SBY: Apakah Ada Kegentingan Sehingga Sistem Pemilu Harus Diganti di Tengah Jalan?
Merdeka.com - Presiden Keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mempertanyakan wacana perubahan sistem pemilu di tengah sedang berjalannya tahapan Pemilu 2024. Menurut SBY, tidak tepat mengubah sistem pemilu tanpa adanya kegentingan.
"Tepatkah di tengah perjalanan yang telah direncanakan dan dipersiapkan dengan baik itu, utamanya oleh partai-partai politik peserta pemilu, tiba-tiba sebuah aturan yang sangat fundamental dilakukan perubahan?" ujar SBY dikutip dari keterangannya pada Minggu (19/2).
“Apakah saat ini, ketika proses pemilu telah berlangsung, ada sebuah kegentingan di negara kita, seperti situasi krisis tahun 1998 dulu misalnya, sehingga sistem pemilu mesti diganti di tengah jalan,” imbuh dia.
-
Bagaimana UU Pilkada Serentak 2024 memastikan pemilihan yang adil? Undang-undang ini dirancang untuk memastikan bahwa proses Pilkada berlangsung dengan adil, transparan, dan demokratis, serta untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam memilih pemimpin daerah mereka.
-
Bagaimana cara pelaksanaan Pilkada serentak 2024? Pilkada serentak ini mencakup pemilihan gubernur, bupati, dan walikota yang akan diadakan pada waktu yang sama, sehingga diharapkan dapat mengurangi beban administratif dan logistik bagi penyelenggara pemilu.
-
Bagaimana cara memilih di Pemilu 2024? Sebagaimana tertuang dalam Pasal 353 ayat 1 Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, 'Pemberian suara untuk Pemilu dilakukan dengan cara mencoblos satu kali.
-
Bagaimana caranya agar Pemilu 2024 damai? 'Kita menyampaikan pesan-pesan Pemilu Damai. Jangan mau terprovokasi oleh pihak-pihak tertentu yang mengganggu kelancaran Pemilu 2024 penuh damai,' pungkas Masjag.
SBY mengatakan, mengubah sistem pemilu sangat memungkinkan. Namun, pada situasi tenang atau tidak ada kejadian luar biasa, perubahan sistem pemilu harus dilakukan dengan berembuk bersama.
Bukan mengambil jalan pintas melalui gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) seperti yang dilakukan sejumlah orang saat ini.
"Mengubah sebuah sistem tentu amat dimungkinkan. Namun, di masa 'tenang', bagus jika dilakukan perembukan bersama, ketimbang mengambil jalan pintas melakukan judical review ke MK," ujar SBY.
SBY mengakui sistem pemilu memang perlu ditata agar lebih baik. Tetapi untuk penyempurnaannya jangan hanya berkutat di perubahan sistem proporsional tertutup atau sistem proporsional terbuka saja.
"Namun, janganlah upaya penyempurnaannya hanya bergerak dari terbuka-tertutup semata," ujar Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat ini.
Sebelumnya, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari melempar wacana bahwa terbuka peluang menggunakan sistem proporsional tertutup di Pemilu 2024, pasca ada gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Jadi kira-kira bisa diprediksi atau enggak putusan Mahkamah Konstitusi ke depan? Ada kemungkinan, saya belum berani berspekulasi, ada kemungkinan kembali ke sistem proporsional daftar calon tertutup," kata dia dalam Catatan Akhir Tahun KPU RI 2022 di Kantor KPU RI, Jakarta, Kamis 29 Desember 2022.
Hasyim mengatakan, MK bisa saja memutuskan Pemilu 2024 menggunakan sistem proporsional tertutup. Sebab pada Pemilu 2009, sistem proporsional terbuka diberlakukan karena putusan lembaga tersebut.
Pada pemilu 2014 dan 2019 sistem ini terus berlaku. Tetapi MK bisa saja memutuskan memberlakukan proporsional tertutup.
"Kira-kira polanya kalau yang membuka itu MK, ada kemungkinan yang menutup MK, kalau dulu yang mewajibkan verifikasi faktual MK, kemudian yang verifikasi faktual hanya partai-partai kategori tertentu itu juga MK," ujar Hasyim.
Karena ada peluang sistem proporsional tertutup diberlakukan, para bakal calon legislatif sebaiknya menahan diri melakukan sosialisasi. Karena dalam sistem proporsional tertutup tidak ditampilkan calon legislatif, hanya partai saja.
"Kami berharap kita semua menahan diri untuk tidak pasang-pasang gambar dulu. Siapa tahu sistemnya kembali tertutup? Sudah lumayan belanja-belanja pasang baliho, pasang iklan, namanya enggak muncul di surat suara," papar Hasyim.
Hasyim pun menjelaskan, sistem proporsional tertutup baru sebatas kemungkinan untuk Pemilu 2024.
"Ini sedang ada sidang, judicial review di Mahkamah Konstitusi, menggugat pasal di Undang-Undang Pemilu tentang sistem pemilu proporsional, di undang-undang Pemilu kita kan proporsional daftar calon terbuka, nah ini digugat minta untuk kembali ke sistem proporsional tertutup. Jangan salah kutip ya, jangan salah menulis bahwa seolah yang menyarankan proposal tertutup KPU," kata dia.
Hasyim melanjutkan, terkait sistem proporsional tertutup hanya menjadi pesan antisipasi kepada para calon anggota legislatif yang akan maju ke dalam bursa pesta demokrasi. Sebab, gugatan beleid masih berjalan dan keputusan dapat mengubah aturan tata laksana Pemilu bila dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi.
"Saya sampaikan, siapapun misal yang mau nyalon harus mengikuti perkembangan itu supaya siap mental, secara psikologis siap menghadapi perubahan, kalau terjadi perubahan," kata dia.
Hasyim kembali menegaskan, apa yang disampaikan soal sistem proporsional tertutup hanya cara untuk mengingatkan kepada para calon anggota legislatif agar tidak merasa dirugikan.
Sebab, bila Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan terkait, maka sistem proporsional tertutup tidak akan memunculkan nama dan foto calon anggota legislatif. Mereka akan dipilih lewat mekanisme internal partai bila lolos ke Senayan.
"Ini sekali lagi antisipasi, kalau sekiranya nanti putusan kembali ke proporsional tertutup. Gambar-gambar calon enggak relevan, nama-nama calon (juga tidak), karena apa? di surat suara enggak ada nama calon itu dan yang dicoblos tanda gambar partai (lambang, nomor urut dan nama partai), ini seandainya keputusan MK mengarah ke sana," Hasyim menandasi.
Anggota Komisi III DPR RI Benny K Harman mengaku mendapatkan informasi Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah setuju Pemilu 2024 menggunakan sistem proporsional tertutup. Namun, Jokowi langsung membantah.
“Enggak ada," kata Jokowi ditemui ICE BSD, Tangerang, Banten, Jumat (17/2).
Dia menyerahkan urusan sistem pemilu terbuka dan tertutup kepada partai politik. Menurutnya, di antara dua sistem itu ada kelebihan dan kekurangan masing-masing.
"Jadi pemerintah, ini ya, perlu saya sampaikan, kalau dilihat terbuka itu juga ada kelebihan ada kelemahannya. Tertutup ada kelebihan dan kelemahannya. Silakan pilih. Itu urusannya partailah," jelas Jokowi.
Lebih lanjut, Jokowi kembali menepis ketika ditanya mengenai kabar dirinya memberikan arahan tertentu terkait sistem pemilu itu.
“Enggak, enggak, enggak, enggak. Ketua partai," pungkas Jokowi.
(mdk/tin)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Hasto ingin agar segala sesuatunya harus dicermati serta harus dikaji dengan bersamaan.
Baca SelengkapnyaSBY berharap, Prabowo kelak memimpin bangsa Indonesia mampu membenahi sistem pemilu.
Baca SelengkapnyaMuncul isu skenario tunda pemilu pada awal tahun 2023.
Baca SelengkapnyaJuru Bicara Anies Baswedan, Surya Tjandra tak setuju sepenuhnya dengan pernyataan Presiden Jokowi bahwa Pemilu 2024 sulit diintervensi.
Baca SelengkapnyaSBY mengatakan, menjaga demokrasi itu penuh tantangan. Maka untuk menjaga demokrasi tersebut diperlukan perjuangan.
Baca SelengkapnyaDiksi pada undang-undang pemilu tiap calon yang dipilih secara demokratis, tak berarti harus dipilih langsung oleh rakyat.
Baca SelengkapnyaMahfud menyebut jika ada kesulitan dalam penyelenggaraan Pilkada seharusnya diatasi bukan ditunda.
Baca SelengkapnyaPadahal, kata Titi, demokrasi sejatinya sistem nilai yang harus ditegakkan dengan prinsip kebebasan dan kesetaraan untuk semua.
Baca SelengkapnyaBaru-baru ini, muncul usulan kepala daerah dipilih lewat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Baca SelengkapnyaJK mengatakan pemilu satu putaran bisa dilakukan dengan cara yang kotor dan curang.
Baca Selengkapnya