Sambangi KPK, Din Syamsuddin kaget Fahmi Darmawansyah tersangka suap
Merdeka.com - Mantan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin menjenguk tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi penerimaan suap terkait pengadaan alat monitoring satelit di Badan Keamanan Laut (Bakamla), Fahmi Darmawansyah.
"Saya datang untuk meminta izin kepada KPK untuk mengunjungi dua sahabat saya yang ditahan yaitu Pak Irman Gusman dan Pak Fahmi Darmawansyah. Saya ingin memberikan dukungan moril agar mereka sabar, tabah dan tawakal menghadapi musibah ini. Tentu ketersangkaan oleh KPK ini merupakan ujian dan cobaan," kata Din usai memesuk keduanya di gedung KPK Jakarta, Kamis (29/12).
Din yang saat ini menjabat sebagai Ketua Dewan Pertimbangan MUI, mengakui bahwa Fahmi adalah bendahara MUI periode 2015-2020 seperti yang tercantum dalam laman elektronik MUI.
-
Siapa saja tersangka dalam kasus suap ini? Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan pihaknya juga menetapkan anggota DPRD Kabupaten Labuhanbatu Rudi Syahputra Ritonga, serta dua pihak swasta bernama Efendy Sahputra dan Fajar Syahputra sebagai tersangka.
-
Bagaimana KPK mengungkap kasus suap di Basarnas? Pengungkapan kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan pada Selasa 25 Juli 2023 sekitar jam 14.00 WIB di jalan raya Mabes Hankam Cilangkap, Jakarta Timur dan di Jatiraden, Jatisampurna, Kota Bekasi. Dalam OTT, KPK amankan 11 orang dan menyita goodie bag berisi uang Rp999,7 Juta.
-
Bagaimana KPK mengusut kasus suap dana hibah Jatim? Pengembangan itu pun juga telah masuk dalam tahap penyidikan oleh sebab itu penyidik melakukan upaya penggeledahan. 'Penggeledahan kan salah satu giat di penyidikan untuk melengkapi alat Bukti,' ujar Alex.
-
Siapa yang diperiksa KPK? Mantan Ketua Ferrari Owners Club Indonesia (FOCI), Hanan Supangkat akhirnya terlihat batang hidungnya ke gedung Merah Putih, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (25/3) kemarin.
-
Siapa yang diperiksa oleh KPK? Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej rampung menjalani pemeriksaan penyidik KPK, Senin (4/12).
"Memang (Fahmi) ikut bendahara, tapi tidak pernah aktif. Sesungguhnya beliau sendiri tidak bersedia. Tapi di MUI, dulu, beberapa pengusaha muslim diajak. Beliau tidak pernah ikut rapat. Jadi sebenernya nonaktif dan saya pikir, beliau juga sudah mengundurkan diri secara formal," tambah Din.
Din pun menganggap Fahmi sebagai adiknya. "Pak Fahmi Darmawansyah itu bagaikan adik dengan saya. Justru ketika terjadi OTT (Operasi Tangkap Tangan) bersama anak buahnya, beliau bersama keluarga sedang berlibur di Eropa yang sedianya akan pulang tanggal 29 Desember, hari ini ya," tambah Din, seperti dilansir Antara.
Ia pun kaget mendengar berita bahwa Fahmi ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh KPK. "Namun beliau kaget, mendengar dan mendapat berita itu maka beliau bersegera pulang, sudah sekitar seminggu yang lalu. Bahkan dengan niat baik datang ke KPK walaupun belum ada surat panggilan, tapi hari itu juga dijadikan tersangka dan ditahan," ungkap Din.
Din pun sempat diceritakan oleh Fahmi mengenai duduk persoalan kasus tersebut. "Yang saya dengar dari beliau, beliau berniat membantu negara melaksanakan sebuah proyek pemasangan monitoring satelit di Bakamla, keamanan laut, yang tentu memerlukan modal. Maka perusahaan yang lulus lewat tender resmi beberapa bulan lalu itu membutuhkan modal. Pak Fahmi Darmawansyah sebagai pengusaha, pengusaha muslim berniat untuk membantu," tambah Din.
Sehingga menurut Din, PT Melati Technofo Indonesia (MTI) yang menjadi pemenang tender pengadaan tersebut belum sepenuhnya dimiliki Fahmi. "Dan perusahaan itu belum resmi menjadi miliknya. Tidak benar bila disebut dia sebagai direktur utama PT Techno itu karena masih dalam proses akuisisi," jelas Din.
Menurut Jubir KPK Febri Diansyah, Fahmi adalah direktur utama PT Merial Esa. PT Merial Esa pada 2007 pernah mengimpor 35 unit 'pick up' dari Thailand senilai Rp9,9 miliar selaku perwakilan Rahal International Pte Ltd dari Singapura.
Namun dalam dokumen impor tercantum ambulans Isuzu OZ 4x4, sedangkan barang yang diterima ternyata mobil bak terbuka jenis SUV 4x4 Isuzu D-Max. Puluhan mobil itu sempat ditahan di Bea Cukai Pelabuhan Tanjung Priok.
Selain ketidaksesuaian antara barang yang diterima dengan dokumen impor, kasus ini juga ditengarai adanya keterlibatan salah satu kerabat Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) saat itu Jenderal Djoko Santoso dengan pemilik PT Merial Esa.
Kasus yang menjerat Fahmi bermula dari Operasi Tangkap Tangan KPK pada Rabu (14/12) terhadap Deputi Bidang Informasi, Hukum dan Kerja Sama Bakamla merangkap Kuasa Pengguna Anggaran Eko Susilo Hadi dan tiga orang pegawai PT Melati Technofo Indonesia Hardy Stefanus, Muhammad Adami Okta dan Danang Sri Radityo di dua tempat berbeda di Jakarta.
Eko diduga menerima Rp 2 miliar sebagai bagian dari Rp15 miliar 'commitment fee' yaitu 7,5 persen dari total anggaran alat monitoring satelit senilai Rp 200 miliar. Namun KPK baru menetapkan Eko sebagai tersangka penerima suap dan Hardy, Muhammad Adami Okta serta Fahmi sebagai tersangka pemberi suap sedangkan Danang hanya berstatus sebagai saksi.
Eko Susilo Hadi disangkakan pasal 12 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU tahun 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal tersebut mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 1 miliar.
Sedangkan Fahmi Darmawansyah, Hardy Stefanus dan Muhammad Adami Okta sebagai tersangka pemberi suap disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU tahun 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
(mdk/gil)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
KPK menggeledah kantor Direktorat Jendral (Ditjen) Minerba pada Kementerian ESDM Rabu (25/7) kemarin.
Baca SelengkapnyaAwal mula dugaan itu diketahui saat muncul surat pemanggilan terhadap sopir Syahrul Yasin Limpo.
Baca SelengkapnyaFebri menjadi saksi fakta untuk perkara pemerasan dan gratifikasi mantan kliennya, Syahrul Yasin Limpo.
Baca SelengkapnyaSelain itu tim jaksa KPK juga akan menghadirkan sejumlah saksi lain.
Baca SelengkapnyaSyahrul dan Hatta rencananya akan ditahan di rumah tahanan KPK selama 20 hari ke depan.
Baca SelengkapnyaGhufron menyebut, Syarif ditangkap di kawasan Banten kemarin, Selasa (16/7) sekitar pukul 18.45 WIB.
Baca SelengkapnyaM. Jasin belum bersedia memberikan statement apapun saat dihampiri awak media yang melayangkan sejumlah pertanyaan.
Baca SelengkapnyaPenggeledahan terkait kasus dugaan suap proyek dan perizinan yang menjerat Gubernur nonaktif Malut Abdul Gani Kasuba.
Baca SelengkapnyaKuasa hukum Syahrul Yasin Limpo (SYL), Febri Diansyah menegaskan, kliennya tidak akan kabur meskipun telah ditetapkan sebagai tersangka korupsi.
Baca SelengkapnyaTersangka ini sempat lolos dari sergapan KPK saat dilakukan Operasi Tangkap Tangan.
Baca SelengkapnyaTak ada sepatah katapun yang dikeluarkan Eks Mentan itu.
Baca SelengkapnyaFirli meminta pegawai KPK mengaktifkan panic button bila merasa terancam.
Baca Selengkapnya