Rumah warga digusur buat perluasan hotel berbintang di Serang
Merdeka.com - Empat rumah warga yang berada di atas lahan negara seluas 1,3 hektar di Kelurahan Sumur Pecung, Kecamatan Serang, Kota Serang, rata dengan tanah setelah dieksekusi untuk pengosongan lahan oleh pihak Pengadilan Negeri Serang, Rabu (18/2).
Penggusuran rumah warga yang berada tepat di sebelah Hotel Ledian, diduga untuk keperluan pelebaran hotel.
Ratusan personel polisi melakukan pengawalan, pengosongan lahan milik warga yang tepat berada di Jalan Bhayangkara yang sempat terjadi ketegangan. Warga mengaku tidak bisa berbuat banyak dan keberatan dengan penggusuran lahan dengan cara merobohkan bangunan rumah warga tersebut.
-
Bagaimana cara warga menunjukkan ketidakhadiran mereka? Akibatnya, tamu undangan tampak tak satupun hadir meski biduan sudah bernyanyi di atas panggung.
-
Kenapa buruh Semarang menolak Tapera? 'Setelah 50 tahun, uang iuran itu baru akan terkumpul Rp48 juta. Lima puluh tahun lagi, mana ada harga rumah Rp48 juta. Rumah saat ini paling murah saja Rp155 juta. Jadi ini cuma akal-akalan pemerintah saja. Menurut kami ini bukan jaminan sosial,' kata Aulia Hakim, sekretaris KSPI Jateng, mengutip YouTube Liputan6 pada Senin (10/6).
-
Siapa yang menolak Gubernur Jakarta ditunjuk Presiden? Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Taufik Basari menegaskan, pihaknya menolak mekanisme penunjukan Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta oleh Presiden.
-
Dimana letak permukiman terbengkalai di Jakarta? Baru-baru ini sebuah kawasan di wilayah Jakarta Timur yang terbengkalai terungkap, dengan deretan rumah yang ditinggalkan oleh penghuninya.
-
Mengapa warga Latimojong menolak harga pembebasan lahan? Cones mengaku pasca kejadian tersebut keluarganya mengalami trauma. Bahkan, anaknya enggan berangkat ke sekolah. 'Anak saya trauma dan tidak masuk sekolah karena peristiwa kemarin. Untuk sementara kami menenangkan diri di rumah kerabat,' ucapnya.
-
Bagaimana sindikat membuat STNK palsu? Pertama, tersangka membuat STNK dan mencetak sendiri, namun bedanya mereka menggunakan hologram bukan kinegram yang dikeluarkan oleh Polri.'Itu modus pertama,' ujar dia. merdeka.com Kedua, mendaur ulang STNK terbitan Polri dengan menggunakan alat kimia dihapus dan ditulis kembali sesuai data yang diminta oleh pemesan. Oleh tersangka, STNK jenis ini dihargai Rp 55 juta. 'Misalnya dia tulis D 1111 ZZP kemudian dia buatkan plat nomor baru dia jual seharga Rp55 juta, ini sudah ratusan. Kalau kita hitung 200 atau 300 kali Rp55 juta sebegitulah setiap kelompok ini mereka,' ujar dia. Ketiga, memanfaatkan teknologi yang bisa mengangkat gambar yang menjadi ciri khas STNK asli diletakkan ke STNK palsu. Namun, STNK maupun TNKB palsu sangat mudah dideteksi melalui ETLE. 'Kalau tidak ada datanya palsu, angka tertulis tidak ada datanya. Sehingga tidak tahu itu palsu,' ujar dia.
"Saya sudah sejak tahun 1967 di sini. Ada empat rumah yang dirobohkan termasuk rumah saya," kata Ketua RT 01/08, Satiyatno Aji, yang juga korban penggusuran, kepada wartawan.
Satyano mengaku sudah mendapatkan surat eksekusi pengosongan lahan tersebut pada tanggal 3 Februari lalu, namun menjadi kejanggalan, status kepemilikan lahan tersebut. Menurut dia, pada tahun 2008 pengadilan memutuskan lahan tersebut dikuasakan kepada Polda Banten.
"Polda yang menguasai, tetapi bukan memiliki lahan ini. Dan yang membuat saya kaget, Polda memiliki bukti perdamaian tahun 2008 (pengosongan lahan) antara warga, pihak Polda dan Pak Mardiono (Ketua PPP Banten yang juga pemilik Hotel Le Dian). Tanda tangan kami selaku warga juga ada semua di sana. Padahal kami tidak merasa menandatangani itu," katanya.
Dia mengakui, suatu hari dirinya dan warga lain, pernah menandatangani surat blangko alias kosong yang disodorkan oleh salah seorang pengacara. "Seingat saya pernah menandatangani itu. Tapi itu blangko, tidak ada tulisan yang berisi warga menyatakan berdamai dengan pihak Polda atau Pak Mardiono.
Setahun kemudian kami baru tahu isinya dan itu pun tidak pernah diperlihatkan surat aslinya. Isinya setelah saya baca ternyata memberatkan warga. Bahwa 'kalau terjadi apa-apa di kemudian hari, maka warga yang bertanggung jawab'. Ini kan memberatkan warga," katanya.
Satiyatno mengungkapkan, dirinya sebelumnya pernah mendapatkan tawaran dari pihak Ledian Hotel, berupa kompensasi rumah tipe 36 di Graha Asri Ciracas, Kota Serang, dan ditambah uang tunai sebesar Rp5 juta. "Saya pernah menerima uang itu, tapi saya kembalikan karena saya tidak mau dituding menjual aset Negara," terangnya.
Berdasarkan informasi, lahan tersebut mulanya milik salah satu warga etnis Tionghoa pada tahun 1950-an. Karena kebijakan pemerintah saat itu, warga negara asing (WNA) tidak dapat hak atas kepemilikan lahan, maka pemerintah mengambil alih lahan tersebut hingga menjadi lahan kosong. Pada tahun 1962 turunlah SK Bupati Serang, yang saat itu dijabat Suwandi, tentang penggunaan lahan untuk hunian asrama keluarga anggota kepolisian. Dan sebagian besar yang menjadi warga di lahan tersebut masih merupakan keluarga mantan anggota kepolisian.
Pada era Kapolda Banten Komjen Pol Timur Pradopo, dilanjut Satiyatno, 15 orang perwakilan warga pernah menghadap untuk mempertanyakan status kepemilikan lahan tersebut. Saat itu, Kapolda masih mengakui bahwa status tanah tersebut milik negara dan tidak dimiliki pihak swasta dan perorangan.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada pihak yang dapat dikonfirmasi atas kejadian ini, baik dari Polda Banten maupun dari pihak Mardiono. (mdk/tyo)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Terdapat satu alat berat juga ikut merobohkan bangunan tersebut.
Baca SelengkapnyaPolisi tengah melakukan pengawasan ketat agar prostitusi tak kembali terjadi.
Baca SelengkapnyaKeberadaan makam keramat palsu ini sempat viral di media sosial.
Baca Selengkapnya"kita sudah dapat SK calon penghuni, sudah dapat nomor unit, terus mau ngapain di pindahkan ke Nagrak? terus kampung susun yang sudah jadi buat apa?”
Baca SelengkapnyaKejadian ini bermula dari dugaan pemalsuan data ahli waris Warga Dago Elos yang bersengketa dengan Keluarga Muller dan PT Dago Inti Graha.
Baca SelengkapnyaWarga mengungkapkan sejumlah personel sekuriti PT JakPro tiba-tiba menggeruduk Kampung Susun Bayam dan meminta mereka untuk angkat kaki.
Baca SelengkapnyaPPK GBK telah melakukan langkah persuasif meminta PT Indobuildco untuk mengosongkan Hotel Sultan yang telah habis masa hak guna bangunan (HGB).
Baca SelengkapnyaPengelola Hotel Sultan kaget menerima informasi untuk segera mengosongkan area hotel oleh pengelola GBK.
Baca SelengkapnyaKarena tidak terima, emak-emak sekitar langsung menggeruduk pabrik tersebut.
Baca SelengkapnyaPPKGBK ingin mengabarkan kepada publik bahwa tidak boleh ada seorang pun keluar/masuk tanpa seizin dari pemilik lahan.
Baca SelengkapnyaHotel Sultan kini kembali menjadi hak milik negara.
Baca SelengkapnyaMerasa tidak adil, warga di Jalan Juanda Kota Medan menolak dan menggugat pembangunan underpass.
Baca Selengkapnya