Sederet Alasan RUU Kesehatan Ditolak
Merdeka.com - Rancangan undang-undang (RUU) Kesehatan Omnibus Law mendapat penolakan dari organisasi profesi kesehatan. DPR diminta segera mencabut RUU tersebut dari program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas 2023.
"Kami menyampaikan sikap menolak RUU Kesehatan," kata lima organisasi profesi kesehatan dalam surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo yang dikutip Senin (28/11).
Surat terbuka ini dikirim ke Presiden Jokowi pada 24 November 2022, dengan tembusan Ketua DPR RI, Ketum Parpol, dan Arsip. Lima pimpinan organisasi profesi kesehatan membubuhkan tanda tangan dalam surat tersebut.
-
Apa yang DPR sesalkan? 'Yang saya sesalkan juga soal minimnya pengawasan orang tua.'
-
Aturan apa yang DPR dorong? Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni mendorong Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) untuk membuat aturan yang bisa mencegah terjadinya kasus pelecehan seksual di kalangan aparatur sipil negara (ASN).
-
Siapa yang DPR minta tindak tegas? Polisi diminta menindak tegas orang tua yang kedapatan mengizinkan anak di bawah umur membawa kendaraan.
-
Apa usulan Baleg DPR tentang DKJ? Baleg DPR mengusulkan agar Daerah Khusus Jakarta (DKJ) menjadi ibu kota legislasi.
-
Kenapa DPR pentingkan target RPJMN 2020-2024? 'Asumsi dan sasaran pembangunan yang kita bahas hari ini sangatlah menentukan apakah kita bisa mengejar target pertumbuhan ekonomi, inflasi, target pengurangan tingkat pengangguran, hingga pengurangan kemiskinan yang ditargetkan dalam RPJMN.
-
Bagaimana DPR RI serukan krisis kesehatan di Palestina? Hadir sebagai delegasi Indonesia, Anggota BKSAP DPR RI Fraksi Partai Golkar Puteri Komarudin turut serukan krisis kesehatan di Palestina. ‘Tidak mungkin kita bicara soal krisis kesehatan tanpa melihat situasi yang terjadi di Palestina. Kita tahu bahwa serangan militer telah menewaskan lebih dari 13.000 warga Palestina, termasuk perempuan, anak-anak, lansia, dan difabel. Bahkan, serangan ini juga menargetkan 4 (empat) rumah sakit besar di Gaza, tak terkecuali rumah sakit Indonesia. Hal ini kemudian memicu lebih dari 50.000 pasien yang tak bisa tertangani secara maksimal, ‘ tegas Puteri dalam Forum Kerja Sama di Wilayah Asia-Pasifik di Bidang Kesehatan Universal, Jumat (25/11).
Mereka adalah ketua umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI). Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) turut menandatangani surat itu.
Ada empat alasan organisasi profesi kesehatan menolak RUU Kesehatan Omnibus Law. Pertama, pembahasan RUU Kesehatan Omnibus Law dinilai sangat tidak transparan dan tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Selain itu, tidak ada naskah akademik yang dibicarakan bersama pemangku kepentingan dan masyarakat untuk melihat dasar filosofi, sosiologis, dan yuridis yang bertujuan untuk kebaikan bangsa, sehingga dianggap sarat kepentingan pribadi atau golongan tertentu.
Kedua, RUU Kesehatan Omnibus Law sarat kepentingan atas liberalisasi dan kapitalisasi kesehatan yang akan mengorbankan hak kesehatan rakyat selaku konsumen kesehatan.
Organisasi profesi kesehatan juga menilai substansi isi rancangan undang-undang berpotensi mengancam perlindungan dan keselamatan masyarakat atas pelayanan yang bermutu, profesional, dan beretika.
Ketiga, adanya gerakan pelemahan terhadap peran profesi kesehatan karena tidak diatur dengan undang-undang tersendiri. Terdapat juga upaya-upaya untuk menghilangkan peran-peran organisasi profesi yang selama ini telah berbakti bagi negara dalam menjaga mutu dan profesionalisme anggota profesi yang semata-mata demi keselamatan dan kepentingan pasien.
Keempat, terdapat upaya-upaya mengabaikan hal-hal yang telah mendapatkan putusan dari Mahkamah Konstitusi seperti Putusan Nomor 14/PPU-XII/2014, Putusan Nomor 82/PPU-XII/2015, dan Putusan Nomor 10/PPU-XV/2017 dan Nomor 80/PPU-XVI/2018.
"Hal ini tentu akan menjadi permasalahan konstitusionalitas di masa depan."
Pasal Kontroversial
Sejalan dengan lima organisasi profesi kesehatan, Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia (ISMKI) juga menolak RUU Kesehatan. Sekretaris Jenderal ISMKI, Mohammad Alief Iqra membeberkan alasannya.
Dia menilai, penyusunan RUU Kesehatan tidak melibatkan organisasi profesi kesehatan. Padahal, organisasi profesi merupakan representasi dari tenaga-tenaga kesehatan yang ada di Indonesia.
Dia menegaskan, organisasi-organisasi profesi inilah yang terlibat secara langsung untuk menangani permasalahan kesehatan yang ada di Indonesia.
"Dalam proses pembuatan kebijakan kesehatan yang inklusif, terdapat tripartit yang harus dilibatkan, yaitu Pemerintah, penyedia layanan kesehatan (dalam hal ini tenaga kesehatan dan rumah sakit), serta masyarakat sebagai pengguna layanan kesehatan (Paranadipa, 2022)," ujarnya.
"Oleh karena itu, sudah seharusnya representasi tenaga kesehatan dilibatkan dalam proses pembuatan kebijakan," tegasnya.
Selain itu, terdapat beberapa pasal dalam draf RUU Kesehatan yang justru dapat menimbulkan permasalahan baru dalam sistem kesehatan Indonesia.
Alief menyebut, dalam Pasal 235 draf RUU Omnibus Law Kesehatan, disebutkan bahwa tenaga kesehatan tidak lagi memerlukan rekomendasi organisasi profesi untuk mendapatkan Surat Izin Praktik (SIP). Tenaga kesehatan hanya memerlukan bukti pemenuhan kompetensi dan kecukupan satuan kredit profesi yang akan dikelola oleh Menteri.
"Hal ini sangat aneh karena yang paling paham mengenai kompetensi tenaga kesehatan tentunya adalah tenaga kesehatan tersebut sendiri, dalam hal ini direpresentasikan oleh organisasi profesi tenaga kesehatan," jelasnya.
Sementara itu, dalam praktik kesehatan, yang perlu diperhatikan bukan hanya kompetensi, melainkan juga aspek etik dan moral. Pada umumnya, aspek yang dinilai oleh organisasi profesi sebelum menerbitkan surat rekomendasi adalah aspek kompetensi, etika, disiplin, dan hukum kedokteran.
Dengan dihilangkannya surat rekomendasi dari syarat pembuatan SIP dan tidak disebutkannya aspek etika, disiplin, dan hukum kedokteran sebagai syarat mendapatkan SIP, kata Alief, dapat berpotensi mencederai hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dari tenaga kesehatan yang memiliki etik dan moral yang baik.
Dia juga menyinggung Pasal 239 yang menyebutkan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) berkedudukan di bawah Menteri. Alief menilai, hal ini menjadi masalah karena dalam praktiknya, pengambilan keputusan di KKI dapat diintervensi oleh Pemerintah.
Seharusnya, KKI merupakan organisasi yang berdiri independen dan diisi dengan orang yang paham di bidang kesehatan sehingga tercipta mekanisme check and balances yang baik.
"RUU Omnibus Law Kesehatan memiliki berbagai masalah, baik secara formal dari proses pembuatannya maupun secara materialnya dari segi substansi dan dampak yang dapat ditimbulkan. Oleh karena itu, sudah seharusnya RUU Omnibus Law Kesehatan dikeluarkan dari Prolegnas Prioritas 2023," tegasnya.
Respons DPR
Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas mengatakan, RUU Kesehatan Omnibus Law seharusnya tidak perlu dipersoalkan.
"Soal RUU sektoran ataupun menggunakan metode Omnibus Law itu hanya soal metode saja. Jangan kita perdebatkan soal Omnibus Law atau bukan Omnibus Law. Yang kita butuhkan adalah substansinya, itu yang paling penting," ujarnya.
Supratman mengungkap alasan DPR menggunakan metode Omnibus Law dalam RUU Kesehatan. Menurutnya, karena Omnibus Law sedang menjadi tren di lingkungan masyarakat. Selain itu, regulasi kesehatan saat ini terlampau banyak.
"Dan menurut kami di Badan Legislasi, karena kita over regulated, saya sendiri saja sudah bingung dengan perubahan pertama, perubahan kedua, perubahan ketiga. Bahkan ada satu UU itu perubahan keempat. Jadi membaca saja itu terpisah-pisah. Nah yang jadi kebutuhan kita menyangkut substansi," jelasnya.
Sementara Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Charles Honoris membantah bahwa sudah ada draf RUU Kesehatan. Dia menegaskan, Baleg DPR RI masih dalam tahapan penyusunan Naskah Akademik.
DPR sebagai pengusul RUU Kesehatan Omnibus Law ini akan menyusun draf dari Naskah Akademik tersebut.
"Jadi prosesnya masih RDPU untuk menyusun Naskah Akademik. Dan belum ada draf RUU. Proses menuju draf masih lama," jelas Nurdin.
Prosesnya saat ini Baleg DPR telah mengundang 28 pemangku kebijakan untuk didengarkan aspirasinya terkait Naskah Akademik Omnibus Law Bidang Kesehatan.
"Kita dengar masukan dalam RDPU selalu terbuka, karena kalau tertutup nanti salah sangka. Bahkan kami mendengar masukan secara online dari tenaga kesehatan di berbagai daerah, bahkan dari Papua," ujar Nurdin.
Penjelasan Menkes
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, RUU Kesehatan Omnibus Law merupakan inisiatif DPR. Bukan usulan pemerintah.
"Itu Omnibus Law Kesehatan kan kayaknya akan jadi inisiatif DPR," kata Budi di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (28/11).
Dia menyebut, draf RUU Kesehatan belum ada. Bila draf sudah ada, pemerintah dan DPR akan membahas lebih lanjut.
"Nanti kalau sudah keluar bisa diskusi dengan DPR dan pemerintah. Ini juga belm jelas isinya apa," ucapnya.
Budi mengatakan, pemerintah akan mendorong peningkatan kualitas dan layanan kesehatan kepada masyarakat dalam RUU Kesehatan Omnibus Law. Guna meningkatkan kualitas layanan tersebut, penyusunan RUU Kesehatan akan melibatkan banyak pihak. Mulai dari organisasi profesi, kolegium, industri farmasi, rumah sakit, hingga konglomerat.
"Jadi kalau nanti dalam diskusi, ternyata idenya yang baik untuk masyarakat dari DPR, diambil dari DPR, jika dari IDI diambil dari IDI, atau dari kolegium, KKI, ya kita ambil, yang penting kita diskusi, mana yang paling baik untuk masyarakat," ujarnya.
(mdk/tin)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
PKS menilai RUU Kesehatan justru menghilangkan mandatory spanding untuk kesehatan yang ada di UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Baca SelengkapnyaKetua DPR RI Puan Maharani mengetuk palu pengesahan RUU Kesehatan setelah mendengarkan pendapat dua fraksi yang menolak yaitu Demokrat dan PKS.
Baca SelengkapnyaAgenda Paripurna RUU Kesehatan akan diwarnai aksi unjuk rasa tenaga kesehatan dari lima organisasi profesi.
Baca SelengkapnyaRUU Kesehatan dianggap minim urgensi dan kualitas. Banyak celah kelemahan dan RUU ini.
Baca SelengkapnyaPetisi ini diajukan oleh 150 orang Guru Besar lintas profesi, baik dari profesi kesehatan dan non kesehatan.
Baca SelengkapnyaMahfud menilai adanya riak-riak setelah pengesahaan RUU menjadi UU merupakan hal yang lumrah. Dia menyebut akan ada pihak yang setuju dan tidak.
Baca SelengkapnyaMereka menuntut DPR untuk menunda pembahasan RUU Kesehatan dalam Omnibus Law.
Baca SelengkapnyaPengesahan RUU Kesehatan ini disetujui enam fraksi. Sementara, Fraksi PKS dan Fraksi Demokreat menolak. Berikut foto-fotonya:
Baca SelengkapnyaMeski kecewa, IDI mengaku siap mengawal penerapan UU Kesehatan ini hingga ke tingkat cabang.
Baca SelengkapnyaSaat ini, aturan turunan dari UU Kesehatan masih digodok.
Baca SelengkapnyaMenurut Budi, UU Kesehatan bisa menyederhanakan proses penerbitan surat tanda resgistrasi (STR).
Baca SelengkapnyaDari taget 39 RUU Progelnas, DPR hanya dapat merampungkan 23.
Baca Selengkapnya