Riset Dewan Pers dan LSPR: Pemberitaan Media Selama Pandemi Kurang Empati
Merdeka.com - Dewan Pers dan Universitas London School of Public Relations (LSPR) melakukan survei terhadap pemberitaan media massa selama pandemi Covid-19. Hasilnya, isi pemberitaan selama pandemi kurang menunjukkan empati.
Dalam analisis isi pemberitaan Covid-19 pada media online di Indonesia periode Maret 2020-Februari 2021, Ketua Tim Riset LSPR Joe Harrianto melakukan pemetaan pemberitaan media online di Indonesia tentang Covid-19 dari kategori objektivitas berita dan jurnalisme bencana.
Salah satu tujuannya untuk mengetahui bagaimana pemberitaan pers mengenai Covid-19 dari sudut pandang jurnalisme bencana. Berita yang dianalisis adalah semua pemberitaan media online di Indonesia yang memberitakan tentang Covid-19. Dari 1.092 jumlah berita yang diteliti, ia menemukan paradigma pers Indonesia hanya 20,2 persen saja yang mengedepankan empati.
-
Bagaimana metode survei Litbang Kompas? Survei dilakukan Litbang Kompas pada 29 November hingga 4 Desember 2023 terhadap 1.364 responden yang dipilih secara acak. Metode penelitian yaitu dengan metode pencuplikan sistematis bertingkat di 38 provinsi di Indonesia. Sementara tingkat kepercayaan 95 persen dan margin of error penelitian +-2,65 persen.
-
Bagaimana LSI melakukan survei? Adapun survei ini dilakukan pada awal Desember 2023, memakai metode random digit dialing (RDD) dengan teknik memilih sampel melalui proses pembangkitan nomor telepon secara acak.
-
Bagaimana survei ini dilakukan? Survei dilakukan di seluruh Indonesia melibatkan 1.262 responden secara nasional, dan 4.000 responden di Jawa.
-
Mengapa penghindaran berita meningkat? Para penulis laporan ini memperkirakan kenaikan angka ini disebabkan oleh berita perang di Ukraina dan Timur Tengah. Saat ini, penghindaran berita berada pada tingkat rekor tertinggi.
-
Informasi apa yang disebarluaskan? Diseminasi adalah proses penyebaran informasi, temuan, atau inovasi yang direncanakan, diarahkan, dan dikelola agar dapat dimanfaatkan oleh kelompok target atau individu.
-
Apa dampak dari ujaran kebencian di media sosial? Media sosial menjadi salah satu aspek yang ditekankan, karena berpotensi disalahgunakan lewat ujaran kebencian.
"Media itu seharusnya empati. Nah kita lihat bahwa (pemberitaan) yang mengedepankan empati pada korban ternyata hanya 20,2 persen. Selebihnya tidak, hanya melaporkan fakta saja. Jadi beritanya 78,9 atau 80 persen itu ya dingin. Kalau bisa dikatakan ya dingin aja, ya saya hanya ngabarin," paparnya dalam dalam webinar yang diselenggarakan Dewan Pers di Jakarta, Jumat (27/8).
Pemberitaan 'dingin' yang dimaksud Joe adalah, media yang mengabarkan angka-angka korban Covid-19. "Enggak ada empati, empati itu ternyata hanya 20,2 persen (pemberitaan)," imbuhnya.
Joe juga mengungkapkan, pemberitaan pers dari sudut pandang jurnalisme bencana terdapat 27,1 persen pemberitaan pers yang memberikan harapan terhadap penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia. Namun ada juga sebesar 16,2 persen yang memberikan berita ketakutan akan Covid-19, serta sebanyak 56,7 persen tidak mengandung unsur keduanya.
"Agak menarik, ada juga yang beritanya memberitakan tentang ketakutan. Walaupun jumlahnya 16,2 persen. Jadi ada berita yang menakut-nakuti ya memang beritanya faktanya memang menakutkan. Tetapi ada beberapa teman wartawan, yang beritanya juga selain dia menakutkan dia masih mengedepankan berita yang ada harapan. Bahwa Indonesia masih punya harapan. Dunia masih punya harapan dan yang tidak keduanya sejumlah 56," ujarnya.
Sisi lain yang dianalisis oleh riset ini, ditemukan pemberitaan pers terkait pandemi Covid-19 dapat memberikan pembelajaran kepada masyarakat.
"Yang memberikan pembelajaran lumayan 29,3 persen. Dia memberikan pembelajaran tentang apa itu Covid, bahaya Covid, bagaimana vaksin, bagaimana cara menggunakan masker, nah yang tidak ada 69,2 artinya 70 persen tidak memberikan pelayanan bahkan ada juga yang menyalahkan masyarakat walaupun 1,5 persen" ujarnya.
Dalam riset ini juga ditemukan fakta pemberitaan bencana dalam hal empati terdapat 22,3 persen wartawan yang memiliki unsur antipati, 35,1 persen yang memiliki unsur empati, dan 42,6 persen yang tidak memiliki unsur keduanya. Mengingat pada Oktober 2020, terjadi peristiwa di mana vaksinasi sudah dimulai.
"Ternyata wartawan juga ada yang antipati terhadap perilaku masyarakat, kenapa? karena pada saat ini, pada bulan oktober (2020) kita ingat bulan oktober itu ada gerakan memulai vaksinasi dan ada gerakan masyarakat yang menolak vaksin." paparnya.
Terkait pemberitaan jurnalisme bencana sebagai harapan, ada fakta menarik pada bulan Oktober 2020, ada ketakutan dan harapan tentang pemberitaan vaksin bergabung menjadi satu. Di sisi lain, jurnalisme bencana sebagai pembelajaran, media mulai jenuh memberitakan tentang pembelajaran mengenai Covid-19, padahal secara data angka penderita Covid-19 justru meningkat sepanjang tahun.
Reporter Magang: Leony Darmawan
(mdk/bal)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kepuasan masyarakat itu turun apabila dibandingkan saat exit poll dilakukan LSI pada 14 Februari 2024 dengan 5 sampai 10 hari setelah Pemilu.
Baca SelengkapnyaSurvei: 4 Dari 10 Orang di Dunia Tidak Mau Lagi Baca Berita, Mereka Lebih Memilih Konten Ini
Baca SelengkapnyaPoltracking dilarang mempublikasikan hasil survei berikutnya, tanpa persetujuan dan pemeriksaan Dewan Etik.
Baca SelengkapnyaPengumpulan data primer dengan pendekatan analisis wacana melalui analisis data kuantitatif media monitoring Humas BKPK dan NoLimit.
Baca SelengkapnyaPersepi menegaskan sidang terhadap keduanya tidak untuk menyalahkan hasil atau membuat analisis politik terhadap perbedan.
Baca SelengkapnyaPoltracking Indonesia mengumumkan keluar dari Persepi karena keberatan dengan hasil dewan etik Persepi soal perbedaan hasil survei dengan LSI di Pilkada Jakarta
Baca SelengkapnyaAlasan paling banyak adalah karena masyarakat mengaku tidak punya waktu menonton.
Baca SelengkapnyaDi layar televisi Israel, Anda tidak mungkin melihat penderitaan dan kematian atau bahkan wajah warga sipil Palestina
Baca SelengkapnyaNinik menegaskan mandat penyelesaian karya jurnalistik itu seharunya ada di Dewan Pers.
Baca SelengkapnyaAnggota Dewan Pers Yadi Hendriana menyebut, ada perbedaan mendasar antara KPI dengan Dewan Pers
Baca SelengkapnyaPoltracking menyebut keputusan ini merupakan pertaruhan integritas.
Baca SelengkapnyaPenurunan tingkat kepercayaan ini menjadi pekerjaan rumah untuk pemerintahan Prabowo Gibran mendatang
Baca Selengkapnya