Sebut ada korupsi heli AW-101, sikap Panglima TNI dikritisi
Merdeka.com - Kasus dugaan korupsi pengadaan helikopter Agusta Westland (AW)-101 melibatkan tiga orang prajurit TNI Angkatan Udara masih menimbulkan tanda tanya dan penuh misteri. Pada kasus ini tidak jelas siapa pihak menghitung kerugian dan jumlahnya.
Kondisi itu menjadi perhatian Pakar hukum pidana, Suparji. Menurut dia, banyak pertanyaan dalam masalah ini. Termasuk sikap Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, telah menyebut tiga anak buahnya tanpa ada titik jelas kesalahannya.
"Masih belum ada kejelasan kasus dugaan korupsinya di mana. Merugikan keuangan negara, siapa yang menghitung? Hitungan POM TNI atau audit BPK? Panglima TNI (Jenderal Gatot Nurmantyo) menyatakan ada penggelapan. Penggelapannya di mana? Namun Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo telah mengumumkan tiga orang tersangka dalam kasus ini," kata Suparji seperti diberitakan Antara, Rabu malam.
-
Siapa yang terlibat dalam kasus ini? Terdakwa Fatia Maulidiyanti menjalani pemeriksaan dalam sidang kasus dugaan pencemaran nama baik Menko Luhut Binsar Pandjaitan pada hari ini, Senin (28/8).
-
Kasus korupsi apa yang sedang diusut Kejagung? Kejagung tengah mengusut kasus dugaan korupsi komoditas emas tahun 2010-2022. Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan pemeriksaan sejumlah saksi terkait kasus rasuah impor emas, yakni perkara dugaan tindak pidana korupsi pada pengelolaan kegiatan usaha komoditi emas tahun 2010 sampai dengan 2022.
-
Siapa saja yang tewas dalam kecelakaan helikopter? Presiden Ebrahim Raisi dan juga Menlu Iran dipastikan tewas dalam kecelakaan tersebut.
-
Siapa yang diduga melakukan korupsi? KPK telah mendapatkan bukti permulaan dari kasus itu. Bahkan sudah ada tersangkanya.
-
Siapa yang naik helikopter? Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr dan istrinya menuai kritik di media sosial lantaran menggunakan helikopter untuk pergi menonton konser musik Coldplay di Philippine Arena, Manila.
-
Apa yang membuat Komisi III curiga terhadap kasus GT? Kata dia, publik khawatir keputusan tersebut ada pengaruh dari ayahnya yang merupakan anggota DPR RI.Menurutnya, apa yang dilakukan GT terhadap korban DSA (29) dinilainya sebagai salah satu cara untuk membunuh korban.
Dia juga mengharapkan pengungkapan kasus dugaan korupsi pengadaan Helikopter AW-101 buatan Inggris-Italia melibatkan militer dan sipil senilai Rp 220 miliar, dapat melalui peradilan koneksitas.
"Mestinya diadili dalam peradilan koneksitas, pengadilan umum dan militer. Kalau melalui peradilan militer timbul keraguan, apakah TNI sungguh-sungguh bersihkan korupsi di lingkungan TNI," ujarnya.
Menurut Suparji, bila hanya melalui peradilan militer, di mana majelis hakimnya merupakan perwira militer, oditurnya (jaksa) juga militer. Dikhawatirkan nantinya tidak ada transparansi dan kejelasan dalam pengungkapan kasus tersebut.
Di samping itu, dia menduga pengungkapan kasus dugaan korupsi pengadaan helikopter AW-101 itu untuk pencitraan mengingat Gatot Nurmantyo. Apalagi belakangan tengah digadang-gadang untuk maju dalam Pemilu 2019. "Saya melihat ada unsur politis dalam pengungkapan kasus ini," tegasnya.
Sementara itu, Ketua PMHI Jansen Sitindaon, menilai kredibilitas Hakim dan jaksa dalam peradilan militer diragukan mengingatkan Hakim dan oditurnya berasal dari militer.
Dia harap dalam persidangan kasus dugaan korupsi senilai Rp 220 miliar itu bisa dilakukan melalui peradilan koneksitas. Hal itu agar lebih jauh terungkap tiap aktor korupsi.
Namun demikian, dirinya juga mempertanyakan penetapan tiga tersangka diumumkan Panglima TNI beberapa waktu lalu di Gedung KPK karena belum ada hasil audit dari BPK.
Sejauh ini KPK bersama dengan Panglima TNI Gatot Nurmantyo telah mengumumkan ada tiga prajurit TNI yang sudah menjadi tersangka. Mereka ialah Marsma FA selaku pejabat pembuat komitmen (PPK), Letkol Adm WW selaku pemegang kas, dan pembantu Letnan Dua (Pelda) SS yang menyalurkan dana pada pihak tertentu.
KPK kini juga mendalami keterlibatan pihak swasta dalam kasus dugaan korupsi pembelian helikopter AW 101. Dalam kerja sama dengan penyidik POM TNI, KPK telah menggeledah empat lokasi milik pihak swasta yang diduga terlibat dalam kasus itu.
(mdk/ang)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Waktu berjalan, kasus korupsi Helikopter AW-101 berlanjut ke persidangan. Hingga akhirnya terdakwa Irfan Kurnia Saleh dijatuhkan vonis 10 tahun.
Baca SelengkapnyaPenetapan Kabasarnas Marsdya Henri Alfiandi sebagai tersangka kasus dugaan suap oleh KPK memicu protes keras dari Danpuspom TNI. Simak selengkapnya!
Baca SelengkapnyaMelalui tim koneksitas ini, KPK terus memproses tersangka sipil. Sementara POM TNI memproses tersangka perwira aktif TNI.
Baca SelengkapnyaKPK Temui Panglima TNI terkait kasus suap Kepala Basarnas
Baca SelengkapnyaAlasan itu disampaikan Agung, mengingat Henri yang merupakan Anggota TNI Aktif.
Baca SelengkapnyaKepala Basarnas Henri Alfiandi sudah menjadi tersangka kasus suap pengadaan barang dan jasa di KPK.
Baca SelengkapnyaDeretan jenderal bintang tiga itu masih aktif ketika ditetapkan sebagai tersangka rasuah.
Baca Selengkapnya"Sejumlah Rp153,7 miliar yang kemudian disetorkan ke kas negara sebagaimana isi salah satu diktum bunyi putusan," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri
Baca SelengkapnyaEksekusi dilakukan karena vonis John Irfan sudah berkekuatan hukum tetap alias inkrah.
Baca SelengkapnyaPenyerahan barang bukti dan tersangka ini terkait kasus dugaan suap pengadaan alat pendeteksi korban reruntuhan di Basarnas.
Baca SelengkapnyaKomandan Puspom (Danpuspom) TNI Marsekal Muda (Marsda) R Agung Handoko buka suara mengenai kasus suap Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi.
Baca SelengkapnyaKPK meminta maaf karena pihaknya tidak koordinasi terlebih dahulu dengan pihak TNI sebelum mengumumkan keterlibatan Henri Alfandi.
Baca Selengkapnya