Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

RUU Terorisme masih tak berpihak pada korban, ini penjelasannya

RUU Terorisme masih tak berpihak pada korban, ini penjelasannya Peringatan setahun bom Thamrin. ©2017 merdeka.com/muhammad luthfi rahman

Merdeka.com - Pembahasan Revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme terus berlarut-larut. Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus AT Napitupulu mengatakan ada tiga hal yang menjadi kekurangan dari RUU Terorisme, terutama masalah hak-hak korban.

Salah satu hak korban yang harus didorong untuk dimasukkan dalam revisi UU Terorisme adalah kompensasi. Selama ini, mekanisme pemberian kompensasi terlalu berbelit karena harus melalui putusan pengadilan. Seharusnya, kata dia, kompensasi adalah tanggung jawab langsung dari pemerintah.

"Satu masalah kompensasi, kompensasi dalam konteks RUU terorisme adalah kompensasi dalam konteks pengadilan. Jadi bukan kompensasi dalam artian state compensation. Tanggung jawab negara. Kalau tanggung jawab pelaut itu namanya retitusi. Kalau tanggung jawab negara namanya kompensasi," kata Erasmus di Dewan Pers, Jalan Kebon Sirih, Jakarta, Sabtu (14/1).

Sayangnya, selama ini penindakan polisi terhadap teroris selalu dilakukan dengan menembak mati di lokasi. Dengan tindakan ini, tentu korban tidak akan mendapatkan kompensasi karena tidak diproses di pengadilan.

"Kenapa enggak pelakunya ditangkap enggak dibunuh di tempat bukan karena kita dukung terorisme tapi karena kita dasar kalau pelaku enggak ditangkap korban enggak dapat hak. Makanya kita berharap tidak ada lagi syarat putusan pengadilan untuk berikan kompensasi," terangnya.

Permasalahan hak lainnya yakni soal penanganan medis baik dari segi fisik atau pun psikis. Dalam kasus terorisme, Pemerintah belum mengatur secara detail aturan soal lembaga bertugas memulihkan korban.

"Kedua, hak-hak yang sifatnya medis psikologis, fisik dan lain-lain itu harus diberikan secara otomatis dan cepat. Penanganan cepat harus dilakukan secara sistem. Terserah nanti dari AIDA kan dibikin sistemnya assignment negara. Kita terserah mau Polisi kek mau LPSK kek mau Kemensos kek bebas apa saja," jelasnya.

Pihaknya juga mengusulkan adanya perluasan definisi korban tindak pidana terorisme. Pemerintah bersama DPR, lanjutnya, harus mendorong klasifikasi korban secara definitif. Korban aksi terorisme selalu dipandang sebagai korban fisik. Padahal banyak korban yang secara psikis mengalami traumatik mendalam.

"Siapa saja yang namanya korban gitu. Selama ini konteks korban selalu dipandang korban fisik. Korban Psikis sangat susah diatur. Padahal banyak korban psikis dari kejadian terorisme," tandas Erasmus.

"Tapi kalau Anda di situ Anda tidak luka fisik Anda enggak luka tapi trauma terjadi segala macam. Begitu Anda lapor ke polisi susah membuktikannya karena secara psikologis," tambahnya.

Dia menyebut masalah besaran kompensasi pun harus dikaji lebih dalam. Besaran kompensasi harus dipikirkan. Alasannya, para korban terorisme berpotensi kehilangan pekerjaannya karena pemulihan luka fisik membutuhkan waktu yang lama.

"Gimana korban bekerja kehilangan potensi pekerjaan juga. Jadi enggak bisa dibilang masalah reimburse, reimburse itu enggak masuk akal. Ada potensial lost yang bakal terjadi. Saya pemain bola kena bom kakinya patah saya kalau dikasih 2,5 juta perbulan terus gaji bisa 10 juta perbulan ini yang jadi masalah. Dan negara harus tanggung jawab," pungkasnya.

(mdk/ded)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Komnas Perempuan: Tidak Ada Keadilan Restoratif Bagi Pelaku Kekerasan Seksual
Komnas Perempuan: Tidak Ada Keadilan Restoratif Bagi Pelaku Kekerasan Seksual

Ini mempertimbangkan kerugian dan dampak negatif yang dialami korban dan tidak jarang bersifat permanen.

Baca Selengkapnya
Perundungan Kian Mengerikan, Ini Deratan Kekerasan Libatkan Pelajar yang Bikin Geger
Perundungan Kian Mengerikan, Ini Deratan Kekerasan Libatkan Pelajar yang Bikin Geger

Deretan kasus di atas hanya segelintir. Tentu kondisi tersebut sungguh miris. Pelajar seorang tak lagi menunjukkan sikap sebagai seorang anak terpelajar.

Baca Selengkapnya
Hari Peringatan dan Penghormatan Internasional, BNPT RI Hadir untuk Penyintas Terorisme
Hari Peringatan dan Penghormatan Internasional, BNPT RI Hadir untuk Penyintas Terorisme

Pemerintah memprioritaskan penanganan penyintas bukan hanya dari aspek fisik, melainkan juga psikis dan keberlanjutan finansial.

Baca Selengkapnya
Ciri-Ciri Orang yang Memiliki Trauma, Ketahui Penyebab dan Cara Mengatasinya
Ciri-Ciri Orang yang Memiliki Trauma, Ketahui Penyebab dan Cara Mengatasinya

Trauma perlu segera ditangani dengan untuk meminimalisir berbagai dampak.

Baca Selengkapnya
Dampak KDRT pada Kondisi Anak dan Perempuan, Ketahui Batasan dan Seberapa Parah Hal Ini
Dampak KDRT pada Kondisi Anak dan Perempuan, Ketahui Batasan dan Seberapa Parah Hal Ini

KDRT merupakan masalah yang masih terus terjadi hingga saat ini. Ketahui sejumlah dampak dan bahayanya.

Baca Selengkapnya