Satu suara kritik Ahok karena minta TNI urus lonte
Merdeka.com - Kebijakan Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama (Ahok) mengikutsertakan TNI dalam beberapa penertiban di Jakarta mengundang berbagai kritikan. Ahok dinilai merendahkan martabat TNI. Tugas TNI bukan untuk menggusur tapi untuk menjaga kedaulatan negara.
Adalah politisi PDIP, TB Hasanuddin pertama kali mengeluarkan pernyataan keras soal penertiban ini. Menurut dia, pasukan TNI seharusnya dilatih sistem pertahanan meski tak ada perang (efek deteren), bukan untuk mengeruk sampah dari gorong-gorong atau ikut menertibkan kawasan prostitusi.
"Masak masuk gorong itu bukan efek deteren. Kemudian ada TNI masak usir lonte bukan efek deteren," kata TB Hasanuddin saat diskusi bertema TNI antara idealisme dan realitas di era reformasi di Tebet, Jakarta, Jumat (4/3).
-
Bagaimana hukuman diberikan pada anggota TNI? 'Kalau dia melanggar kita hukum. Ada aturannya,' imbuh Agus.
-
Hukuman apa yang diberikan pada anggota TNI? 'Kalau dia ada salah, ada punishment ada hukumnya. Hukum disiplin militer.
-
Kenapa TNI menganiaya KKB? 'Karena ada informasi dari masyarakat yang menyatakan akan adanya pembakaran Puskesmas di Omukia Kabupaten Puncak. Nah kemudian terjadilah tindakan kekerasan ini,' sambungnya.
-
Apa yang dilakukan TNI? Peristiwa penyiksaan yang dilakukan sejumlah prajurit TNI terhadap seorang warga Papua diduga merupakan anggota Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) viral di media sosial.
-
Kenapa warga mengeroyok anggota TNI? Saat itu, warga yang sedang menikmati hiburan khas tersebut tiba-tiba ricuh dan membuat kondisi menjadi tidak kondusif.
-
Siapa yang mendapat penghargaan dari TNI? Anugerah Patriot Jawi Wetan adalah representasi dari kehadiran negara sampai pada lapisan paling bawah, yakni desa.Anugerah Patriot Jawi Wetan merupakan penghargaan yang diberikan kepada tiga pilar di desa atau kelurahan. Yaitu Bintara Pembina Desa (Babinsa), Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas), serta Kepala Desa atau Lurah.
Pernyataan TB Hasanudin ini rupanya memancing Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Mohamad Taufik untuk memberikan kritik yang sama. Menurut Taufik, lebih baik bila penertiban itu dilakukan dengan jalan dialog yang persuasif dan tidak mendahulukan pengerahan aparat gabungan ke kawasan itu.
"Ajak dialog jangan sodorin tentara dan polisi, sementara Pemdanya di belakang, gonggong keras tapi ngumpet. Saya yakin bisa baik-baik penggusuran kalau persuasif," kata Taufik di Gedung DPRD DKI, Jalan Kebon Sirih, Jakarta, Selasa (16/2).
Lebih lanjut, katanya, seharusnya Ahok tidak menebar ketakutan warga di kawasan itu dengan melakukan pembongkaran paksa. Dia meminta Ahok untuk berkaca pada peristiwa kisruh penertiban Kampung Pulo, Jakarta Timur, beberapa waktu lalu.
"Prinsip Ahok itu mau seperti apa? Seharusnya menggusur warga jangan menakut-nakuti dengan menerjunkan tentara. Kita tidak ingin peristiwa Kampung Pulo terulang," tandas Ahok.
Ketika Komisi III DPR berencana memanggil Ahok untuk menjelaskan masalah hukum terkait penertiban ini, Wakil Ketua DPR Fadli Zon mendukung penuh. Ahok, kata dia harus menjelaskan duduk soal pelibatan TNI dalam urusan penertiban.
"Saya kira selama itu fungsi pengawasan dalam penegakan hukum, karena di situ juga ada penggunaan TNI. Apakah ini juga sudah sesuai prosedur atau tidak," ujar Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (8/3).
Menurut politisi Gerindra ini, melibatkan TNI dalam tugas yang seharusnya dilakukan polisi dan Satpol PP sudah melenceng dari tugas dan fungsi pokok (tupoksi) TNI. Bagi Fadli, TNI bukan tukang gusur tetapi alat pertahanan negara.
"Karena di dalam tupoksinya kan tidak ada ikut di dalam proses seperti itu. Saya kira kita butuh TNI bukan untuk jadi tukang gusur, ya kita butuh TNI untuk pertahanan kita," tuturnya.
Selain itu, Fadli juga menganggap sejauh ini Ahok tebang pilih dalam melakukan penggusuran baik kawasan prostitusi atau tidak. Dia berharap jika ada komitmen berantas prostitusi maka harusnya tak pandang bulu.
"Kalau mau melakukan pemberantasan terhadap prostitusi ya jangan tebang pilih, yang di bawah tapi yang di atas dibiarkan, saya kira saudara Ahok tahulah maksudnya," pungkasnya.
Seperti diketahui, TNI dan Polri melakukan penertiban di Kalijodo karena Pemprov DKI Jakarta akan membangun ruang terbuka hijau. Pemprov DKI Jakarta meminta bantuan TNI dan Polri karena adanya preman dan beking aparat keamanan di Kalijodo.
(mdk/tyo)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Merangkum sejumlah tindak tak terpuji oknum TNI yang terjadi sejak Bulan Agustus hingga kini
Baca SelengkapnyaKPK meminta maaf karena pihaknya tidak koordinasi terlebih dahulu dengan pihak TNI sebelum mengumumkan keterlibatan Henri Alfandi.
Baca SelengkapnyaPolisi mengabulkan penangguhan penahanan terhadap seseorang berinisial ARH.
Baca SelengkapnyaKomandan Puspom (Danpuspom) TNI Marsekal Muda (Marsda) R Agung Handoko buka suara mengenai kasus suap Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi.
Baca SelengkapnyaAhmad Basarah PDIP mengecam penganiayaan anggota TNI terhadap relawan Ganjar-Mahfud di Boyolali.
Baca SelengkapnyaKepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfandi diduga terima suap Rp88,3 miliar.
Baca SelengkapnyaKe tujuh korbannya atas nama inisial Prada F, Prada T, Prada A, Prada TP, Prada MS, Prada BS dan Prada AD.
Baca SelengkapnyaAgar tindakan segelintir oknum tidak merusak citra Mabes TNI.
Baca SelengkapnyaMoeldoko menyebut, pada zaman dulu TNI memiliki yayasan yang cenderung digunakan untuk alat bisnis. Saat ini hal tersebut sudah tidak ada lagi di TNI.
Baca SelengkapnyaPanglima menegaskan, tindakan prajurit TNI di Polrestabes Medan itu tidak mewakili institusi.
Baca SelengkapnyaDPR Dorong Jokowi Tengahi Gaduh KPK Vs TNI Buntut Penetapan Kepala Basarnas Tersangka
Baca SelengkapnyaPanglima TNI Agus Subianto meminta Kementerian PANRB menaikkan tukin TNI.
Baca Selengkapnya