli (62) meninggal dalam upaya penangkapan kera liar di Desa Wanakerta, Kecamatan Cibatu, Garut, Jawa Barat, Kamis (21/3) pagi.
Baca SelengkapnyaWarga sekitar mengaku masih menjumpai keberadaan satwa macan di hutan Blora. Apakah itu benar?
Baca SelengkapnyaJarak kampung itu menuju pusat desa mencapai 5-6 kilometer
Baca SelengkapnyaMereka tidak menuju pusat keramaian kota, melainkan mendatangi hutan bersama keluarga untuk melakukan beberapa kegiatan.
Baca SelengkapnyaBeruntungnya tidak ada korban dalam upaya evakuasi ketiga ular tersebut.
Baca SelengkapnyaMasuknya dua ekor gajah jantan itu telah dipantau petugas BKSDA. Saat ini kawanan gajah liar masuk permukiman di SP 6.
Baca SelengkapnyaMasyarakat percara dulu goa itu digunakan sebagai petilasan Sunan Kalijaga.
Baca SelengkapnyaMenurut Atep, turunnya ratusan monyet dari bukit Tawilis diduga tidak ada makanan di habitatnya sehingga kemudian turun menyerang dan menjarah lahan warga.
Baca SelengkapnyaKemunculan gajah di Muratara pertama kali dilaporkan warga Kelurahan Karya Makmur.
Baca SelengkapnyaUkuran panjang ular-ular tersebut pun bervariasi, mulai dari 30 cm hingga 4 meter dengan berat mencapai sekitar 20 kg.
Baca Selengkapnya