Samudi terpaksa tinggal di rumah miring nyaris rubuh
Merdeka.com - Salah satu wahana permainan di Dunia Fantasi (Dufan) yang cukup digemari adalah Rumah Miring. Di Kota Serang, Banten, rumah miring seperti di Dufan pun bisa ditemui.
Rumah miring yang ada di Kota Serang merupakan milik Samudi (37 tahun), warga Kampung Waru Elor RT 16/RW 04 Kelurahan Kemanisan, Kecamatan Curug, Kota Serang, Banten. Tetapi bangunan itu bukan merupakan wahana rekreasi melainkan rumah itu hampir rubuh.
Jika kita melihat dan masuk ke dalam kediaman Samudi, rumah panggung dengan ukuran 6 meter x 8 meter berbahan kayu dan bilik tampak dari luar nyaris rubuh. Di bagian dalam, lantainya sudah banyak yang bolong. Jika tidak hati-hati saat di dalam rumah, kaki kita bisa terperosok dan terluka.
-
Kenapa tempat tinggal Samudi sangat memprihatinkan? Ia pun hanya bisa pasrah dan berbuat sebisanya untuk menyambung hidup.
-
Bagaimana kondisi tempat tinggal Samudi? Terlihat kondisi bangunan yang sangat tidak layak. Dinding dan penyangga rumah hanya terbuat dari anyaman bambu dan kayu.Atapnya terbuat dari daun kering yang dilapisi terpal untuk melindunginya dari guyuran hujan maupun sengatan matahari.
-
Siapa yang tinggal di rumah nyaris roboh? Sang pemilik, Abun (63), tak bisa berbuat banyak lantaran hidup di bawah garis kemiskinan.
-
Kenapa rumah itu ambruk? Ternyata bangunan tersebut bukan rumah hunian, melainkan kandang hewan yang sudah tak digunakan.
-
Bagaimana angin kencang merusak rumah warga? 'Kebanyakan itu genteng mbak, jadi ada yang asbes. Kalau genteng sampai kabur kena putting beliung itu. Kalau korban Alhamdulillah tidak ada,' kata Heru Cahyono, Kepala Desa Watuagung, mengutip YouTube Liputan6 pada Jumat (12/1).
-
Siapa yang tinggal di rumah tak layak huni? Sudah 15 tahun terakhir, ia tinggal di bangunan tak layak itu bersama suami dan seorang anaknya.
Samudi telah bertahun-tahun tinggal dengan kondisi rumah yang dapat membahayakan bagi dia dan keluarga. Dia mengaku, ketika hujan disertai angin kencang datang, dia sangat khawatir rumahnya itu bakal rubuh.
Samudi sangat ingin memperbaiki rumahnya. Apa daya, honornya sebagai buruh serabutan tidak mencukupi. Untuk kebutuhan sehari-hari saja tidak cukup, apalagi bat memperbaiki rumahnya yang merupakan warisan orangtuanya. Samudi beserta istri dan dua anaknya yang duduk di bangku Madrasah Tsanawiyah dan Sekolah Dasar, terpaksa tinggal dan tidur dalam satu ruangan besar untuk. Tempat itu pun bocor bila hujan turun.
"Saya pasrah pak. Bukannya saya tidak mau memperbaiki rumah ini, mengingat kondisi saya saat ini, sebagai buruh serabutan untuk makan sehari-hari saja sudah susah, dari mana saya biayanya?" kata Samudi ketika disambangi kemarin.
Sementara itu salah satu warga sekitar, Sana (39 tahun), mengaku kerap mengajak Samudi dan keluarganya mengungsi bila hujan dan angin kencang turun. Dia takut rumah itu ambruk.
"Yang paling ngeri ketika hujan dan dibarengi angin kencang. Rumah terlihat goyang seakan-akan mau ambruk. Saya cuma bisa memanggil agar mereka berpindah ke tempat saya," kata Sanah. (mdk/ary)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Setiap hari Ngadenin (63) harus berjalan melalui selokan sempit yang menjadi akses satu-satu jalan ke rumahnya.
Baca SelengkapnyaKakek Sanusi kini hanya mengandalkan pemberian tetangga untuk sekedar makan dan bertahan hidup.
Baca SelengkapnyaYadi dan Onih jadi salah satu warga Kota Sukabumi yang hidup dalam garis kemiskinan dan membutuhkan bantuan.
Baca SelengkapnyaTerjangan banjir bandang telah meluluhlantakkan rumah-rumah warga di Ganting, Pesisir Selatan, Sumatera Barat.
Baca SelengkapnyaSudah 15 tahun terakhir, ia tinggal di bangunan tak layak itu bersama suami dan seorang anaknya.
Baca SelengkapnyaKisah haru seorang marbot berusia 95 tahun yang tinggal di Masjid membuat hati rasanya teriris.
Baca SelengkapnyaRumah yang roboh berada di Desa Sindangsari, Kecamatan Cimerak, Pangandaran.
Baca SelengkapnyaSeorang wanita diketahui hidup di sebuah bangunan yang memilukan.
Baca Selengkapnya