Satpam DPP PDIP Jadi Saksi di Sidang Wahyu Setiawan
Merdeka.com - Pengadilan Tipikor kembali menggelar sidang lanjutan kasus suap mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Sidang terkait perkara dugaan suap penetapan calon anggota DPR RI Fraksi PDIP melalui mekanisme pergantian antar-waktu (PAW).
Rencananya, tim jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menghadirkan empat saksi. Mereka adalah yakni, sopir Saeful Bahri bernama Mohamad Ilham Yulianto, Patrick Gerard Masoko, karyawan di kantor DPP PDIP bernama Kusnadi serta petugas keamanan di kantor DPP PDIP bernama Nurhasan.
"Moh lham Yulianto, Kusnadi, Patrick Gerard Masoko dan Nurhasan," ujar Jaksa Takdir Suhan saat dikonfirmasi, Kamis (11/6).
-
Siapa pelaku pencurian handphone? Pelaku berinisial MS (39), dua kakinya ditembak sebanyak 3 kali.
-
Apa yang dilakukan oleh tersangka HW? Ia disangka telah melakukan tindak pidana korupsi pengadaan barang dengan nilai kerugian sebesar Rp9 miliar.
-
Apa tindakan Harun Kabir? Ia menjadi salah satu pejuang yang mengedepankan kemanusiaan karena turut melindungi bangsa penjajah yang rentan ketika itu. Keberaniannya juga teruji saat membajak kereta berisi ratusan tentara Jepang yang melintas di kawasan Bogor.
-
Kenapa pelaku mencuri handphone? Pelaku merupakan residivis kasus pencurian di Aceh. Selain itu pelaku MS juga positif mengkonsumsi narkotika jenis sabu.
-
Bagaimana KPK menyita barang Hasto? Penyitaan itu dilakukan oleh salah seorang penyidik bernama Rossa Purbo Bekti. Handphone Hasto disita dari tangan asistennya, Kusnadi bersamaan dengan sebuah buku catatan dan ATM dan sebuah kunci rumah.
-
Handphone apa yang dicuri? Sebanyak 58 unit handphone berbagai merek raib dibawa pelaku.
Berdasarkan informasi, Nurhasan merupakan bagian keamanan yang menjaga kantor DPP PDIP. Nurhasan diduga sebagai pihak yang mengantar Harun Masiku menuju Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) saat operasi tangkap tangan (OTT) KPK terhadap Wahyu Setiawan berlangsung pada 8 Januari 2020.
Nurhasan juga diduga memerintahkan Harun untuk membuang ponselnya.
Sementara saksi Moh Ilham Yulianto disebut merupakan pihak yang menukarkan uang Rp200 juta ke dalam pecahan mata uang dolar Singapura, yakni SGD 20 ribu untuk diberikan kepada Wahyu Setiawan.
Dalam perkara ini, Wahyu Setiawan didakwa menerima suap sebesar SGD 57.350 atau setara Rp600 juta. Suap diterima Wahyu melalui kader PDIP Saeful Bahri dan mantan calon anggota legislatif (caleg) PDIP Harun Masiku.
Jaksa KPK Takdir Suhan menyebut, Wahyu Setiawan menerima suap dari Saeful dan Harun melalui mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina. Agustiani juga menjadi terdakwa dalam perkara ini. Wahyu kemudian disebut terdakwa I dan Agustiani terdakwa II.
"Terdakwa I melalui perantaraan terdakwa II secara bertahap menerima uang senilai SGD 19.000 dan SGD 38.350 atau seluruhnya setara dengan jumlah Rp600 juta dari Saeful Bahri bersama-sama dengan Harun Masiku," ujar Jaksa Takdir dalam dakwaannya, Kamis (28/5/2020).
Jaksa menyebut uang diberikan agar Wahyu menyetujui permohonan pergantian antar-waktu (PAW) anggota DPR Fraksi PDIP periode 2019-2024 dari Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.
Kasus ini bermula ketika caleg PDIP Nazarudin Kiemas meninggal dunia pada 26 Maret 2019 sebelum pemilu diselenggarakan. DPP PDIP saat itu menyampaikan kepada KPU perihal meninggalnya Nazaruddin Kiemas dan meminta agar nama Nazarudin Keimas dicoret dari daftar calon tetap. Namun namanya tetap tercantum dalam surat suara.
Sekitar bulan Juli 2019 PDIP menggelar pleno yang memutuskan Harun Masiku ditetapkan sebagai calon pengganti terpilih yang menerima pelimpahan suara dari Nazarudin Kiemas. Nazarudin memperoleh suara 34.276.
Atas dasar rapat pleno itu Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto memerintahkan kuasa hukum PDIP, Donny Tri Istoqomah berkirim surat ke KPU. Mengetahui hal tersebut, Harun Masiku langsung menemui Saeful Bahri meminta tolong agar Harun bisa menggantikan Riezky Aprilia dengan cara apapun.
"Permintaan ini disanggupi oleh Saeful Bahri," kata jaksa.
Kemudian, PDIP mengirim surat kepada KPU berdasarkan putusan Mahkamah Agung No.57P/HUM/2019 yang pada pokoknya meminta suara sah Nazarudin Kiemas dialihkan kepada Harun Masiku. Namun KPU tidak mengakomodir permohonan DPP PDIP karena dinilai tidak sesuai dengan perundang-undangan.
Atas hal itu, Harun menemui Ketua KPU Arief Budiman agar mengabulkan permohonan MA terkait PAW tersebut. Namun, Arief memutuskan tidak mengakomodir permohonan itu.
Karena tidak diakomodir, Saeful Bahri menghubungi Wahyu dan meminta tolong untuk memuluskan jalan Harun menjadi anggota legislatif. Permintaan tolong itu disampaikan Agustiani Tio, dan Wahyu pun menyanggupi permintaan itu.
Setelah caleg DPR dilantik pada 1 Oktober 2019, Agustiani Tio menghubungi Saeful dan menanyakan perihal uang operasional terkait PAW DPR. Saeful lantas menawarkan uang Rp750 juta ke Wahyu melalui Agustiani asal KPU menyetujui permohonan PAW tersebut.
"Namun Wahyu meminta besaran lebih, yakni Rp1 miliar. Uang itu kemudian disanggupi Saeful Bahri," kata jaksa.
Saeful lantas menemui Harun Masiku dan membicarakan permintaan Wahyu Setiawan. Saeful mengatakan Wahyu meminta uang Rp1,5 miliar dan Harun menyetujui itu dengan syarat Wahyu bisa membuat Harun duduk di kursi DPR.
Setelah Wahyu, Agustiani, dan Saeful sepakat dan mengurusi semua. Harun terlebih dahulu memberikan uang kepada Saeful Rp400 juta untuk diserahkan kepada Wahyu sebagai DP yang dititipkan melalui Kusnadi dan Donny Tri Istiqomah.Selanjutnya Agustiani melalui Moh Ilham Yulianto menukarkan uang Rp200 juta ke dalam pecahan mata uang dolar Singapura, yakni SGD 20 ribu untuk diberikan kepada Wahyu Setiawan sebagai uang DP terlebih dahulu yang diserahkan di Plaza Senayan.
Jaksa mengatakan Saeful juga melakukan pertemuan dengan Wahyu dan Agustina di sebuah restoran di Mal Pejaten Village. Dalam Pertemuan itu, jaksa mengungkapkan Agustiani menyerahkan uang sebesar SGD 19 ribu kepada Wahyu atas permintaan Saeful, tapi hanya diambil SGD 15 ribu oleh Wahyu, sementara SGD 4 ribu diserahkan Wahyu ke Agustiani.
Tak hanya itu, pada 26 Desember 2019, Harun Masiku kembali menghubungi Saeful dan memberikan uang Rp850 juta. Dari uang itu, Saeful akan memberi Wahyu Rp400 juta dalam bentuk dolar Singapura sebesar SGD 38.350.
Jaksa juga mengungkapkan Agustiani meminta uang ke Saeful untuk keperluan pribadinya sebesar Rp50 juta, kemudian diserahkan Saeful cash di Apartemen Mediterania, Jakarta.
Pada 8 Januari 2020, Wahyu menghubungi Agustiani agar mentransfer sebagian uang yang telah diterima dari Saeful sebesar Rp50 juta ke rekening Wahyu. Namun sebelum mentransfer uang tersebut, Wahyu dan Agustiani Tio diamankan petugas KPK berikut bukti uang sejumlah SGD 38.350 dari Agustiani.
Reporter: Fachrur Rozie
Sumber: Liputan6.com
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Hasto mengaku sempat berdebat dengan penyidik karena ada yang bertentangan dengan aturan di dalam KUHAP.
Baca SelengkapnyaDalam pemeriksaan, penyidik menanyakan keberadaan alat komunikasi milik Hasto.
Baca SelengkapnyaKPK tak mempermasalahkan pelaporan ke Dewas tersebut, karena laporan tersebut adalah hak dan bentuk dari pengawasan masyarakat.
Baca SelengkapnyaDalam pemeriksaan itu, terjadi debat panas saat KPK melakukan penyitaan ponsel milik Hasto
Baca SelengkapnyaPelaporan ke Dewas KPK dan Komnas HAM itu buntut penyitaan sejumlah barang dan handphone Hasto dan asistennya yang bernama Kusnadi oleh penyidik KPK.
Baca SelengkapnyaKPK Periksa Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto hingga menyita ponselnya
Baca SelengkapnyaKPK menegaskan penyitaan handphone milik keduanya sesuai dalam SOP.
Baca SelengkapnyaHasto mengaku sempat berdebat dengan penyidik, karena ada yang bertentangan dengan aturan di dalam KUHAP.
Baca SelengkapnyaRonny pun melaporkan anggota penyidik Rossa Purbo Bekti ke Dewas KPK.
Baca SelengkapnyaPenyidik KPK menyita ponsel Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto
Baca SelengkapnyaHasto bercerita sempat cekcok dengan penyidik lantaran handphone dan tas yang dipegang stafnya bernama Kusnadi tiba-tiba disita.
Baca SelengkapnyaKPK mempersilakan kubu Hasto mengajukan permohonan tersebut bila merasa terancam atas apa yang dilakukan penyidik.
Baca Selengkapnya