Sejak 2018, Mabes Polri Nonaktifkan 2000 Akun Palsu Penyebar Hoaks
Merdeka.com - Direktorat Cyber Crime Bareskrim Mabes Polri masih melakukan penyelidikan terkait kelompok penyebar berita hoaks atau berita bohong yang beredar di Indonesia. Informasi intelijen bahwa berita hoaks sengaja diproduksi secara masif dan terorganisir.
"Kami masih kaji dan penelitian, karena kaitannya apakah ada keterlibatan state atau negara atau orang expert yang ditiru oleh kita. Ini sudah masuk ranah intelijen jadi harus dilidik lagi," kata Kasubdit Cyber Crime Bareskrim Mabes Polri, Kombes Pol Dany Kustoni, usai mengisi seminar Penegakan Hukum Terhadap Penyebar Berita Hoax di Semarang, Rabu (27/3).
Dia menyebut untuk mengantisipasi maraknya beredarnya berita hoaks, Mabes Polri sendiri tengah menggerakkan tim patroli cyber di media sosial untuk menangkap para pelaku pengguna akun yang diciptakan dalam menyebarkan ujaran kebencian.
-
Bagaimana Kominfo tangani isu hoaks? Kementerian Kominfo telah melakukan pemutusan akses atas konten yang teridentifikasi sebagai isu hoaks. Pemutusan akses ditujukan agar konten hoaks tidak tersebar luas dan merugikan masyarakat.
-
Apa isi hoaks tentang Kominfo? Beredar sebuah tangkapan layar judul berita yang berisi Menteri Amerika Serikat menyebut Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bodoh usai Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 diserang hacker beredar di media sosial.
-
Siapa yang menyebarkan informasi hoaks itu? Yayuk memastikan akun Instagram bernama BP2MI dengan centang hijau yang menyebarkan informasi tersebut bukan akun resmi milik BP2MI.
-
Bagaimana berita hoaks dibuat? Beberapa bahkan menggunakan konten yang dibuat oleh AI atau kecerdasan buatan.
-
Dimana hoaks tentang Kominfo beredar? Beredar sebuah tangkapan layar judul berita yang berisi Menteri Amerika Serikat menyebut Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bodoh usai Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 diserang hacker beredar di media sosial.
-
Siapa yang tangani isu hoaks di Kominfo? Tim AIS Kementerian Kominfo menemukan sebanyak 2.357 isu hoaks dalam kategori kesehatan.
"Kami akan bertindak jika kedapatan ada pengguna akun di media sosial yang lakukan tindakan melanggar hukum. Tim saat ini masih memantau akun yang diciptakan untuk menyebarkan berita bohong. Tujuannya agar tidak terjadi konflik karena satu hal berita bohong," jelasnya.
Selama ini pada tahun 2018 sendiri terdapat dua ribu akun palsu yang terindikasi besar menyebarkan berita bohong. Akun tersebut rata-rata sudah dinonaktifkan (take down). Sementara untuk kasus hoaks sendiri setidaknya ada 267 kasus.
"Kita sudah banyak, tahun 2019 ada enam berkas yang masih proses penyelidikan. Kita sudah nonaktifkan (take down) karena akunnya tidak real itu kita ajukan dua ribuan, satu di antaranya terkait hoaks tujuh kontainer yang berisi surat suara yang sudah tercoblos," ujarnya.
Selain menonaktifkan akun-akun palsu, Mabes Polri juga sedang memproses pidana ratusan akun asli yang menyebar hoaks dan ujaran kebencian. "Beberapa akun real kita proses tindak pidana. Ada 237 kasus hoaks dan hatespeech. Rata-rata satu kasus satu laporan," jelas Dany.
Beberapa akun asli yang menyebar hoax juga segera naik ke meja persidangan. Akun-akun itu terjerat kasus berita bohong soal tujuh kontainer berisi surat suara tercoblos di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara.
"Sekarang masih ramai terkait tujuh kontainer yang sudah dicoblos 01. Kita sudah P-21, menjadi 5 berkas. Empat berkas masih penelitian jaksa. (Satu berkas) BBP yang kita tangkap di Sragen, mau tahap sidang," tegas Dany.
Ketua Badan Pengawas Pemilu, Abhan, mengaku sudah bekerja sama Kementerian Komunikasi dan Informasi untuk men-take down akun-akun penyebar hoax dan ujaran kebencian.
"Bawaslu kerja sama dengan Kemenkominfo, kerja sama dengan Facebook, Twitter, lakukan take down akun-akun yang melakukan hoax. Kominfo bisa petakan akun-akun yang memberi disinformasi dan hoax kemudian kami tentukan parameter," jelas Abhan.
Menurut Abhan, penyebar berita hoax baru bisa dijerat Undang-Undang Pemilu selama yang melakukan adalah pelaksana tim kampanye. Adapun selain pelaksana tim kampanye, penyebar hoax bisa dijerat UU ITE dan KUHP.
"Sementara (hoax) banyak dilakukan oleh satu atau beberapa orang, maka ini menjadi ranah pidana umum, bisa dengan UU ITE atau KUHP," tutup Abhan.
(mdk/bal)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Penyebaran hoaks Pemilu ditemukan paling tinggi di Facebook.
Baca SelengkapnyaBerita hoaks didominasi oleh isu kesehatan, pemerintahan, penipuan dan politik di luar pada isu-isu lain
Baca SelengkapnyaPolisi membebaskan tersangka karena alasan tidak menemukan niat jahat.
Baca SelengkapnyaDaftar platform ini paling banyak sebar hoaks terlebih jelang pemilu.
Baca SelengkapnyaSekretaris Jenderal AMSI, Maryadi mendukung kegiatan koalisi Cekfakta yang sudah terbangun sejak 2018.
Baca SelengkapnyaSalah satu laporan dibuat oleh Aliansi Masyarakat Sipil Untuk Demokrasi.
Baca SelengkapnyaSeptiaji mengatakan acara ini mengumpulkan lembaga penyelenggara pemilu, pemerintah, pakar, rekan media, hingga masyarakat sipil guna mencari solusi
Baca SelengkapnyaCEO KBA News, Ramadhan Pohan menyatakan nama medianya telah dicatut untuk menyebarkan informasi tersebut
Baca SelengkapnyaSisa berita hoaks lainnya tidak diturunkan, melainkan hanya diberikan stempel hoaks karena dianggap tidak terlalu berbahaya.
Baca SelengkapnyaPolisi memantau dan mendeteksi konten-konten hoaks yang dapat mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat.
Baca SelengkapnyaMenurut Bery, hoaks menggunakan kecerdasan buatan memang sudah cukup meresahkan.
Baca SelengkapnyaProses pemeriksaan saksi fakta maupun saksi ahli terus berjalan.
Baca Selengkapnya