Saksi sebut Dewie Yasin minta fee 7 persen buat anggota DPR & ESD
Merdeka.com - Terdakwa Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kabupaten Deiyai, Papua Irenius Adii dan pemilik PT Bumi Abdi Cendrawasih Setiadi Jusuf menjalani sidang lanjutan dengan agenda mendengarkan kesaksian dan beberapa saksi dari pihak JPU KPK. Mereka berdua di sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) hari ini (21/1) dalam kasus dugaan suap usulan penganggaran proyek pembangunan infrastruktur energi baru dan terbarukan (PLTMH) tahun anggaran 2016 Kab Deiyai, Papua.
Tak hanya mantan sekretaris pribadi Dewie Yasin Limpo, Rinelda Bandaso yang mejadi saksi, adik kandung Rinelda, Ruth alias Menawa pun turut menjadi saksi dalam kasus tersebut.
Dalam kesaksiannya Ruth menjelaskan bahwa fee 7 persen yang diminta oleh anggota komisi VII Dewie Yasin Limpo tersebut rencananya akan diberikan kepada anggota DPR RI serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
-
Mengapa program Listrik Desa diluncurkan? Keinginan itu dimulai dari Bantul pada Mei 2015, Pemerintah mencanangkan program pembangkit listrik 35.000 MW melengkapi 7.000 MW yang sudah dibuat pemerintah sebelumnya.
-
Siapa yang bertanggung jawab atas program Listrik Desa? Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) dan PT PLN (Persero) menjadi pengawal utama dari target menerangi Indonesia ini.
-
Siapa yang terlibat? Konflik pribadi adalah konflik yang melibatkan satu individu dengan individu lainnya.
-
Siapa yang terlibat dalam pertemuan tersebut? Kepala Badan Perlindungan Pekerjaan Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani menemui Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Hadi Tjahyanto di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (5/3/).
-
Kenapa Muhammad Rasyid berjuang untuk listrik di Sumber Kapong? Kondisi ini bukan tidak berdampak. Justru, sangat berpengaruh terhadap akses pendidikan anak-anak di sana. Mereka tidak bisa belajar di malam hari, termasuk menyiapkan tugas-tugas sekolah secara maksimal untuk keesokan harinya.
-
Kenapa PLTU Batang dibangun? Pembangunan PLTU Batang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan listrik di Pulau Jawa dan merupakan bagian dari program penyediaan listrik 35.000 MW.
"Saya diceritakan kakak, ada fee tujuh persen akan diberikan ke anggota DPR dan Kementerian ESDM," ujar Ruth ketika di Ruang Sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Kemayoran, Jakarta.
Ruth juga mengaku pernah diajak Rinelda ke Pondok Indah Mal, Jakarta Selatan. "Waktu itu saya ikut kakak saya Rinelda buat ke PIM kan saya baru tau PIM dan saya diajak ke sana. Kemudian, ternyata kakak saya mau ketemu sama Ibu Dewi, Kepala Dinas ESDM Kabupaten Deiyai, lrenius Adii dan Direktur PT Abdi Bumi Cendrawasih Setiady Jusuf, dan Bambang Wahyu Hadi yaitu staf ahli Dewie," bebernya.
"Tapi saya enggak tau mereka ngomongin apa dan membahas apa. Saya gak ikutin sama lebih suka lihat live music di mal tersebut," jelasnya.
Kemudian, Ruth juga menceritakan bahwa Rinelda pernah cerita tentang pertemuan itu terkait proposal anggaran proyek pembangkit listrik di Deiya.
"Kakak pernah cerita tentang proyek dan dana yang diminta ibu Dewi kepada Iranius," tandasnya.
Diketahui dalam dakwaan, Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kabupaten Deiyai, Papua Irenius Adii, didakwa memberi suap kepada anggota Komisi VII DPR Dewie Yasin Limpo sebesar SGD177,700.
Irenius didakwa melakukan suap bersama pemilik PT Bumi Abdi Cendrawasih Setiadi Jusuf dalam proyek pembangkit listrik tenaga mikro hidro di Kabupaten Deiyai. Proyek ini diketahui tercantum dalam pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2016.
"Terdakwa I, Irenius Adii dan terdakwa II, Setiadi Jusuf telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan, memberi atau menjanjikan sesuatu berupa uang sebesar SGD177,700 kepada Dewi Aryaliniza alias Dewie Yasin Limpo selaku anggota komisi VII DPR RI Periode 2014-2019 dengan maksud supaya penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK Fitroh Rohcahyanto saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin (11/1/2016).
Sejumlah uang tersebut, diduga diberikan Irenius kepada Dewie untuk mendapatkan anggaran dari pemerintah pusat guna pembangunan pembangkit listrik, karena ada keterbatasan anggaran pada APBD Kabupaten Deiyai.
Awalnya, Irenius membuat usulan proposal yang ditujukan kepada menteri ESDM dan ditembuskan ke Dirjen Energi Baru dan Terbarukan Kementerian ESDM (EBTKE) serta Komisi VII DPR.
Untuk mempermudah pengurusan proposal, Irenius meminta Rinelda Bandaso untuk mempertemukannya dengan Dewie. Rinelda, yang merupakan sekretaris Dewie setuju mempertemukan keduanya.
"Pada pertengahan bulan Juli 2015, atas permintaan Dewi Aryaliniza alias Dewie Yasin Limpo, Rinelda Bandaso menanyakan dana pengawalan untuk pengurusan anggaran pembangkit listrik Kabupaten Deiyai kepada terdakwa I, namun terdakwa I menyampaikan bahwa dana pengawalan belum siap," lanjut dia.
Kepada Irenius, Dewie meminta anggaran pengawalan sebesar 10 persen dari dana yang akan dicairkan. Berdasarkan pembicaraan dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR, proyek ini dapat terlaksana melalui mekanisme penganggaran Dana Aspirasi sebesar Rp50 miliar, sehingga dana pengawalan yang harus disiapkan Irenius sebesar Rp2 miliar.
Mengetahui informasi tersebut, Irenius menyampaikan kepada Setiadi yang merupakan pelaksana proyek melalui perusahaan miliknya PT Abdi Bumi Cendrawasih untuk menyiapkan sejumlah dana tersebut.
"Pada tanggal 18 Oktober 2015 bertempat di Restoran Bebek, Mal Pondok Indah, Terdakwa I (Irenius) mempertemukan terdakwa II (Setiadi) dengan Dewie Yasin Limpo. Dalam pertemuan tersebut disepakati bahwa terdakwa II bersedia memberikan dana pengawalan sebesar 7 persen dari anggaran yang diusulkan," jelas Fitroh.
Uang pengawalan sebesar SGD177,700 itu, kemudian diberikan pada 20 Oktober 2015 bertempat di Resto Baji Pamai, Mal Kelapa Gading, Jakarta Utara, yang dihadiri Irenius, Setiadi dan Rinelda. Dalam kesempatan itu, Setiadi juga memberikan SGD1.000 kepada Irenius dan Rinelda.
"Beberapa saat setelah penyerahan uang tersebut, terdakwa I dan terdakwa II serta Rinelda Bandaso ditangkap oleh petugas dari KPK," kata Fitroh.
Pemberian uang dari Irenius kepada Dewie melalui Rinelda tersebut diduga bertentangan dengan kewajiban Dewie selaku penyelenggara negara.
Atas perbuatannya, Iranius dan Setiadi dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a dan b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Pasal 20 Tahun 2001 KUHP. Sementara Dewie, Bambang, dan Rinelda sebagai penerima dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Pasal 20 Tahun 2001 KUHP.
(mdk/eko)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Komisi VI DPR menggelar rapat dengan sejumlah perusahaan BUMN terkait pengajuan Penyertaan Modal Negara (PMN).
Baca SelengkapnyaKejagung akan menjemput paksa dua orang diduga menjadi perantara aliran dana korupsi kasus BTS 4G BAKTI Kominfo ke Komisi I DPR RI dan BPK.
Baca SelengkapnyaJoice dicecar oleh tim hukum SYL mengenai aliran dana dari Kementan ke partai Nasdem sebesar Rp850 juta.
Baca SelengkapnyaRieke Diah Pitaloka alias Oneng tajam menyoroti adanya dugaan investasi fiktif pada PT Taspen sebesar Rp1 Triliun
Baca SelengkapnyaAsal muasal dugaan aliran dana Rp27 miliar mengalir ke Dito itu diungkapkan Irwan saat bersaksi dalam sidang lanjutan korupsi BTS Kominfo di Pengadilan Tipikor.
Baca SelengkapnyaIrwan mengatakan uang untuk Komisi I DPR itu diserahkan melalui seorang yang bernama Nistra.
Baca SelengkapnyaAnggota Komisi VII, Muhammad Nasir blak-blakan aksi mafia migas di Inhil.
Baca Selengkapnya