Samarkan Duit Kejahatan, Pengedar Obat Ilegal Rp531 Miliar Buka Reksadana & Asuransi
Merdeka.com - Dit Tpideksus Bareskrim Polri telah mengamankan seseorang berinisial DP terkait perkara dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan Tindak Pidana Asal (TPA) sengaja dan tanpa hak mengedarkan obat dan sediaan farmasi tanpa izin edar sejak 2011 hingga 2021 di Jakarta dan tempat lainnya. Dari hasil kejahatan itu telah mendapatkan uang sebesar Rp531 miliar.
"Subdit 3/TPPU Dit Tipideksus melaksanakan join investigasi dengan PPATK dari pengembangan penanganan peredaran illegal obat yang dilaksanakan Polres Mojokerto dimana didapat transaksi keuangan mencurigakan yang diduga sebagai hasil kejahatan tersangka DP," kata Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto kepada wartawan, Kamis (16/9).
Selanjutnya, penyelidikan dan penyidikan dimulai yang kemudian menemukan sejumlah alat atau barang bukti seperti Favipiravir/Favimex 200 tablet, Crestor 20 mg jumlah 6 pack, Crestor 10 mg jumlah 5 pack dan Voltaren Gel 50 mg jumlah 4 pack.
-
Apa saja barang bukti yang disita dalam kasus narkoba ini? Dari pengungkapan kasus tersebut, Ditresnarkoba Polda Metro Jaya berhasil menyita sejumlah barang bukti narkoba, seperti 117 kg sabi-sabu dan 90.000 butir pil ekstasi.
-
Narkoba apa yang disita? 'Barang bukti yang disita sebanyak 16 paket sabu, bong, pipet, gunting, senjata tajam dan barang lainnya,' ujar Komandan Tim Patroli Brimob Polda Sumut Iptu Edward Sardi di Medan.
-
Apa yang dijual oleh pengedar Pil Koplo? Dari tangan pelaku polisi menyita ribuan butir pil koplo yang hendak dijual ke semua kalangan.
-
Ekstasi apa yang disita polisi? Dari tersangka, anggota menyita 8,9 Kg sabu, ada beberapa ribu (2.884) pil ekstasi. Dari tersangka, kemudian dikembangkan lagi ditemukan gudang di wilayah Ampel di sana ditemukan sekitar 6 juta butir (ekstasi),
-
Apa jenis narkoba yang diselundupkan? 'Awalnya kami menemukan adanya temuan narkotika jenis sabu sebanyak 2 paket sedang dengan berat kotor 202 gram yang dikirim lewat kargo bandara dengan modus ekspedisi helm,' ujar Kasat Reserse Narkoba Polresta Pekanbaru Kompol Manapar Situmeang kepada merdeka.com Senin (20/5).
-
Apa saja kasus polisi narkoba? 'Ada tujuh yang sudah vonis PTDH. Empat sudah keluar surat keputusan (pemecatan), tiga masih menunggu keputusan dari Polda Sulsel,' ujarnya saat rilis akhir tahun di Mapolrestabes Makassar, Sabtu (30/12). Ngajib menyebut personel yang mendapatkan vonis PTDH, mayoritas karena kasus disersi atau pengingkaran tugas atau jabatan tanpa permisi. Sementara dua kasus lainnya adalah keterlibatan anggota dalam penyalahgunaan narkoba.
9 Buah rekening tabungan dari Bank BCA, Bank Mega, Bank Sahabat Sempoerna, Bank BTN, Bank BRI Agro, Bank BJB, Bank Bukopin, Bank Danamon dan Bank Mayapada yang seluruhnya atas nama tersangka DP.
"9 Lembar dokumen Deposito pada Bank BCA, Bank Mega, Bank Sahabat Sempoerna, Bank BTN, Bank BRI Agro, Bank BJB, Bank Bukopin, Bank Danamon, dan Bank Mayapada seluruhnya atas nama tersangka DP," sebutnya.
"Uang dalam tabungan dan deposito atas nama DP, seluruhnya Rp530.000.000.000," tambahnya.
Agus menjelaskan, modus yang dilakukan DP dalam menjalankan aksinya sejak 2011 silam yakni mengaku sebagai pemilik Flora Pharmacy. Padahal, sebenarnya DP tidak memiliki pekerjaan yang tetap.
"Mengaku sebagai pemilik Flora Pharmacy, yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan untuk mengedarkan obat telah melayani pemesanan atau menawarkan obat dari luar negeri kepada pembeli baik perorangan atau Apotik atau Toko Obat baik di Jakarta maupun di kota lainnya menggunakan handphone dan aplikasi whatsapp," jelasnya.
Setelah disepakati jumlah dan harganya serta cara pengirimannya, kemudian DP memesan obat dari penyedia di luar negeri dan melakukan pembayaran dengan transfer dari rekening miliknya pada Bank Panin dan Bank Mega kepada rekening penyedia obat di luar negeri tersebut.
"Setelah barang dikirim menggunakan ekspedisi dan diterima di Indonesia, tanpa melalui proses regristrasi untuk mendapatkan izin edar dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI), tersangka DP memerintahkan karyawannya atau menggunakan kurir untuk mengambil obat dimaksud sekaligus mengirimkannya sesuai dengan alamat pembeli yang disepakati," ujarnya.
"Setelah obat diterima oleh pembeli, kemudian pembeli melakukan pembayaran dengan cara transfer ke rekening BCA keduanya atas nama tersangka DP sesuai jatuh tempo yang telah disepakati," sambungnya.
Dari situ, DP mendapatkan keuntungan sebesar 10 sampai dengan 15 persen dari harga barang yang diterimanya secara berkelanjutan sejak tahun 2011 sampai 2021.
"Setelah uang hasil mengedarkan obat tanpa izin edar secara tanpa hak tersebut masuk ke rekening milik tersangka pada Bank BCA, selanjutnya tersangka DP melakukan penarikan tunai kemudian mentransfer sebagiannya ke rekening miliknya pada Bank lain," ucapnya.
Sedangkan, sebagian lainnya ia tempatkan dalam bentuk deposito, asuransi, Reksadana, ORI dan SPR. Sehingga, penggunaan uang sulit atau tidak dapat diketahui.
"Produk perbankan tersebut tersebar pada beberapa rekening atas nama tersangka DP yaitu pada Bank Panin, Bank BTN, Bank Mega, Bank Danamon, Bank BJB, Bank QNB, Bank BRI Agro, Bank KB Bukopin, Bank Sahabat Sempoerna dan Bank Mayapada," ungkapnya.
Selain itu, berdasarkan penelusuran transaksi pada dua rekening BCA milik DP yang digunakan untuk menerima transaksi jual/beli obat. Terdapat dana keluar dalam bentuk penarikan tunai yang dilanjutkan dengan transfer ke rekening lain miliknya di Bank BTN, HANABANK, Mega, Panin dan QNB.
"Berdasarkan penelusuran transaksi pada rekening yang bersangkutan di Bank Panin dan rekening nomor yang bersangkutan di Bank Mega, kemudian dipergunakan untuk transaksi pembayaran ke distributor maupun perusahaan farmasi yang berada di luar negeri," jelasnya.
"Sedangkan berdasarkan penelusuran transaksi pada rekening yang bersangkutan di BTN, KEB Hana, Bank Mega, dan Bank QNB dana tersebut kemudian digunakan untuk pembukaan deposito, pembelian reksadana dan pembelian polis asuransi jiwa," tambahnya.
Selain itu, terdapat juga transaksi penarikan tunai yang diduga memiliki transaksi lanjutan ke rekening milik DP di bank lain yang kemudian digunakannya untuk membuka deposito.
"Mengingat keuntungan depositonya yang bersangkutan bisa mencapai Rp800 jutaan per bulan. Sehingga dapat disimpulkan diduga sumber dana adalah mingling/percampuran antara dana hasil jual/beli obat ilegal dan aborsi dengan bunga keuntungan yang diperoleh dari pembukaan deposito atas nama DP," ujarnya.
Atas perbuatannya, DA disangkakan Pasal 196 Jo Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar dan Pasal 197 Jo Pasal 106 ayat (1) dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp1,5 miliar.
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan Jo Pasal 64 KUHP dan Pasal 3 dan Pasal 4 dan Pasal 5 Jo Pasal 10 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
(mdk/rhm)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Barang bukti terseut yaitu dua toples obat jenis Hexymer 2 mg warna kuning bertuliskan mf dengan total sebanyak 2.000.
Baca SelengkapnyaDari 16 perkara yang diselidiki itu 18 orang telah ditetapkan sebagai tersangka dan diamankan.
Baca SelengkapnyaKedua pelaku saat ini sudah diamankan di rutan polda Papua dan telah ditetapkan sebagai tersangka
Baca SelengkapnyaKeberadaan gudang ini diketahui setelah sebelumnya dilakukan penggerebeken terkait produksi pil koplo di Bekasi.
Baca SelengkapnyaMarak Beredar Obat Keras Berbahaya di Tangerang, Warga Bisa Melapor ke Nomor Ini
Baca SelengkapnyaPolda Riau membongkar produsen pil ekstasi palsu berbahan obat flu Procold di Pekanbaru.
Baca SelengkapnyaSelain obat kuat, petugas juga mendapatkan kemasan jamu kesehatan yang ilegal dan totalnya seluruhnya ada 3.799 kotak dari 44 merek.
Baca Selengkapnyaterdapat barang bukti sabu seberat sekitar 5 kilogram dan 20 ribu butir pil ekstasi
Baca SelengkapnyaRumah tersebut di sewa oleh anak buah Fredy inisial D yang merupakan seorang DPO.
Baca SelengkapnyaPraktik ini terungkap setelah polisi lebih dulu menerima informasi ada peredaran narkoba melintas di wilayah gerbang tol Sragen.
Baca SelengkapnyaPelaku terancam hukuman penjara paling singkat empat tahun dan maksimal 12 tahun.
Baca SelengkapnyaRumah tersebut merupakan laboratorium milik Fredy untuk memproduksi narkoba jenis Clandestine.
Baca Selengkapnya