Ritual-ritual ini dilakukan untuk 'menjinakkan' gunung
Merdeka.com - Indonesia dikenal memiliki banyak gunung berapi aktif, misalnya Gunung Merapi, Gunung Bromo, Gunung Kelud, Gunung Slamet, Gunung Lokon, Gunung Sinabung, Semeru dan masih banyak lagi. Beberapa kali gunung-gunung itu erupsi atau meletus hingga menyebabkan korban tidak sedikit.
Misalnya erupsi gunung Merapi dan Sinabung yang menelan korban jiwa dan harta masyarakat sekitar. Kemudian erupsi gunung Bromo yang menyebabkan tanaman warga rusak, serta erupsi Gunung Kelud yang menyebabkan infrastruktur jalan rusak.
Sejak zaman leluhur, orang Indonesia juga sudah akrab dengan gunung. Mereka tinggal dan bercocok tanam di lereng-lereng pegunungan. Bahkan beberapa tradisi yang mereka gelar juga dikait-kaitkan dengan gunung, misalnya tradisi tolak bala untuk 'menjinakkan' gunung agar tidak menyebabkan korban jiwa.
-
Bagaimana cara tradisi bakar gunung api? Menyusun Batok Kelapa Mengutip dari kanal Liputan6.com dan beberapa sumber lainnya, bakar gunung api ini merupakan sebuah ritual membakar batok kelapa yang sudah tersusun rapi.
-
Apa makna tradisi bakar gunung api? Tentunya setiap tradisi yang berkembang di masyarakat memiliki arti, tujuan, simbol, dan juga makna mendalam.
-
Apa yang dilakukan di gunung? Beberapa di antaranya bahkan menjadi tempat bertapa bagi orang-orang yang mencari berkah, hikmah, atau ilmu.
-
Kapan tradisi bakar gunung api dilakukan? Pelaksanaan tradisi bakar gunung api ini berlangsung pada malam takbiran.
-
Apa yang harus dilakukan jika gunung berapi meletus? Setelah letusan terjadi, langkah-langkah yang perlu dilakukan meliputi evakuasi secepat mungkin, menghindari area yang terkena letusan, menggunakan masker untuk melindungi pernapasan, dan mengikuti petunjuk dari tim penyelamat.
-
Bagaimana memperingati Hari Gunung Internasional? Perayaan Hari Gunung Internasional diadakan di seluruh dunia, termasuk acara-acara edukasi, konferensi, peluncuran buku, dokumenter dan pertunjukan film.
Ada beberapa tradisi, ritual atau selamatan dilakukan beberapa warga penghuni lereng gunung berapi. Misalnya warga Suku Tengger di kawasan Gunung Bromo yang menggelar upacara Kasodo setiap tahun. Selain itu masih ada lagi tradisi-tradisi lain dengan maksud sama.
Berikut ini 4 ritual, tradisi atau selamatan yang dilakukan untuk 'menjinakkan' gunung yang dirangkum merdeka.com:
Selamatan Jangan Gandul warga lereng Gunung Slamet
Kemarin warga Desa Limpakuwus Sumbang, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, menggelar salat istighosah serta membuat "ketupat selamat". Tradisi ini dilakukan untuk memanjatkan doa kepada Tuhan Yang Maha kuasa, lantaran banyak warga khawatir dengan aktivitas Gunung Slamet dalam beberapa hari terakhir.Dalam tradisi yang digelar di Masjid Al Hikmah, Desa Limpakuwus, Kamis (11/9) malam, warga berkumpul untuk menjalankan ritual tersebut. Pemuka agama desa setempat, Kiai Sukri Ahmad Muhajir menjelaskan doa istighosah ini merupakan salah satu cara pendekatan keagamaan dan keyakinan dari warga."Langkah ini dilakukan agar warga senantiasa diberikan keselamatan oleh Allah dan juga menjadi media untuk tetap tenang dan tidak panik. Selain itu, juga meningkatkan kewaspadaan," ucapnya.Ketupat selamat sendiri merupakan salah satu ritual yang dilakukan dengan cara menggantungkan ketupat berisi selembar daun salam di langit pintu masing-masing rumah warga. Selain ketupat selamat, ritual tumpengan atau selamatan juga dilakukan. Dalam tumpeng tersebut berisi "jangan gandul" atau sayur pepaya, urap, ingkung ayam.Menurut kepercayaan masyarakat sekitar, jangan gandul dibuat agar lahar gunung Slamet tidak sampai jatuh ke pemukiman. "Tetap nggandul (menggantung) tidak jatuh di pemukiman tetapi hanya di sekitar kawah, sehingga tidak mencelakai warga," ujarnya.
Ritual Kasodo warga Tengger di Gunung Bromo
Kisah ritual Kasodo ini lekat dengan kisah asal usul suku Tengger yang diambil dari nama Rara Anteng (putri Raja Majapahit) dan Joko Seger (Putra Brahmana). Keduanya membangun permukiman dan kemudian memerintah di kawasan Tengger dengan sebutan Purbowasesa Mangkurat Ing Tengger, yang mempunyai arti "Penguasa Tengger yang Budiman". Mereka tidak di karunia anak sehingga mereka melakukan semedi atau bertapa kepada Sang Hyang Widhi. Tiba-tiba ada suara gaib yang mengatakan bahwa semedi mereka akan terkabul namun dengan syarat bila telah mendapatkan keturunan, anak yang bungsu harus dikorbankan ke kawah Gunung Bromo.Pasangan Roro Anteng dan Jaka Seger menyanggupinya dan kemudian didapatkannya 25 anak. Anak pertama sampai ke 24 sudah dikorbankan oleh Rara Anteng dan Joko Seger. Tapi anak terakhir tidak dikorbankan oleh keduanya. Pendek kata pasangan Rara Anteng dan Jaka Seger ingkar janji, Dewa menjadi marah dan mengancam akan menimpakan malapetaka, lalu terjadilah prahara keadaan menjadi gelap gulita kawah Gunung Bromo meletus.Kesuma, anak bungsunya lenyap dari pandangan terjilat api dan masuk ke kawah Bromo. Bersamaan hilangnya Kesuma terdengarlah suara gaib yang meminta warga Tengger agar setiap bulan Kasada pada hari ke-14 mengadakan sesaji kepada Sang Hyang Widhi di kawah Gunung Bromo. Tujuannya agar diselamatkan dari amuk gunung.Bisikan gaib itu kemudian dilakukan oleh warga Tengger yang beragama Hindu hingga generasi penerusnya sampai sekarang. Namun untuk sesaji bukan lagi anak dikorbankan, melainkan diganti dengan hasil bumi dan ternak. Tujuannya sebagai sesaji agar Gunung Bromo tidak mengamuk.
Membunyikan tong-tong buluh di Gunung Lokon
Ada mitos menarik tentang Gunung Lokon, di Kota Tomohon, Sulawesi Utara. Mitos ini dikisahkan turun temurun oleh warga sekitar gunung, yakni tentang kehidupan Mangkawalang dan babi piaraannya yang hidup di dalam gunung. Tapi ada yang bilang itu hanya dongeng semata.Begini kisah Mangkawalang ini, seperti ditulis Aneke Sumarauw Pangkerego dalam bukunya: Cerita Rakyat dari Minahasa. Konon Gunung Lokon ini dihuni oleh orang bernama Mangkawalang. Dia hidup berbahagia di gunung itu karena aman dan sejahtera tanpa gangguan.Namun pada suatu hari dia disuruh pindah oleh seseorang yang merasa berhak tinggal di situ, yakni Pinontoan dan istrinya bernama Ambilingan. Dengan hati masygul Mangkawalang memutuskan pindah karena tidak mungkin berdebat dan perang melawan Pinontoan dan Ambilingan itu.Di tengah hati yang sedih, Mangkawalang berjalan turun gunung menerobos pohon-pohon hutan besar. Dia berjalan lurus, sampai akhirnya tiba di bawah gunung dan melihat ada gua besar. Dia lalu masuk ke dalam gua yang teramat dalam itu. Awalnya dia bingung akan berbuat apa di dalam gua itu, hingga akhirnya Mangkawalang memutuskan mendirikan rumah di dalam perut gunung.Mangkawalang menancapkan tiang penyangga bumi agar tanah tidak menindihnya. Bahkan karena bahagia tidak ada yang mengusik lagi, dia akhirnya memelihara babi-babi hutan di dalam gua. Sayangnya, ketika babi-babi itu menggosok-gosokkan badannya ke tiang itu, terjadilah gempa di Gunung Lokon.Jika babi hutan kecil yang menggosok badannya, maka yang terjadi hanya gempa bumi kecil. Tapi bila babi hutan besar--disebut Kantong--menggosokkan badan, maka akan menimbulkan gempa besar. Itu berarti si Kantong tidak hanya menggosokkan badan, tapi juga mengorek-ngorek tanah. Akibatnya, gempa besar melanda hingga menyebabkan longsor.Nah, untuk meredakan gempa itu biasanya warga sekitar gunung akan membunyikan tong-tong, buluh, atau apa saja sebagai ritual agar gempa mereda. Mereka juga harus berseru, "Wangko, tambah hebat lagi!" Maksudnya untuk menyindir babi-babi hutan Mangkawalang supaya berhenti menggosok, sehingga gempa reda.
Ritual Mahesa Lawung untuk tolak bala Gunung Merapi
Bisa dibilang bencana letusan Gunung Merapi di Yogyakarta paling dahsyat sejak Indonesia berdiri. Letusan Merapi biasanya diikuti korban jiwa tidak sedikit. Kondisi itu mendorong masyarakat Yogyakarta yang masih lekat dengan tradisi leluhur, menggelar ritual Mahesa Lawung. Ritual ini dimaksudkan untuk meredam amuk Merapi yang sudah menelan korban ratusan orang. Ritual mahesa lawung ditandai dengan mempersembahkan kerbau putih di perempatan Tugu Yogya. Ritual ini dimaksudkan untuk menepis segala prediksi yang menyatakan Merapi akan terus memburuk.Ritual digelar dengan cara menyembelih kerbau perjaka. Setelah disembelih, kepala dan kaki kerbau tersebut akan dikubur di kawasan Kaliurang. Penyelenggara mempercayai ritual ini bisa menentramkan hati warga yang tengah gelisah karena amuk Merapi.Bukan hanya kerbau, masih ada sesaji lainnya berupa 9 ekor ayam jago dan 99 boneka dari getuk lindri. Semuanya diarak dari kawasan Jetis menuju Tugu. Ritual biasanya diawali dengan tarian serimpi di iringi gending Jawa sebelum menuju puncak ritual berupa penyembelihan kerbau.
(mdk/mtf)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Syawalan itu digelar di puncak bukit. Puluhan ribu warga hadir dalam acara itu
Baca SelengkapnyaGunung Halau-Halau bisa jadi pilihan tepat untuk merayakan HUT RI ke-79
Baca SelengkapnyaRitual sakral ini disebut "Tuba Ile" atau memberi makan gunung.
Baca SelengkapnyaRitual 'Tito Bado Odong Gahu' bertujuan mengusir segala hal negatif akibat erupsi besar Gunung Lewotobi Laki-laki yang dampaknya semakin terasa ke masyarakat.
Baca SelengkapnyaUpacara Melasti pagi ini merupakan kegiatan rutin tahunan yang masuk ke dalam rangkaian perayaan Nyepi.
Baca SelengkapnyaBukan hanya gunungnya saja yang menyimpan misteri dan legenda, namun masyarakatnya juga memiliki ritual yang begitu unik.
Baca SelengkapnyaTradisi ini digelar sebagai bentuk doa agar terhindar dari bencana dan selalu diberi hasil alam melimpah.
Baca SelengkapnyaHari Gunung Internasional bertujuan untuk meningkatkan kesadaran tentang berbagai tantangan yang dihadapi oleh komunitas gunung di seluruh dunia. .
Baca SelengkapnyaBeberapa gunung di Indonesia diliputi kisah-kisah mistis yang berkaitan dengan pertapaan.
Baca SelengkapnyaTradisi ini biasa dilakukan oleh masyarakat Suku Serawai yang ada di Bengkulu yang dilaksanakan pada malam menjelang Idulfitri.
Baca SelengkapnyaSanksi berupa satu keping koin perak, satu botol arak atau sopi, satu ekor babi, satu ekor ayam merah, beras 40 kilogram, uang tunai Rp50.000 dan tujuh tenun.
Baca SelengkapnyaIni merupakan bentuk ikhtiar warga Sumedang setelah terjadi bencana gempa beberapa waktu lalu.
Baca Selengkapnya