Ridwan Kamil: Penanganan Massa yang Masif Tak Bisa Gunakan Pendekatan Represif
Merdeka.com - Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil (Emil) menjelaskan terjadinya kerumunan acara ormas Front Pembela Islam (FPI) di Megamendung Bogor, Jawa Barat beberapa waktu lalu. Menurutnya, untuk menegakkan protokol kesehatan, petugas punya pertimbangan untuk menertibkan. Tidak asal represif.
"Dalam kondisi lapangan yang massa sudah masif, pelaksana di lapangan punya dua pilihan, melakukan persuasif humanis atau represif, pilihan di lapangan saat itu karena massa kalau sudah besar cenderung ada potensi gesekan," katanya usai diperiksa Bareskrim Polri, Jumat (20/11).
Maka, kata Emil, pilihan Kapolda Jawa Barat saat itu memutuskan untuk pendekatan humanis non-represif. Meskipun akhirnya berujung pada pencopotan sejumlah perwira polisi oleh Kapolri.
-
Bagaimana Kapolda Metro Jaya merombak jajaran? Perombakan ini tertuang dalam surat telegram bernomor Nomor ST/475/XII/KEP./2023, tanggal 4 Desember 2023.
-
Kenapa Kapolda Metro Jaya merombak jajaran? 'Benar, mutasi merupakan hal biasa dalam rangka penyegaran personel, tour of area,' kata Kabidhumas Polda Metro Jaya Kombes Pol Trunoyudo Wisnu Andiko kepada wartawan, Rabu (6/12).
-
Apa saja yang dirombak Kapolda Metro Jaya? Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Karyoto merombak jajarannya dengan memutasi sejumlah pejabat kepala satuan (Kasat) tingkat Polres hingga Kapolsek.
-
Kenapa Kompol Syarif ditinggalkan? Sony akan menempuh pendidikan S2 di di Melbourne, Australia.
-
Siapa yang memuji keputusan Polri? Keputusan tersebut mendapat apresiasi dari Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni.
-
Siapa Kapolri tersingkat? Kapolri dengan masa jabatan tersingkat ada Chairuddin Ismail.
"Walaupun akhirnya, pilihan-pilihan itu memberi konsekuensi pada institusi kepolisian yang saya sangat hormati terkait hal itu," ucapnya.
Sehingga, kata Emil, pemerintah daerah Jawa Barat sudah menegakkan protokol kesehatan yang ada. Tetapi, penanganan ke massa yang banyak tidak bisa menggunakan cara represif.
"Contohnya seperti demo Omnibus Law. Kalau pakai kategori pelanggaran prokes, demo-demo itu sangat melanggar protokol kesehatan. Tapi kan pendekatannya tidak bisa dalam kondisi psikologis ya, walaupun kita tahu itu pelanggaran," terangnya.
"Kemudian dilakukan represif karena akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Maka, diskresi dari aparat itu ada di sana, nah itulah kira-kira kronologis," tandasnya.
(mdk/rhm)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kapolri Listyo sempat memuji cara humanis Polwan saat berhadapan dengan massa.
Baca SelengkapnyaUsman menyoroti penggunaan water cannon, gas air mata, atau penangkapan dan penahanan secara sewenang-wenang kepada pengunjuk rasa.
Baca SelengkapnyaSejumlah warga Rempang mengusir petugas yang hendak menawarkan relokasi.
Baca SelengkapnyaKonflik di Papua terjadi karena perbedaan paham yang menyulut untuk memisahkan diri dari Indonesia.
Baca SelengkapnyaAksi tersebut digelar di depan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri), Jakarta, Selasa, (19/11).
Baca SelengkapnyaPerintah Jokowi mendapat apresiasi banyak pihak, tak terkecuali aktivis.
Baca SelengkapnyaMomen Ridwan Kamil bersiap-siap tinggalkan Gedung Pakuan menjelang akhir masa jabatannya.
Baca SelengkapnyaKarena kalimat itu, diakui Yudo, berujung kesalahan tafsir di masyarakat
Baca SelengkapnyaKomnas HAM mendesak Kapolda Jawa Tengah dan Kapolda Sulawesi Selatan melakukan evaluasi atas dugaan penggunaan kekerasan oleh polisi saat mengamankan demo.
Baca SelengkapnyaPesan Kapolda Riau untuk para polisi agar tidak bersikap 'sok-sokan'
Baca SelengkapnyaPolda Jabar memberhentikan secara tidak dengan hormat (PTDH) terhadap 28 personel Polri karena dinilai melakukan pelanggaran kode etik
Baca SelengkapnyaSekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengomentari pernyataan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo soal estafet kepemimpinan.
Baca Selengkapnya